Viral Lagi! Dari ‘Bapa Tere’ ke ‘KDM Lain Bapa Aing’, Pesan Baru di Bandung

Viral Lagi! Dari ‘Bapa Tere’ ke ‘KDM Lain Bapa Aing’, Pesan Baru di Bandung


PR GARUT-

Aer Bandung pada pagi tersebut terasa agak beda. Tidak disebabkan oleh kabut atau gerimis hujan, tetapi karena adanya satu spanduk yang menghiasi persimpangan Jalan Diponegoro, tepatnya di pusat kota. Spanduk bertulisan “KDM Lain Bapak Aing” ini langsung menarik perhatian penduduk setempat dan menjadi topik pembicaraan dalam bentuk meme di media sosial maupun obrolan santai di kedai kopi.

Ini lebih dari sekedar gambaran mengenai perbedaan dalam politik. Ini adalah cerminan atas relasi antara masyarakat dengan para pemimpin mereka, dimana belum tentu seluruh warganya memberikan cinta atau dukungannya. Hal ini seperti ingin menjelaskan bahwa meskipun banyak orang yang mendukung, tetap ada segolongan orang yang memiliki pandangan berlawanan.

Dedi Mulyadi, yang biasa dipanggil dengan akrab sebagai KDM atau ‘Bapa Aing,’ baru-baru ini menjadi Gubernur Jawa Barat. Meski demikian, selama dua bulan pertamanya di jabatan tersebut, tindakannya malah menciptakan gelombang kontroversi. Keputusannya untuk menghapus program studi tur dan upacara kelulusan di sekolah-sekolah, serta mengirim murid-murid bermasalah ke barak tentara, banyak menyulut kritikan dari masyarakat. Banyak pihak merasa heran dan tidak setuju terhadap kebijakan-kebijakannya itu.

Di Cirebon, kritik tidak hanya hadir dalam bentuk diskusi, melainkan juga muncul sebagai spanduk dengan pesan yang semakin menyakitkan hati: “KDM Bapa Tere.” Hal ini bukan sekadar candaan, namun merupakan ungkapan ketidakpuasan yang disampaikan secara humoris. Beberapa penduduk setempat merasa letdown akibat peningkatan fasilitas umum yang kurang memadai, terlebih kondisi jalanan rusak parah di bagian timur Kota Cirebon.

Merespons terhadap provokasi dari penduduk Cirebon tersebut, Gubernur pun berbicara. Di dalam acara formal Musrenbang RPJMD di Cirebon, dia merespon sambil mencampurkan unsur satirical dalam nada bicaranya.

Apakah kau masih menggunakan tas ransel untuk perjalanan di kabupeten itu?
Ujar KDM, setengah bercanda setengah serius. Dia menggarisbawahi bahwa jalannya merupakan kewenangan dari pemerintah kabupaten, bukan provinsi.

Namun, sepertinya masyarakat lebih tertarik dengan cerita yang menggambarkan seorang gubernur sebagai lambang harapan, bukan cuma pegawainya pemerintah dalam hal regulasi. Di pikiran beberapa penduduk, “Bapak Aing” tak hanya semacam merek di saluran YouTube, tetapi harus turut mendengarkan keluhan tentang jalanan berlubang serta menopang kekecewaan rakyat.

Menariknya, sampai sekarang belum ada pihak yang menyatakan dirinya bertanggung jawab atas penempelan spanduk itu. Apakah ini merupakan tindakan spontan oleh penduduk setempat? Ataukah ini bagian dari demonstrasi politik yang telah direncanakan dengan baik? Bisa jadi juga ini adalah bentuk satiris kreatif dari beberapa seniman jalanan yang merasa frustasi?

Tentu saja, spanduk tersebut telah berkata dengan keras dan lebih keras daripada banyak pidato politik. Dan saat spanduk ini menjadi suara orang biasa, mungkin sudah saatnya para pemimpin untuk membuka mata mereka, bukan hanya melawan tuduhan. ***

Response (1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com