Siap-siap! Saham Sritex Bergabung dengan Daftar 10 Saham yang akan Dihapus dari BEI

Siap-siap! Saham Sritex Bergabung dengan Daftar 10 Saham yang akan Dihapus dari BEI


.CO.ID – JAKARTA

Bursa Efek Indonesia (BEI) secara resmi telah memberi kesempatan bagi penghapusan saham PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL). Kecemasan terkait masa depan saham SRIL bisa berdampak negatif pada para pemegang saham, apalagi masih banyak perusahaan publik lain dengan status tidak jelas dalam konteks kebijakan ini.

Sebagaimana dikenal luas, saham SRIL telah dihentikan perdagangannya oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai tanggal 18 Mei 2021 dan ini sudah mencapai kurun waktu empat tahun. Secara teoritis, BEI memiliki hak untuk menerapkan delisting paksa atau forced delisting terkait dengan saham SRIL tersebut. Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 3 Tahun 2021, setiap perusahaan yang mengalami delisting harus membeli kembali (buyback) sahamnya.

Akan tetapi, bukannya melakukan pembelian kembali sahamnya, SRIL malah terjebak dalam pinjaman besar dari beberapa bank kreditor. Kewajiban total atau tanggung jawab SRIL sampai dengan September 2024 mencapai US$ 1,61 miliar. Jumlah itu melebihi nilai aset perusahaannya yang hanya senilai US$ 594,01 juta.

Krisis PT SRI Lankan terparuk saat Komisaris Utamanya, Iwan Setiawan Lukminto, diamankan oleh Kejaksaan Agung pada hari Selasa (20/5), diduga melibatkan dirinya dalam skandal penyaluran pinjaman dari berbagai bank.

Direktur Evaluasi Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), I Gede Nyoman Yetna, menyebut bahwa dengan adanya penangguhan perdagangan saham SRIL yang sudah mencapai lebih dari dua tahun serta status kebangkrutan yang menempel pada perusahaan ini, hal itu mengakibatkannya memenuhi syarat untuk bisa dihapuskan daftar sahamnya.

“Karena alasan itu, bursa selalu berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai prosedur delisting serta status transisi dari perusahaan publik menjadi perusahaan swasta (go private), sesuai yang ditetapkan dalam POJK 45 tahun 2024,” jelasnya melalui pernyataan tertulis pada hari Kamis (22/5).

Nyoman menyebutkan bahwa dengan pengumuman kebangkrutan SRIL yang sudah sah, kini beban tugas dari pemimpin perusahaan itu berpindah ke tangan Kurator.

“Oleh karena itu berkaitan dengan laporan tentang pengesahan Iwan Setiawan Lukminto menjadi tersangka kasus suap, Bursa sudah melayangkan permohonan klarifikasi ke Kurator,” jelasnya selanjutnya.

Selain SRIL, BEI sebelumnya telah menyatakan niat untuk men-delisting 10 emiten yang akan berlaku mulai tanggal 21 Juli 2025.

Berikut adalah daftar saham yang bakal mencabut listingnya dari Bursa Efek Indonesia pada tahun 2025:

  1. PT Mas Murni Indonesia Tbk (MAMI)
  2. PT Forza Land Indonesia Tbk (FORZ)
  3. PT Hanson International Tbk (MYRX)
  4. PT Grand Kartech Tbk (KRAH)
  5. PT Cottonindo Ariesta Tbk (KPAS)
  6. PT Steadfast Marine Tbk (KPAL)
  7. PT Prima Alloy Steel Universal Tbk (PRAS)
  8. PT Nipress Tbk (NIPS)
  9. PT Panasia Indo Resources Tbk (HDTX)
  10. PT Jakarata Kyoei Baja Tbk (JKSW)



Tonton:

Eks CEO Sritex Menggunakan Dana Pinjaman Secara Tidak Sesuai untuk Melunasi Hutang dan Membeli Properti

Dari sepuluh saham itu, delapan akan dihapuskan karena bangkrut. Sedangkan HDTX serta JKSW akan ditarik karena adanya situasi atau kejadian penting yang secara negatif memengaruhi operasional bisnis mereka sebagai perusahaan publik dan juga sebabnya sudah dalam status suspend minimal dua tahun belakangan ini. Informasi teranyar menunjukkan bahwa hanya kedua emiten tersebut saja yang telah memberi pengumuman tentang rencana pembelian kembali saham.

Vice President Bidang Pemasaran, Strategi, dan Perencanaan PT Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, menjelaskan bahwa apabila perusahaan terpaksa mencabut listing-nya akibat kebangkrutan, tentu saja hal itu menjadi tantangan bagi para pemegang saham dalam perusahaan tersebut. Investor pada dasarnya hanya dapat bergantung pada rencana keluar yang disiapkan oleh perusahaan tersebut. “Apabila tidak tersedia, maka dikhawatirkan investornya akan merugi,” ungkapnya kepada wartawan, Kamis (22/05).

Oleh karena itu, otoritas pengawas seperti BEI perlu mengimplementasikan taktik-taktik antisipatif guna menjaga keamanan para pemegang saham. BEI seharusnya dapat mendeteksi gejala-gejala potensi kerugian finansial atau masalah hukum yang berdampak pada sebuah emiten dan juga bertugas menyebarkan data tentang situasi tersebut kepada investor dengan transparansi.

Menurut Audi, bila informasinya sampai ke tangan publik, para investor bisa mengukur kembali nilai dari emiten itu.

Serupa dengan itu, Direktur Utama (CEO) Edvisor Provina Visindo Praska Putrantyo menyebutkan bahwa para pemangku kepentingan bisa menerapakan sejumlah langkah untuk menjaga investor. Misalnya saja, mereka dapat memberitahukan secara dini dan luas kepada khalayak apabila terdapat saham yang berisiko force delisting.

“Di samping itu, pihak terkait bisa meninjau kembali untuk mendirikan sebuah dana proteksi bagi investor,” tambahnya pada hari Kamis (22/5).

Untuk menghindari investasi dalam saham yang mencurigakan, Praska menekankan pentingnya edukasi bagi para investor awal. Investor perlu memahami sepenuhnya tentang perusahaan penerbit efek, termasuk performa keuangan mereka, situasi operasional, dan jenis barang atau jasa apa yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut. Tambahan lagi, pastikan bahwa perusahaan tak punya catatan buruk sebelumnya, misalkan adanya PKPU.

“Investor perlu memeriksa secara rutin laporan keuangan emiten Kenanga, apakah terdapat penundaan dalam pelaporannya atau tidak,” tegasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com