Purposely terbang ke Ho Chi Minh City (sebelumnya dikenal sebagai Saigon) di pagi hari lalu kembali menggunakan pesawat pada malam harinya agar lebih irit valas tanpa harus menghabiskan waktu untuk bermalam di sana.
Sebenarnya ini bukan kali pertama saya mengunjungi Vietnam, bisa jadi yang kelima atau keenam. Oleh karena itu, saya telah cukup terbiasa dengan destinasi apa saja yang harus dikunjungi.
Keluar dari pesawat, masih sekitar siang awal, namun telah melewati jam sarapan, maka lebih baik kita langsung menikmati brunch saja.
Deliberately memilih untuk tidak pergi ke restoran mewah, lebih memilih gaya petualangan seperti backpacker, sehingga mengeksplorasi dan mencoba berbagai warung makan sederhana yang tersebar luas di Ho Chi Minh City. Ini sekaligus menjadi kesempatan untuk menyelami dan merasakan nuansa hidup sehari-hari penduduk lokal Vietnam.
Yang pertama dituju adalah kedai kopinya. Kopi Vietnam dikenal karena rasanya dan aromanya yang sangat kuat.
Terdapat dua metode penyajian kopi di Vietnam. Yang pertama adalah menggunakan drip phin, sebuah filter kecil yang bisa terbuat dari logam atau plastik, hingga tetesan kopinya lambat menuju cangkir. Metode lainnya menghasilkan kopi pekat.
Terdapat dua jenis yang dapat dipilih, yaitu kopi hitam tanpa tambahan susu atau gula, disebut juga sebagai café dán. Sedangkan varian lainnya adalah coffee sữa đá, yang merupakan espresso dengan campuran susu dalam keadaan dingin.
Setelah puas minum kopi, saya beranjak ke gerai banh mi yang populer itu. Hidangan tersebut umumnya menjadi pilihan untuk makan pagi.
Sejak Vietnam pernah menjadi wilayah koloni Prancis, jenis rotinya menggunakan baguette. Bagian dalam roti tersebut dilapisi daging serta sayuran yang direndam dalam saus mayo. Hidangan ini mirip dengan sub sandwich khas waralaba AS bernama Subway.
Selanjutnya ada Banh Cuon, yaitu gulungan tipis dari adonan beras yang diisi dengan sayuran, daging, atau udang lalu dikukus. Sajiannya dilengkapi dengan saus.
Untuk teman-teman Muslim di sini, hanya pesan yang berisi udang saja, sebab umumnya yang berisikan daging mengandalkan daging babi.
Pada sore hari hampir berubah menjadi malam, adalah waktu ideal untuk menikmati jajanan khas Vietnam bernama gui chon. Makanan ini terdiri dari gulungan beras yang dipadukan dengan sayuran di dalamnya. Penampilannya cukup mirip dengan lumpia yang biasa ditemui di Indonesia; bedanya, kulit gulungannya tembus pandang sehingga isiannya dapat langsung terlihat. Gui chon disajikan tanpa proses pemasakkan seperti pengukusan. Teksturnya kenyal serta lentur. Di samping dimakan sebagai cemilan ringan, gui chon juga kerap digunakan sebagai hidangan pembuka atau appetizer.
Waktunya untuk makan malam sebelum pergi ke bandara. Cicipi saja pho yang segar tersebut. Hidangan itu merupakan sebuah sup yang dibuat dengan mie dari beras, daging serta campuran rempah-rempah yang kaya akan rasa. Jika daging di sini aman dikonsumsi, maka hal itu didasarkan pada penggunaan daging sapi. Sup ini saat ini telah menjadi global meskipun awalnya hanyalah hidangan keluarga biasa. Pho kini dapat ditemui di beberapa restoran di Jakarta.
Setelah menikmati berbagai hidangan khas Vietnam selama seharian penuh, saya pun terbang kembali ke Jakarta guna mengembalikan aktivitas harian yang biasa.