Respon dari Kepala Kantor Komunikasi Presidensial (PCO) Hasan Nasyith terkait kasus seorang mahasiswi ITB yang tertangkap lantaran membuat meme tentang Prabowo dan Jokowi.
Ya, seorang mahasiswi dari ITB menciptakan meme yang menampilkan gambar Presiden Prabowo Subianto danPresiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) sedang ‘bersalaman’.
Menurut Hasan Nasbi, sampai saat ini Presiden Prabowo belum pernah mengajukan keluhan atau melapor kepada pihak berwenang terhadap orang-orang yang menyalahkannya atau bahkan kritis kepadanya.
Termasuk juga mahasiswi dari ITB yang menjadi terkenal itu.
“Pak Prabowo tidak melaporkan hal apapun. Presiden juga tidak melapor tentang sesuatu, meskipun kami meratanya,” ujar Hasan Nasbi ketika ditemui setelah acara diskusi di daerah Menteng, Jakarta Pusat, pada hari Sabtu, 10 Mei 2025.
Menurut Hasan, di bawah sistem demokrasi, kritik ataupun ungkapan dari masyarakat harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
Walaupun ada potensi pelanggaran terhadap pemimpin negara, dia menyebutkan bahwa Presiden Prabowo masih lebih memilih jalan pendekatan dan kerjasama.
“Ruangan untuk mengungkapkan diri seharusnya dipenuhi dengan hal-hal yang bertanggung jawab, bukannya sesuatu yang menyinggung perasaan atau memicu kebencian,” katanya.
Meskipun begitu, dia menggarisbawahi bahwa Prabowo tak pernah menghalangi kebebasan berekspresi atau peliputan jurnalisme tanpa sebab.
Hingga saat ini Bpk. President belum pernah menglaporkan berita atau ungkapan-ungkapan yang menyerangnya.
Dan bahkan dia terus menerus mengumandangkan pesan persatuan, serta menyerukan untuk saling membantu agar negara kita dapat melanjutkan kemajuannya,” tegasnya.
Meme ‘Berciuman’
Sebelumnya, sebuah unggahan di media sosial X viral yang menginformasikan adanya seorang mahasiswiInstitut Teknologi Bandung (ITB) yang ditangkap pihak kepolisian.
Informasi tersebut disampaikan oleh akun X dengan nama @MurtadhaOne1. Akun ini menyebut bahwa perempuan tersebut diamankan karena membuat meme yang menyerupai Presiden RI, Prabowo Subianto.
“Berita Terbaru! Mendapatkan informasi bahwa seorang mahasiswi dari SRD ITB baru saja dibawa oleh bareskrim lantaran meme WOWO yang ia ciptakan,” demikian tertulis dalam akun tersebut seperti dilansir.
Pada saat yang sama, akun X berbeda dengan nama @bengkeldodo juga memposting dua gambar.
Sebuah gambar menunjukkan seorang wanita, sementara gambar lainnya menggambarkan figur yang mirip dengan Prabowo Subianto serta Presiden RI ketujuh, Joko Widodo (Jokowi), sedang berciuman.
Dalam gambar tersebut, terdapat seorang wanita yang menggunakan kacamata serta jas almamaternya berwarna biru gelap dengan lambang ITB di dada kirinya.
Sebutkan apabila wanitalah yang membuat meme tersebut.
Tersebut, Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia mengaku telah menahan seorang perempuan yang dikenal sebagai SSS.
“Mengkonfirmasi bahwa perempuan bernama depan SSS sudah diamankan dan sedang dalam proses hukum,” ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko ketika diwawancara oleh Tribunnews.com pada hari Kamis, 8 Mei 2025 malam.
Namun demikian, Trunoyudo mengklaim bahwa SSS dicurigai telah menyalahi Pasal 45 ayat (1) bersama dengan Pasal 27 ayat (1), atau mungkin juga Pasal 51 ayat (1) bersamaan dengan Pasal 35 dalam UU No. 1 Tahun 2024 yang merupakan revisi kedua dari UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika.
“Masih dalam tahap penyelidikan,” katanya.
Penjelasan ITB
Direktur Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB, Nurlaela Arief, menyatakan bahwa keputusan mengenai status mahasiswa SSS akan diambil oleh pihak akademik.
“Mahasiswa masih dianggap aktif selama tidak ada putusan resmi terkait status hukumannya dari pengadilan atau komisi pelanggaran etika akademik ITB,” jelas Nurlaela pada hari Sabtu, 10 Mei 2025.
Nurlaela pun menggarisbawahi jika ITB bakal tetap menjalin koordinasi bersama sejumlah entitas serta menyediakan bimbingan bagi SSS yang terpanggil ke ranah hukum tersebut.
“Selain itu, kami sudah melakukan koordinasi dengan Ikatan Orang Tua Mahasiswa (IOM). Kampus masih akan menyediakan bimbingan untuk para mahasiswi,” tambah Nurlaela.
permohonan maaf dari orang tua
Orangtua dari SSS sudah mengungkapkan permohonan maaf terkait dengan perbuatan sang anak yang dinilai sebagai pelanggaran.
“Orang tua mahasiswi tersebut telah mengunjungi ITB dan mengekspresikan permohonan maafnya,” jelas Nurlaela.
Pada kasus tersebut, SSS dicurigai telah menyalahi Pasal 45 ayat (1) bersama dengan Pasal 27 ayat (1), atau mungkin juga Pasal 51 ayat (1) bersamaan dengan Pasal 35 dalam Undang-Undang No. 1 tahun 2024 mengenai ITE.
Penangkapan dan Tanggapan
Penangkapan SSS pertama kali terungkap lewat platform media sosial X oleh akun @MurtadhaOne1.
Akun tersebut menyatakan bahwa SSS di tangkap lantaran membuat meme.
Kepolisian juga mengkonfirmasi bahwa SSS sudah diamankan dan saat ini dalam proses penanganan.
Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengkritik keras tindakan polisi yang dinilainya otoriter.
“Polri perlu melepaskan siswi itu secara cepat karena penahanannya bertentangan dengan esensi keputusan MK,” ungkap Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (9/5/2025).
Penahanan mahasiswi itu, sekali lagi, mengindikasikan bahwa polisi masih menerapkan tindakan-tindakan otoritatif untuk membungkam kebebasan berpendapat di ranah maya.
“Pembangkangan Kepolisian Republik Indonesia terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi itu menunjukkan sikap otoritarian dari aparat yang menggunakan tanggapan represif dalam lingkup publik,” tambah Usman.
Dia menggarisbawahi bahwa kebebasan berekspresi merupakan suatu hak yang dijamin oleh peraturan-peraturan dalam hukum Hak Asasi Manusia baik pada tingkat internasional maupun nasional.
“Penyalahgunaan UU ITE ini merupakan taktik yang tidak manusiawi untuk membungkam kritik,” ujar dia.
Pendapat Pemerintah
Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, berpendapat bahwa SSS lebih baik dibina daripada dihukum.
“Jika ada aturannya, kita serahkan kepada polisi. Namun jika masalah ini datang dari pihak pemerintahan dan menyangkut pemuda, barangkali mereka sudah memiliki semangat tertentu sebelumnya, maka akan lebih baik untuk mendapatkan bimbingan, mengingat mereka masih cukup muda dan dapat diajak berkembang positif daripada langsung dituntut,” jelas Hasan ketika ditemui setelah acara diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, pada hari Sabtu, 10 Mei 2025.
Oleh karena itu, harapannya bagi kita semua, para mahasiswa yang mungkin sebelumnya telah sangat antusias dalam menyampaikan kritik atau mengungkapkan pendapat mereka, kelak dapat mendapatkan pemahaman serta bimbingan agar tidak diproses hukum.
“Karena ya ini kan dalam konteks demokrasi, mungkin ada yang memang terlalu bersemangat seperti itu,” lanjutnya.
Artikel ini sudah dipublikasikan di
Tribunnews
(*/ )
Baca berita
TRIBUN MEDAN
lainnya di
Google News
Ikuti juga informasi lainnya di
Facebook
,
Instagram
dan
Twitter
dan
WA Channel
Berita viral lainnya di
Tribun Medan