,
Jakarta
–
Musikal
Petualangan Sherina
akan kembali digelar pada 11–20 Juli 2025 di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, dengan total 15 pertunjukan. Meski telah berusia 25 tahun, namun nilai-nilai atau pesan yang terkandung di dalam ceritanya masih menjadi reflektif di kehidupan saat ini.
Dalam konferensi pers
Musikal Petualangan Sherina
di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta Pusat, Mira Lesmana dan Riri Riza, produser dan sutradara film
Petualangan Sherina
(2000), menjelaskan bagaimana pesan moral itu tetap relevan. Menurut mereka, pesan-pesan itu akan disampaikan lewat pementasan musikal di atas panggung yang membuatnya akan terasa lebih dekat lagi.
Berani untuk Berekspresi
Mira Lesmana
merasa tema yang ada dalam cerita
Petualangan Sherina
begitu universal. Hal itu dapat dilihat dari bagaimana keberanian Sherina dan Sadam untuk berekspresi. “Secara tidak langsung peran perempuan lewat Sherina yang sangat berani berekspresi, bahkan mau mengakui kesalahannya, begitu juga dengan Sadam, dan saya rasa ini
value-value
yang tetap dibutuhkan di hari ini dan
relateable
,” ucapnya siang itu, Senin, 1 Juli 2025.
Dua pasang pemeran Musikal Petualangan Sherina: (kiri-kanan) Sahl (sebagai Sadam), Gynta (sebagai Sherina), Alf (sebagai Sadam), dan Ann (sebagai Sherina) dalam konferensi pers Galeri Indonesia Kaya, Senin,1 Juli 2025. Dok. Indonesia Kaya
Selain itu, dari pertunjukan musikal di atas panggung ini juga dapat menjadi sebuah pelarian positif dari hiruk-pikuk media sosial saat ini. Penonton akan diajak untuk larut dalam pengalaman imersif yang akan ditampilkan nantinya. Pengalaman untuk merasakan emosi lebih lanjut dari petualangan lucu dan menegangkan Sherina cs.
Tema Lingkungan dan Iklim
Dalam satu premis di cerita
Petualangan Sherina
, ada momen gadis cilik dan kawan-kawannya itu mempertahankan kebun milik ayah Sadam, Ardiwilaga, dari orang-orang jahat yang ingin menguasai kebun itu untuk keperluan pribadi.
Hal ini selaras dengan apa yang terjadi di saat ini, bagaimana banyak tanah milik warga yang direbut oleh pihak tidak bertanggung jawab, seperti yang terjadi di Pulau Rempang, Dago Elos, dll.
Riri Riza
juga menyorot bagaimana eksploitasi pertambangan yang merusak habitat alam di berbagai pulau di Indonesia. “Saya pikir film ini nilai tentang bagaimana pentingnya kita menjaga keseimbangan lingkungan, (contohnya) jangan dengan gampang mengalihkan Raja Ampat menjadi tambang nikel. Itu satu hal yang sangat relevan hari ini,” ungkapnya.
MUHAMMAD RIFAN PRIANTO