Menghadirkan Solusi: Dedi Mulyadi Cabut tantangan kepada Komnas HAM Buat Program Tangani Siswa Nakal



Dedi Mulyadi terkejut atas kritikan Komnas HAM terhadap program pendidikan militer untuk murid-murid bandel.

Rencana pelatihan militer yang diusulkan oleh Dedi Mulyadi menimbulkan berbagai pandangan positif dan negatif.

Tetapi, para orang tua siswa yang mengikuti program pendidikan militer menyepakati kebijakan Gubernur Jawa Barat tersebut.

Dedi Mulyadi mengajukan tantangan kepada Komnas HAM untuk menyusun program yang ditujukan bagi anak-anak bermasalah di Indonesia.

Komnas HAM menyatakan bahwa program yang dijalankan oleh Dedi Mulyadi telah melanggar hak asasi manusia seorang pelajar. Tidak hanya Komnas HAM, bahkan Komnas Perlindungan Anak pun turut mengkritisi kebijakan tersebut dari Dedi Mulyadi.

“Lebih baik mengatasi masalah secara nyata daripada terus-menerus membicarakannya tanpa akhir dan memasuki debat yang tak berkesudahan, mari kita hadapi bersama-sama,” ujar Dedi Mulyadi seperti dilansir siaran dari channel YouTube METRO TV pada hari Selasa (6/5/2025).

“Gubernur Jawa Barat contohnya akan mengurus sekitar 1.000 anak dengan perilaku istimewa. Nantinya, Komnas HAM dan KPAI juga akan terlibat dalam penanganan ini sesuai metode mereka masing-masing. Dari beberapa metode tersebut, kita akan melakukan evaluasi untuk melihat mana yang paling efektif. Ini tentunya lebih baik,” tambahnya.

Dedi Mulyadi menyatakan bahwa proyeknya sebenarnya merupakan upaya untuk memperkuat pelaksanaan hak asasi manusia.

“Nih kita ini pengin menangani, artinya bahwa kalau ini dibiarkan, akan ada pelanggaran HAM berikutnya,” ujar Dedi Mulyadi dikutip dari video di akun Instagram pribadinya, @dedimulyadi71, Rabu (7/5/2024).

“Yaitu satu, HAM orang tuanya terlanggar oleh pelaku anaknya, yang kedua, HAM orang lain terlanggar mereka yang terluka, itu terlanggar HAM-nya. HAM orang lain untuk mendapat ketenangan, keluar malam, orang lewat merasa terancam, itu juga HAM yang harus dilindungi,”

“Jadi, menegakkan HAM harus dengan cara untuk melindungi HAM. Ada HAM yang satu orang harus dijaga, ada HAM orang lain yang harus dilindungi,” lanjutnya pria yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM) itu.

Menurut Dedi Mulyadi, menghadirkan tentara sebagai guru di sekolah tidak sesuatu yang asing.

“Banyak TNI yang ngajar di sekolah. Di Papua, TNI ngajar di SD, SMP. Kemudian, TNI ngajar pendidikan kepemimpinan dari dulu untuk ASN, untuk calon karyawan. TNI ngajar di sekolah SMA Taruna Nusantara, TNI ngajar di sekolah-sekolah yang yayasan-yayasan itu milik TNI,” ungkap KDM.

“Jadi, enggak ada hal baru TNI memberikan pendidikan pada sipil, pada anak-anak sekolah, bukan hal baru. TNI melatih baris-berbaris, TNI melatih paskibraka, TNI melatih pramuka, kan enggak ada problem,” imbuhnya.

Dedi Mulyadi juga menyebutkan bahwa adanya perdebatan untuk dan melawan terhadap setiap keputusan adalah sesuatu yang biasa.

“Andaikan saja pro dan kontra ini seperti mengasah kemampuan berpikir serta tindakan saya selaku seorang pemimpin, mari kita tunggu hasil akhirnya,” ujar Dedi Mulyadi.

Dedi Mulyadi pun mempersilakan bagi pihak-pihak yang mengkritiknya untuk mengunjungi markas TNI tempat pendidikan berkarakter bagi para siswa nakal dilakukan.

“Dan saya juga mempersilakan pada Komisi Perlindungan Anak, Komnas HAM, Komisi X DPR, Komisi I, untuk datang berkunjung  ke tempat pelatihan secara terbuka,” ucap Dedi Mulyadi.

Sebelumnya, komisioner dari Komnas HAM yaitu Anis Hidayah telah mengungkapkan kritikannya tentang program pendidikan militer yang diusulkan oleh Dedi Mulyadi.

Rencana pendidikan karakter khusus ini difokuskan pada siswa SMA, SMK, serta jenjang sejenis yang dianggap memiliki perilaku masalah atau bersikap bandel. Mereka akan dikirim ke barak militer guna mendapatkan pembinaan dari pasukan supaya menjadi lebih teratur dan taat aturan.

Namun, berdasarkan pendapat Anis, personel TNI tidak mempunyai kualifikasi untuk mengedukasi masyarakat.

Menurut Anis, selama ini TNI juga belum mempunyai kemampuan atau pengalaman dalam memberi pendidikan kepada masyarakat kita, seperti halnya dengan institusi pendidikan lain di Indonesia. Hal itu dapat berpotensi menimbulkan penyimpangan dan ketidaksesuaian.

Anis mengatakan bahwa program pendidikan militer tersebut bisa jadi menyalahi hak-hak dasar karena tak sejalan dengan pedoman dan prinsip proteksi terhadap anak.

“Dan kemungkinan besar dapat menyalahi hak-hak dasarnya sebab dalam prinsip pengajaran untuk anak-anak sesuai dengan konvensi tentang pelindungan anak atau CRC (Komite Hak Anak), yang telah disetujui oleh pemerintah Indonesia dan diimplementasikan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, mencantumkan pentingnya memprioritaskan kesejahteraan terbaik bagi si anak,” jelas Anis.

“Serta langkah mengekspos anak-anak yang dianggap memiliki masalah ke barak tentara, ini adalah sebuah keputusan tanpa dasar penelitian,” jelasnya.

Walaupun menghadapi banyak kritik, Dedi Mulyadi masih mengejar program pelatihan militer untuk para murid yang bandel.

Uji coba sudah dimulai setelah mengirimkan 39 pelajar SMP yang dinilai memiliki masalah ke Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Armed 9 di Bungursari, Purwakarta, Jawa Barat, pada hari Kamis (1/5/2025).

Selanjutnya, diikuti oleh 30 siswa lainnya yang ditempatkan di Rindam III/Siliwangi, Bandung, Jawa Barat guna menempuh pendidikan ber karakter tersebut.

Pada hari Selasa tanggal 6 Mei 2025, terdapat 30 pelajar berasal dari beberapa sekolah yang ditempatkan di Batalyon Infanteri Raider 300/Braja Wijaya di kabupaten Cianjur, Jawa Barat untuk mendapatkan pendidikan dan latihan tambahan.

Para siswa yang sedang menempuh pendidikan berkarakter di markas TNI tersebut akan ditemani oleh seorang psikolog dan tenaga medis guna memastikan bahwa segala aspek emosional maupun fisikal tetap terjaga dengan baik.

Baru-baru ini, 40 siswa sekolah menengah pertama (SMP) yang bakal menginap di barak militer di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, juga telah melaksanakan sejumlah uji kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Umar Wirahadikusumah pada hari Rabu, tanggal 7 Mei 2025.

Melalui program pendidikan militernya, Dedi Mulyadi menginginkan terbentunya rasa disiplin serta penataan gaya hidup dalam mendirikan karakter bagi para remaja yang sukar dikendalikan baik di kalangan keluarga ataupun institusi pendidikan.

Berikut ini adalah kriteria umum bagi para pelajar yang dianggap berisiko atau bandel dan layak ikut serta dalam program tersebut sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran Gubernur No.: 43/PK.03.04/KESRA.

Antara lain adalah kerap terlibat dalam bentrokan antarpelajar, ketagihan memainkan game, merokok, minum alkohol, balapan sepeda motor, mengganti knalpot dengan yang bocor, serta tingkah laku negatif lainnya.


(*/)

Artikel sudah tayang di
tribunnews.com


Baca berita
TRIBUN MEDAN
lainnya di
Google News


Periksa juga berita atau detail tambahan di
Facebook
,
Instagram
dan
Twitter
dan
WA Channel


Berita viral lainnya di
Tribun Medan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com