Mantan Bupati Rudy Gunawan: Suara Kritis yang Bikin Garut Selalu ‘Hangat’ Kenapa Kritikan Ini Tak Pernah Mati?

Mantan Bupati Rudy Gunawan: Suara Kritis yang Bikin Garut Selalu ‘Hangat’ Kenapa Kritikan Ini Tak Pernah Mati?



– Nama Rudy Gunawan kembali mengemuka dalam perbincangan publik, memicu perhatian yang tak terelakkan setelah serangkaian pernyataan tajam yang ia lontarkan dalam sebuah pernyataan terbuka baru-baru ini. Meski telah mengakhiri masa jabatannya sebagai Bupati Garut, suara kritis Rudy masih memiliki daya tarik yang luar biasa. Sebagai figur yang pernah memimpin daerah tersebut selama dua periode, pandangan Rudy mengenai dinamika pemerintahan Garut tetap menggema, mengundang respons beragam baik dari kalangan masyarakat maupun pemerhati politik.

Rudy Gunawan menyebut bahwa dia dianggap tidak berhasil dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai Bupati Garut, terlebih dalam usaha untuk menurunkan tingkat kemiskinan di wilayah itu. Dia berkata, “Dianggap gagal menjadi Bupati Garut dikarenakan masih ada sekitar sepuluh persen penduduk Garut yang tertimpa belenggu kemiskinan.”

Namun, hal yang lebih menarik perhatian publik adalah kritik tajam Rudy Gunawan terhadap mekanisme pengawasan dalam birokrasi pemerintahan Garut. Menurutnya, selama masa jabatannya, pengawasan terhadap penggunaan anggaran dan pelaksanaan kegiatan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sebagai seorang pemimpin yang pernah berhadapan langsung dengan dinamika birokrasi, Rudy menyampaikan pandangannya dengan tegas: “Sering kali kritik yang datang hanya diarahkan kepada saya sebagai Bupati, padahal seharusnya pengawasan utama harusnya diberikan kepada birokrat yang memegang kendali anggaran.” Dalam hal ini, Rudy menggugah kesadaran publik tentang pentingnya peran pengawasan yang lebih transparan dan objektif terhadap birokrasi, yang dalam pandangannya, kurang mendapat sorotan yang seimbang.

Tidak hanya soal pengawasan, Rudy Gunawan juga menyoroti kebijakan-kebijakan yang diambil setelah masa jabatannya berakhir, dengan menyebutkan secara khusus program pembangunan jalan Garut-Sukawening (GSW). Program strategis yang sudah mencapai kemajuan sejauh dua kilometer ini, menurut Rudy, mengalami perubahan anggaran yang cukup signifikan. Dalam anggaran perubahan 2024, alokasi dana untuk proyek ini dihapus, dan dana tersebut dialihkan untuk program-program lain yang dipecah pecah menjadi program 200 jutaan. Bahkan, lebih mengherankan lagi, program GSW tersebut sama sekali tidak mendapat anggaran pada tahun 2025, dengan alasan yang terdengar menggelisahkan: “kekurangan dana” dan meningkatnya permintaan pokok pikiran (pokir) dari berbagai pihak.

Pernyataan Rudy Gunawan ini memicu diskusi yang lebih luas mengenai cara kerja penyaluran dana dan manajemen aset lokal, yang pada akhirnya menyoroti perlunya fokus tambahan pada konsep kesempatan sama dan perkembangan berkelanjutan. Pertanyaan penting juga timbul: Di belakang pergantian keputusan tersebut, apa sesungguhnya yang sedang berlangsung? Adakah elemen-elemen spesifik yang membuat proyek-proyek utama menjadi tertunda atau tidak dipertimbangkan?

Bukan hanya itu saja, Rudy Gunawan juga secara cermat meminta maaf apabila ada kata-kata yang ia sampaikan yang mungkin tidak disukai oleh beberapa pihak. “Semua hal yang saya bagikan hanyalah cermin dari masa laluku dan aku merasa penting untuk diberitahu demi menciptakan pemahaman yang lebih lengkap mengenai sejarah kepemimpinan di daerah Garut,” tuturnya dengan nada yang jauh lebih introspektif. Permintaan maaf tersebut menjadi bukti kearifan politiknya; walaupun dia melakukan kritik, namun tetap menjaga sikap terbuka serta penghargaan pada sudut pandang orang lain. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com