,
Jakarta
Koalisi Sumatera Terang bagi Energi Hijau (STuEB) mengungkapkan 15 tuduhan terkait hal tersebut.
kejahatan lingkungan
yang dijalankan oleh delapanunit pembangkit listrik berbasis uap (صندVMLINUX
PLTU
) batubara di Pulau Sumateran. Laporannya dikirimkan ke Direktorat Jenderal Penegakan Hukum pada Kementerian Lingkungan Hidup (
KLH
pada hari Senin, tanggal 5 Mei 2025.
“We have identified not only these eight power plants but also an estimated 25 others across Sumatra that may be engaging in similar practices. Meanwhile, Indonesia is aggressively pursuing its energy transition goals,” ujar Ali Akbar, koordinator STuEB.
STuEB adalah kombinasi dari 15 lembaga swadaya masyarakat di Pulau Sumatera yang telah mengawasi manajemen lingkungan sembilan pembangkit listrik tenaga uap bertenaga batubara di Pulau Andalas dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan temuan mereka yang dikumpulkan antara Februari dan April 2025, ditemukan sejumlah transgresi.
Pengaduan dilaporkan secara bersama-sama menggunakan platform daring yang disiapkan oleh KLH. Lapornya datang dari beberapa grup di berbagai daerah, antara lain: Jambi (2 laporan), Sumatera Selatan (2 laporan), Aceh (2 laporan), Lahat (2 laporan), Bengkulu (2 laporan), Sumatera Barat (3 laporan), Sumatera Utara (1 laporan), serta Lampung (1 laporan).
Rahmat Syukur dari Yayasan Apel Green Aceh menyebutkan bahwa program pemerintah tentang perpindahan ke sumber daya energi alternatif yang menerapkan sistem tersebut diketengahkan untuk digunakan.
co-firing
Atau mencampurkan batubara dengan biomassa seperti serbuk gergaji justru membahayakan hutan yang masih ada dan mendorong deforestasi berlanjut.
“Dilakukan pantauan di sejumlah titik penerimaan pasir atau debu kayu yang dibawa ke pembangkit listrik tenaga uap batubara dikelola oleh PT PLN Nusantara Power; kayu tersebut diduga berasal dari area hutan termasuk kawasan hutan produksi terbatas, hutan produksi dan juga kawasan hutan lindung,” jelasnya.
Menurut dia, program transisi energi yang merusak hutan tidak dapat menjawab tantangan perubahan iklim; justru hal itu membawa bahaya baru bagi warga serta lingkungan. Dia melanjutkan dengan menyatakan, “Kami berharap pemerintah secara tegas mengakhiri atau mencabut operasional pembangkit listrik tenaga batu arang dan mulai menuju sumber daya energi terbaharui.”
PLTU Nagan Raya 1 dan 2 untuk batubara sedang berlangsung
co-firing
Dengan menggunakan bubuk kayu yang diperoleh dari kawasan hutan produksi terbatas (KHT) di Desa Alue Rambot serta disuplai oleh PT Kurma Karya Global dan PT Palma Banna Mandiri. Koalisi mengungkapkan bahwa hal tersebut bisa berakibat pada dampak negatif lingkungan seperti pencemaran alam, hilangnya biodiversitas, erosion tanah, bahkan longsoran dan banjir karena deforestasi.
Ekskresi Limbah FABA Tak Mengikuti Ketentuan
Di kawasan Bengkulu, pengelolaan limbah fly ash dan bottom ash (FABA) dilakukan di tiga tempat yang berada pada zona rawa-rawa dan area banjir, sekaligus menjadi sumber infiltrasi air tanah, tanpa adanya implementasi lapisan pelindung terhadap bocornya zat-zat tersebut. Praktik ini tidak sesuai dengan ketetapan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 19 Tahun 2021.
Pengawasan operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap batubara di Keban Agung, Lahat, mengidentifikasi pelanggaran dalam penanganan abu fly (FABA). Misalnya, transportasi FABA dilakukan tanpa tutup terpal serta lokasi pembuangannya berdekatan dengan Sungai Kahang. Hal ini memicu kekhawatiran tentang efektivitas dokumen RKL-RPL dan AMDAL.
Di sisi lain, di daerah Sumatera Barat, berdasarkan pengawasan yang dilakukan oleh LBH Padang pada PLTU Batu Bara Ombilin, telah terjadi pencemaran air, penurunan mutu udara, dan meningkatnya tingkat kebisingan karena operasional PLTU tersebut. Pelanggaran diperkirakan telah terjadi sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 15 Tahun 2019 serta Pasal 53 ayat (1) dan (2), bersama-sama dengan Pasal 69 ayat (1) UU PPLH.
Alfi Syukri dari LBH Padang menyatakan bahwa pemerintah harus bertindak untuk menjaga kebersihan udara dan dengan cepat mencabut operasi pembangkit listrik tenaga uap menggunakan batubara yang bermasalah tersebut. Dia juga menambahkan, “Apabila ditemukan pelanggaran, berilah hukuman yang keras tanpa pengecualian. Pemimpin tidak boleh biarkan penduduk, terlebih lagi masyarakat di Sijantang Koto, tetap bernapas dalam polutan yang membahayakan kesejahteraan mereka,” ungkap Alfi.
Dia menambahkan pula bahwa bila PLTU Batu Bara Ombilin tak segera memperbaiki dirinya, pensiun dini harus dilaksanakan karena Menteri ESDM sudah mencantumkan bahwa PLTU Batu Bara Ombilin termasuk dalam jajaran pembangkit listrik tenaga uap batubara yang akan disetujui untuk pensiun.
“Menjaga sumber energi lama yang merusak alam justru akan memperparah masalah perubahan iklim serta berbahaya bagi masyarakat. Semakin segera kita hentikan, semakin tinggi kesempatan untuk rakyat bisa bernapas dengan baik dan proses penyelesaian krisis iklim menjadi lebih cepat,” tegasnya.
Laporan oleh Sumsel Bersih juga menggarisbawahi dampak negatif terhadap sumber-sumber air bersih karena perpindahan dan penutupan saluran anak sungai Niru serta kerusakan hutan Bukit Kancil sebagai area infiltrasi air akibar pembangunan PLTU batubara Sumsel 1.