.CO.ID – JAKARTA.Kinerja PT Timah Tbk (TINS) dianggap masih menjanjikan hingga akhir tahun 2025 dan seterusnya. Hal ini terjadi setelah adanya limpahan enam smelter dari pemerintah.
Sebagai informasi, pemerintah menyerahkan aset barang rampasan negara (BRN) berupa enam smelter kepada TINS. Enam smelter tersebut sebelumnya disita oleh negara karena terbukti melakukan kegiatan tambang ilegal di kawasan PT Timah, Kepulauan Bangka Belitung.
Nilai aset yang disita berupa enam smelter mencapai Rp 6 triliun hingga Rp 7 triliun, belum termasuk kandungan tanah jarang (rare earth) atau monazit yang harganya bisa jauh lebih tinggi. Harga monazit disinyalir mencapai US$ 200.000 per ton.
Analisis Peneliti Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer menyatakan,limpahan enam smelter ke TINS jelas berperan sebagai pemicu utama yang mampu memperkuat posisi mereka dalam industri timah nasional.
Nilai aset yang cukup besar (Rp 6 triliun hingga Rp 7 triliun) juga berpeluang meningkatkan kapasitas produksi dan efisiensi, bila diintegrasikan secara baik ke dalam rantai produksi mereka.
Meskipun demikian, perlu juga diperhatikan mengenai biaya modernisasi fasilitas, efisiensi operasional, serta penyesuaian teknis dari aset yang sebelumnya tidak dikelola langsung oleh TINS.
“Memang perlu dilihat terlebih dahulu perkembangan integrasi (dari smelter limbah) ke depannya bagaimana,” katanya kepada , Selasa (7/10).
Analisis dari Edvisor Profina Visindo, Indy Naila menyebutkan, kelebihan aset tersebut memberi peluang bagi TINS untuk memperluas kapasitas produksi timah. Dengan situasi yang didukung oleh permintaan timah yang masih tinggi, hal ini nantinya dapat meningkatkan kinerja keuangan serta saham perusahaan.
“Namun, belanja modal (capital expenditure/capex) nanti juga akan menjadi sangat tinggi, sehingga terdapat risiko pula dari segi operasional dan regulasi,” katanya kepada , Selasa.
Prospek dan Rekomendasi
Miftahul mengamati, secara operasional, target produksi TINS pada tahun 2025 sekitar 21.500 ton. Namun, pencapaian produksi TINS di semester I lalu masih relatif rendah, turun sekitar 29%year on year(YoY) dan masih terdapat tekanan dari segi volume serta harga.
“Maka, meskipun kelebihan aset ini dapat menjadi pemicu pemulihan yang cukup kuat, dampak positifnya lebih terasa dalam jangka menengah hingga panjang,” katanya.
Peningkatan harga saham TINS yang terjadi belakangan lebih banyak dipengaruhi oleh antusiasme pasar. Miftahul menyarankan untuk memegang saham TINS dengan target harga Rp 2.900 hingga Rp 3.000 per saham karena permintaan terhadap saham tersebut masih tinggi.
“Namun, ada risiko profit takingyang juga perlu diwaspadai dengan kenaikan yang cukup signifikan,” katanya.
Kepala Informasi Investasi Senior Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta menganggap, kenaikan saham TINS memang dipengaruhi oleh komitmen pemerintah dan manajemen perusahaan dalam menyelesaikan kasus korupsi yang terjadi di dalam badan perusahaan.
Pengalihan aset yang disita oleh negara ke TINS juga merupakan bagian dari proses hukum yang sedang berlangsung.
“Wajar saja jika harganya melonjak. Sudahextremely overbought,kemungkinan kenaikannya masih terbatas,” katanya kepada , Selasa (7/10/2025).
Meskipun demikian, saham TINS saat ini dinilai sudah overbought,sehingga para investor disarankan untuk mengawasi pergerakan saham dan kinerja perusahaan.
Nilai saham saat ini sudahovervalued.“Jika kelebihan aset tersebut telah terwujud dalam kinerja TINS, nanti bisa menjadi faktor positif yang mendorong peningkatan kinerja dasar di masa depan,” katanya.
Senada, Indy menyatakan bahwa harga saham TINS hanya dipengaruhi oleh berita positif dan belum terlihat dari laporan keuangan mereka.
“Maka, perlu dilakukan pemantauan berkala terhadap pelaksanaan proyek-proyek TINS,” katanya. Indy kemudian menyarankanbuy on weaknessuntuk TINS dengan harga target Rp 2.800 per saham.