Kilas Balik: MK Dulu Tolak Gugatan Batas Usia, Kini Kemenaker Ingatkan Tak Ada Diskriminasi dalam Perekrutan

Kilas Balik: MK Dulu Tolak Gugatan Batas Usia, Kini Kemenaker Ingatkan Tak Ada Diskriminasi dalam Perekrutan





,


Jakarta


– Menteri Ketenagakerjaan (
Menaker
Yassierli menginginkan agar tak terjadi diskriminasi berdasarkan umur saat mencari pekerjaan. Dia menegaskan bahwa setiap individu harus diberi peluang yang sama untuk bisa berkarir.


“Kami menginginkan keadilan tanpa diskriminasi. Kami berharap seluruh posisi pekerjaan tersedia untuk setiap orang,” ungkap Yassierli pasca acara Quo Vadis Ojek Online: Status, Perlindungan, dan Masa Depan yang diselenggarakan di Jakarta pada hari Kamis, tanggal 8 Mei 2025, sebagaimana dilansir dari


Antara


.


Dia mengatakan bahwa Kemnaker akan meninjau regulasi berkaitan dengan penghalang-penghalang semacam itu seperti batasan umur kerja. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan peluang bagi orang-orang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan.


“Oleh karena itu, setiap orang memiliki peluang yang sama untuk berkarir,” ungkap Yassierli. Komentarnya ini berkaitan dengan instruksi dari Pemerintah Provinsi (Pemrov) Jawa Timur yang telah mengeluarkan surat edaran (SE) menentang penerapan diskriminasi berdasarkan umur pada proses seleksi karyawan baru.


Sekarang ini, aturan tentang pembatasan umur pada saat perekrutan pekerja sudah dipersoalkan di hadapan Mahkamah Konstitusi (MK). Pengaduan itu disampaikan oleh seorang pegawai swasta yang bernama Leonardo Olefins Hamonangan.


Pemohon mengevaluasi keabsahan pasal 35 ayat (1) dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). Isi pasal ini adalah: ”


Pemberi kerja yang menginginkan tenaga kerja bisa menarik karyawan langsung sesuai kebutuhan mereka atau dengan bantuan agen penempatan tenaga kerja.


”.


Menurut Leonardo, Pasal 35 ayat (1) dari Undang-Undang Ketenagakerjaan mengizinkan perusahaan untuk menetapkan kriteria perekrutan pekerja. Ia menyatakan bahwa pasal ini bisa memicu praktik ketidakadilan di kalangan pengusaha, misalnya dengan menerapkannya sebagai syarat penentuan umur maksimum, asumsi tentang tingkat pendidikan, serta jumlah tahun bekerja sebelumnya.


Leonardo menilai syarat lowongan kerja seperti itu membuat dirinya dan calon pekerja lain menemui hambatan lantaran tidak memenuhi kualifikasi awal. Dia menyebut persyaratan kerja yang diskriminatif telah merenggut hak asasi manusia (HAM) dan menambah jumlah pengangguran di Indonesia.


MK menyatakan penolakan atas permohonan uji materi Pasal 35 ayat (1) dari UU Ketenagakerjaan yang disampaikan oleh Leonardo. Alasannya, MK merujuk pada definisi diskriminasi terkait HAM yang sudah ditetapkan dalam Pasal 1 angka 3 dari Undang-Undang No. 39 tahun 1999 mengenai Hak Asasi Manusia (UU HAM).


Menurut pasal dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia itu, tindakan diskriminatif muncul apabila ada pencegahan, penolakan, atau perlakuan merendahkan yang dilakukan berdasarkan variasi antara individu seperti aspek keagamaan, ras, etnisitas, afiliasi kelompok, tingkat kelas ekonomi, posisi social, gender, dialek, serta pandangan politik. Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi menafsirkan bahwa kata ‘diskriminasi’ tidak mencakup faktor umur tertinggi, riwayat pendidikan, ataupun jam terbang profesional.


Tak hanya itu,
MK
juga menegaskan bahwa Pasal 32 ayat (1) dan (2) dari Undang-Undang Ketenagakerjaan sudah merumuskan aturan tentang penempatan pekerja atau buruh agar dapat melindungi hak-hak dasarnya. Selain itu, pasal 5 dalam undang-undang yang sama juga telah memberikan larangan terhadap Diskriminasi terhadap pekerja atau buruh.


“Oleh karena itu, permintaan penggugat tidak memiliki dasar yang sah secara hukum,” kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat mengucapkan pertimbangan hakim dalam sidang pleno MK di ruang sidang utama MK, Jakarta, pada hari Selasa, tanggal 30 Juli 2024.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com