Ada banyak pola asuh yang bisa diterapkan orang tua dalam membesarkan anaknya. Namun, belum tentu setiap pola asuh bisa bikin anak sukses ya, Bunda.
Pola asuh bisa memiliki kelebihan dan kekurangan. Bila tidak dipahami lebih dalam, pola asuh yang diterapkan oleh orang tua malah bisa jadi boomerang ke tumbuh kembang anaknya.
Lantas, apa pola asuh terbaik yang bisa bikin anak sukses menurut pakar ya? Simak penjelasan dari Bubun berikut ini!
Pola asuh baru terbaik menurut pakar
Tokoh terkenal dalam pengasuhan anak dan penulis buku
Foundation
, Reem Raouda, belum lama ini mengenalkan pola asuh yang disebut
emotional safe parenting
atau pola pengasuhan anak yang aman secara emosional. Pola asuh ini ditemukan setelah bertahun-tahun ia mempelajari studi pada lebih dari 200 hubungan orang tua dan anak, serta mempraktikkan kebiasaan yang baik dengan anaknya sendiri.
Pola asuh yang aman secara emosional memiliki tujuan yang selaras dengan kebutuhan emosional anak. Seperti pengasuhan yang penuh wibawa, pola asuh ini menetapkan batasan yang jelas dan mendorong kemandirian. Dalam pola asuh ini, orang tua didorong untuk fokus pada penyesuaian emosional, kesadaran diri, dan penyembuhan batin.
“Saya mengajarkan orang tua tidak hanya cara mengelola perilaku anak-anak mereka, tetapi juga membantu mereka membangun ketahanan emosional, kepercayaan, dan hubungan melalui percakapan yang terbuka dan jujur,” kata Raouda, dilansir
CNBC Make It.
Tanda orang tua yang ‘aman’ secara emosional
Untuk menerapkan pola asuh ini, Bunda dan Ayah perlu mengenali dulu ciri perilaku yang ‘aman’ secara emosional. Berikut tanda orang tua ‘aman’ secara emosional:
- Orang tua menerima emosi anak tanpa terburu-buru untuk memperbaiki atau mengabaikannya.
- Orang tua menanggapi tanpa mempermalukan anaknya, menghindari frasa yang meremehkan atau membuat anak merasa bersalah.
- Orang tua memandang perilaku ‘buruk’ (misalnya, berteriak dan memukul) sebagai sinyal stres, bukan pembangkangan. Orang tua bertanggung jawab setelah konflik dengan meminta maaf dan berhubungan kembali dengan anaknya, bukan menghukum atau menarik diri.
-
Orang tua melakukan aktivitas menulis jurnal, menjalani terapi atau
mindfulness
, bukan untuk mencari ketenangan sesaat, tetapi agar tidak terlalu reaktif sejak awal. - Orang tua menciptakan lingkungan tempat anak merasa aman bila ingin mengekspresikan emosinya yang besar, mengajukan pertanyaan, dan menunjukkan diri mereka yang sebenarnya.
- Orang tua merangkul anak secara keseluruhan, menunjukkan penerimaan yang konsisten terhadap sifat-sifat yang mudah dan sulit, bukan hanya versi yang dianggap ‘berperilaku baik’.
- Orang tua memimpin dengan otoritas yang tenang, memegang batasan tanpa rasa takut, sambil menyambut anak yang sedang emosi dengan kasih sayang dan kejelasan.
Cara mempraktikkan pola asuh yang aman secara emosional
Berikut cara mempraktikkan pola asuh yang aman secara emosional ke anak:
1. Memperbaiki diri sendiri terlebih dulu
Pola asuh yang aman secara emosional dimulai dari orang dewasa, bukan anak. Bunda dan Ayah perlu membiasakan diri untuk merenungkan bagaimana masa kecil yang pernah dijalani dan mencari pemicu emosional yang bisa membentuk perilaku anak saat ini.
Saat sedang marah, jangan coba untuk mengendalikannya. Coba untuk menyadari apa yang Bunda rasakan atau coba untuk memahaminya.
“Sebelum mengoreksi anak, tanyakan pada diri sendiri, ‘Bagian mana dari diri saya yang merasa terancam saat ini?’,” ujar Raouda.
Jika Bunda menyadari diri sendiri mengulangi sesuatu yang dikatakan orang tua Bunda, maka coba pikirkan, “Apakah ini cara yang saya ingin tunjukkan kepada anak saya?”.
2. Anggap perilaku sebagai sinyal, bukan ancaman
Alih-alih memandang perilaku buruk sebagai sikap tidak hormat, orang tua yang aman secara emosional melihatnya sebagai komunikasi atau permintaan dukungan. Misalnya, jika seorang anak membanting pintu, anggaplah mereka mungkin merasa kewalahan, daripada menganggap mereka bersikap kasar.
Dalam hari, tanyakan kepada diri sendiri, “Apa yang coba disampaikan dari perilaku anak kepada Bunda?” alih-alih, “Bagaimana cara menghentikannya?”.
Saat melihat anak berperilaku buruk, tanggapi dengan rasa ingin tahu alih-alih langsung memberikan konsekuensi. Bunda juga bisa menanyakan ke anak secara langsung, seperti “Bisakah kamu membantu Bunda memahami apa yang terjadi?” atau, “Apa yang kamu rasakan saat itu terjadi?”.
3. Tetapkan batasan dengan empati, bukan kontrol
Batasan memang perlu, tetapi Bunda tidak perlu menetapkannya dengan rasa takut atau malu. Orang tua yang aman secara emosional memegang batasan yang tegas sambil tetap terhubung secara emosional dengan anaknya.
Ada beberapa kalimat terbaik yang bisa Bunda katakan ke anak dalam beberapa situasi, seperti:
- Untuk tetap konsisten sambil tetap menunjukkan empati, coba katakan, “Bunda mengerti kamu kesal, tetapi jawabannya tetap tidak.”
- Bunda juga bisa menawarkan dukungan, bukan sekadar koreksi, seperti “Ini sulit. Tapi Bunda di sini untuk membantumu mencari solusi.”
- Memberikan validasi perasaan tanpa mengubah batasan, “Kamu frustrasi karena ini tidak berjalan sesuai keinginanmu.”
4. Mencegah rasa malu muncul
Pengasuhan yang aman secara emosional bukan tentang menjadi sempurna. Pola asuh ini tentang mencontohkan seperti apa memperbaiki diri dengan sehat.
Alih-alih menyalahkan atau menarik diri, Bunda dapat menjalin kembali hubungan setelah masa-masa sulit dan menunjukkan kepada anak bahwa konflik tidak harus berujung pada rasa malu hingga memutus hubungan. Beberapa contoh kalimat yang bisa Bunda terapkan dalam poin ini, seperti:
- Mengakui kesalahan Bunda dan tidak menyalahkan anak atas reaksinya. Misalnya dengan berkata, “Bunda seharusnya tidak berteriak. Itu tidak baik, dan Bunda minta maaf ya.”
- Memberikan validasi perasaan sambil tetap mengkoreksi, seperti “Tidak apa-apa merasa marah, tetapi kita perlu menemukan cara yang lebih aman untuk menunjukkannya daripada memukul.”
- Memulihkan hubungan sebelum memecahkan masalah, seperti “Mari kita tarik napas dalam-dalam bersama, lalu kita bisa membicarakan apa yang terjadi.”
Bunda perlu tahu, dalam pola asuh baru ini, komunikasi adalah kunci penting. Cara Bunda dan Ayah berbicara kepada anak akan menjadi cara mereka berbicara kepada diri mereka sendiri.
“Orang tua yang aman secara emosional menyadari bahwa nada bicara, kata-kata, dan reaksi mereka akan membentuk anak dalam memandang dirinya sendiri, terutama di masa-masa sulit,” ungkap Raouda.
“Saya selalu memberi tahu orang tua bahwa anak yang merasa aman secara emosional tumbuh menjadi orang dewasa yang dapat mengatur emosi mereka, membangun hubungan yang sehat, memercayai diri mereka sendiri, dan hidup dengan percaya diri,” imbuhnya.
Pilihan Redaksi
|
Bagi Bunda yang mau
sharing
soal
parenting
dan bisa dapat banyak
giveaway,
yuk
join
komunitas Squad. Daftar klik
di SINI.
Gratis!