ICW Ungkap 5 Kecurigaan Proyek Chromebook Rp9,9 Triliun, Butuh Penyelidikan Nadiem

ICW Ungkap 5 Kecurigaan Proyek Chromebook Rp9,9 Triliun, Butuh Penyelidikan Nadiem

.CO.ID, JAKARTA — Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut secara menyeluruh perkara dugaan korupsi dalam program dengan nilai anggaran Rp 9,9 triliun sepanjang 2019-2023 di Kemendikbudristek. ICW menilai, tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) juga harus memeriksa para Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

Dalam pernyataan resminya, ICW juga menilai, kasus tersebut perlu turut meminta pertanggungjawaban hukum terhadap Nadiem Makarim yang saat itu menjabat sebagai mendikbudristek. ICW menegaskan, perkara ini tak boleh cuma menyasar pertanggung jawaban para staf ahli menteri.

“Pihak lain dari pelaku pengadaan yang perlu diperiksa oleh penyidik Kejagung (Jampidsus) di antaranya yaitu PPK, KPA, dan Nadiem Makarim selaku menteri atau pengguna anggaran,” begitu pernyataan ICW yang dikutip dari laman resminya, Ahad (8/6/2025).

Sejak kasus tersebut meningkat ke level penyidikan, pengusutan yang dilakukan di Jampidsus seperti mengincar tiga staf khusus dan tim teknis yang menjadi lingkaran utama Menteri Nadiem. Tiga staf khusus dan tim teknis tersebut adalah Fiona Handayani (FH), Juris Stan (JS), dan Ibrahim Arif (IA).

Penyidik bahkan sampai melakukan penggeledahan di rumah tinggal dan apartemen ketiga staf khusus dan tim teknis pengadaan laptop chromebook tersebut. Bahkan pada Kamis (5/6/2025), penyidik Jampidsus melayangkan status cegah terhadap tiga nama itu.

Sementara terhadap Nadiem, selaku menteri, sekaligus pengguna anggaran program digitalisasi pendidikan tersebut, belum pernah sekalipun diperiksa penyidik. Padahal menurut ICW, staf khusus sebetulnya tak memiliki kewenangan langsung dalam proses perencanaan hingga pelaksanaan pengadaan barang maupun jasa di kementerian.

Kata ICW, dalam pengadaan barang maupun jasa di atas Rp 200 juta di kementerian, otoritas sentral yang berwenang adalah PPK. “PPK yang bertanggung jawab melakukan pelaporan kepada pengguna anggaran (menteri) atau kuasa pengguna anggaran yang ditunjuk oleh menteri. Sehingga peran staf khusus dalam pengadaan ini, perlu diusut, dan ditelusuri siapa pemberi perintah atau pesan, dan bagaimana staf khusus melakukan perannya tersebut,” begitu menurut ICW.

Menurut lembaga pemantau korupsi itu, pun peran Nadiem sebagai menteri ketika itu patut ditelusuri. Karena Nadiem, kata ICW, semestinya menjadi otoritas tertinggi di Kemendikbudristek yang menandatangani spesifikasi laptop chromebook itu. “Penentuan spesifikasi laptop tertera dalam lampiran Permendikbud Nomor 5 tahun 2021 yang menteri Nadiem Makarim tanda tangani,” kata ICW.

Dari penelusurannya, ICW pun menyampaikan beberapa kejanggalan-kejanggalan terkait program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek yang didalamnya memuat tentang pengadaan laptop chromebook.


Lima kejanggalan

ICW menyampaikan, pada 2021 bersama Komite Pemantau Legislatif (Kopel) sudah mewanti-wanti pemerintah soal program digitalisasi pendidikan tersebut. “Kami saat itu mendesak agar Kementerian Pendidikan menghentikan, dan mengkaji ulang rencana belanja laptop di tengah pandemi Covid-19 ketika itu,” begitu kata ICW yang dikutip dari lama resmi lembaga pemantau korupsi tersebut, Ahad (8/6/2025).

Dalam kajiannya, ICW menyampaikan lima hal yang menjadi dasar bagi kementerian untuk menghentikan dan mengevaluasi program belanja negara saat itu. Pertama, menyangkut soal pengadaan laptop dan perangkat-perangkat teknologi informasi serta komunikasi untuk pelayanan pendidikan yang pada saat itu bukan prioritas. Karena menurut ICW, saat itu situasi nasional dalam keadaan darurat Covid-19.

Kedua, menyangkut soal penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik. Menurut ICW, penggunaan DAK tersebut menyalahi Peraturan Presiden (Perpres) 2020 tentang Petunjuk Teknis DAK Fisik. Dikatakan ICW, penggunaan DAK Fisik semestinya berdasarkan dari pengusulan tingkat bawah atau pemerintah daerah. Namun dalam realisasi pengadaan laptop chromebook ketika itu, penggunaan DAK ditentukan oleh dan atas kebijakan kementerian.

“Penggunaan DAK seharusnya diusulkan dari bawah atau bottom up, bukan tiba-tiba diusulkan dan menjadi program kementerian,” begitu kata ICW. Dalam pencairan DAK, pun mengharuskan adanya daftar sekolah penerima bantuan yang menyampaikan kebutuhannya. Namun dalam realisasi distribusi penerimaan laptop chromebook ketika itu, tak berbasis pada sekolah-sekolah mana yang membutuhkan dan menyampaikan kebutuhannya.

Selanjutnya, menurut ICW, dalam rencana pengadaan laptop chromebook ketika itu, tak berdasarkan pada proses tender melalui sistem informasi rencana umum pengadaan (SIRUP). Akan tetapi, pengadaan ketika itu dilakukan melalui metode pemilihan penyedia e-purchasing yang tak bisa diketahui oleh publik.

Keempat, dasar penentuan spesifikasi laptop yang diadakan mengharuskan sistem operasi atau OS Chromebook. Akan tetapi laptop dengan spesifikasi sistem operasi tersebut tak sesuai dengan kebutuhan. Terutama, dikatakan ICW, untuk sekolah-sekolah penerima bantuan yang berada di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Karena di wilayah 3T tersebut, penerimaan laptop chromebook tersebut tak berguna lantaran laptop tersebut berbasis pada jaringan internet.

“Telebih sudah ada uji coba penggunaan laptop chromebook pada 2019 yang menghasilkan kesimpulan bahwa chromebook tidak efisien,” menurut ICW. Namun menurut ICW, menjadi pertanyaan selama ini, mengapa mendikbudristek Nadiem Makarim pada saat itu, tetap memutuskan untuk menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan (Permendikbud) 5/2021 tentang pelaksanaan pengadaan chromebook tersebut.

Kelima, kata ICW, pengadaan laptop chromebook tersebut, pun menutup ruang persaingan kompetitif dari para vendor. Karena dikatakan, dengan mengharuskan chromebook sebagai barang yang harus dipenuhi hanya mengerucut pada penunjukan vendor-vendor tertentu sebagai pemenang pengadaan.

Dalam data ICW, ada enam vendor pelaksana chromebook tersebut. Di antaranya, PT Zyrexindo Mandiri Buana atau Zyrex, PT Supertone, PT Evercross Technology Indonesia, Acer Manufacturing Indonesia atau Acer, PT Tera Data Indonesia atau Axio, dan PT Bangga Teknologi Indonesia atau Advan. Menurut ICW, penyedia barang yang terbatas pada chromebook tersebut bertentangan dengan UU 5/1999 tentang persaingan usaha yang sehat. Dari kejanggalan-kejanggalan tersebut, ICW mendesak penyidik Kejagung untuk mengusut tuntas dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan tersebut.


Pemeriksaan Nadiem

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar pekan lalu menyampaikan, pemeriksaan terhadap Nadiem pasti akan dilakukan. Kata dia, tinggal menunggu waktu kapan tim penyidikan Jampidsus akan melayangkan surat pemanggilan. “Siapa, atau pihak manapun yang menurut penyidik sangat berkaitan dengan perkara ini, saya kira itu akan dilakukan (pemeriksaan). Karena itu adalah kebutuhan penyidikan,” ujar Harli saat ditemui di Kejagung, Jakarta, Selasa (3/6/2025).

Harli menerangkan, sebagai mantan menteri, pun yang pernah menjadi otoritas tertinggi di Kemendikbudristek pada era terjadinya dugaan tindak pidana korupsi itu, tentu keterangannya dibutuhkan dalam penyidikan. “Harus dipahami, bahwa siapa, dan pihak manapun yang menurut penyidik mengetahui dan bisa membuat terang tindak pidana ini, tentunya keterangan dari yang bersangkutan akan sangat diperlukan,” ujar Harli.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com