JAKARTA,
– Ahli hukum dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Hibnu Nugroho, mengatakan bahwa sumber utama kejahatan dalam tindakan kriminal korupsi adalah pemberian suap atau gratifikasi.
Hal tersebut dijelaskan oleh Hibnu ketika menghadapi pertanyaan dari Arteria Dahlan, yang merupakan pengacara untuk terdakwa dalam kasus suap dengan vonis bebas yaitu Gregorius Ronald Tannur dan Lisa Rachmat.
Hibnu dipersembahkan sebagai pakar oleh jaksa penuntut umum.
“Pertanyaannya adalah apakah aturan tentang pemberian hadiah dalam dugaan tindakan kriminal korupsi tersebut telah sesuai atau belum?” tanyakan Arteria di Pengadilan TindakPidana Korupsijakarta Pusat,Senin(5/5/2025).
Hibnu selanjutnya mengatakan bahwa larangan penerimaan hadiah dalam UU Antikorupsi mencerminkan esensi perjuangan anti-rasuah.
Guru Besar Fakultas Hukum Unsoed tersebut menyatakan bahwa orang-orang yang terlibat dalam upaya mencegah korupsi menganggap gratifikasi sebagai sumber utama dari tindakan kriminal.
“Itu berasal dari situ, sumber korupsi itu ada pada pemberian dan terima suap,” kata Hibnu.
Dia kemudian menjelaskan bahwa saat seseorang memberikan sesuatu pada pejabat, tentunya orang tersebut memiliki maksud tertentu.
Dalam gratifikasi inilah, kata Hibnu, pemberi tidak mungkin melakukan tindakan tersebut tanpa tujuan.
Saat ini, sasaran tersebut berhubungan dengan posisi pejabat pemerintah yang mengambil keputusan.
“Maka pada kesempatan tersebut terjadi pembagian berdasarkan posisi atau profesi untuk melaksanakan tindakan yang kontradiktif dengan maksud pemberi,” jelas Hibnu.
Dengan demikikan, dalam pasal tentang gratifikasi yang terdapat pada Pasal 12 B UU Pemberantasan Tipikor, disebutkan bahwa penyampaian tersebut harus dilakukan ketika penerimanya sedang menjalankan tugas atau peran mereka di suatu institusi tertentu.
“Maka dalam mencegah tindakan kriminal korupsi, asal-usul permasalahan adalah adanya pemberian kenikmatan yang diartikan sebagai ‘Hanya hal biasa’, ‘Ini harta karun bagi anak shaleh’, atau ‘Alhamdulillah’,” jelas Hibnu.
Pada kasus tersebut, Zarof dituduhkan mencoba melaksanakan, membantu, atau merencanakan kejahatan dengan memberi suap kepada Hakim Agung Soesilo yang mengawaki sidang kasasi perkara Ronald Tannur.
Kasasi tersebut disajikan oleh Jaksa Penuntut Umum yang tidak setuju dengan vonis bebas untuk anak dari mantan anggota DPR RI di Pengadilan Negeri Surabaya, mengenai perkara pembunuhan atas nama Dini Sera Afrianti.
Juru keterangan mengatakan bahwa Zarof mendapatkan dana sebesar Rp 5 miliar dari Lisa dalam dua kali pembayaran, yaitu setiap kaliRp 2,5 miliar.
Upah tersebut ditujukan untuk membentuk jalannya sidang agar majelis kasasi membuat keputusan yang memperkuat vonis dari PN Surabaya.
Zarof dituntut karena menerima suap senilai Rp 915 miliar serta 51 kilogram emas.
Dana tunai serta barang-barang berharga senilai total Rp 1 triliun tersebut berhasil diamankan oleh tim jaksa ketika mereka melakukan pencarian di kediamannya yang terletak di daerah Senayan, Jakarta Pusat.