MAHKAMAH Konstitusi atau
MK
mengabulkan sebagian gugatan uji materi Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional atau UU Sisdiknas. MK memutuskan agar pemerintah pusat dan daerah menggratiskan sekolah negeri dan swasta untuk jenjang SD hingga SMP. Putusan soal
sekolah gratis
itu dibacakan dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa, 27 Mei 2025.
Gugatan itu diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) dan tiga pemohon atas nama Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum. Pemohon meminta MK memutuskan agar wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar yang dilaksanakan di sekolah negeri maupun sekolah swasta tak dipungut biaya.
Melalui putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024 itu, MK menyatakan frasa “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas telah menimbulkan multitafsir dan perlakuan diskriminatif sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.
Mahkamah mengubah norma frasa tersebut menjadi, “Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat.”
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan negara memiliki kewajiban konstitusional membiayai pendidikan dasar secara penuh sesuai dengan Pasal 31 ayat (2) UUD 1945. Menurut Mahkamah, selama ini pembiayaan wajib belajar hanya difokuskan pada sekolah negeri. Padahal secara faktual banyak anak mengikuti pendidikan dasar di sekolah swasta.
Lantas, apa dampak putusan MK tentang sekolah gratis itu terhadap anggaran negara?
Sri Mulyani Pelajari Putusan MK soal Sekolah Gratis
Menanggapi putusan MK itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang mempelajari putusan tersebut. Dia menyebutkan kementeriannya akan menggelar rapat khusus untuk membahas putusan MK itu, termasuk dampaknya terhadap anggaran.
“Pak Mendikdasmen (Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti) sudah membuat rapat, saya juga menyiapkan,” ujarnya saat ditemui sebelum rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, 2 Mei 2025, seperti dikutip dari
Antara
.
Selepas rapat terbatas dan setelah sesi konferensi pers, Sri Mulyani kembali menekankan beberapa menteri seperti dirinya, Mendikdasmen, dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mempelajari putusan MK tersebut dan dampaknya terhadap anggaran.
Namun Menkeu tak menjawab saat ditanya kapan rapat mengenai putusan MK itu digelar.
Abdul Mu’ti Bilang Perlu Merombak APBN
Mendikdasmen Abdul Mu’ti mengatakan pemerintah perlu merombak anggaran tengah tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menindaklanjuti putusan MK ihwal sekolah swasta gratis.
“Itu kan berarti harus perubahan anggaran tengah tahun kan. Itu berarti harus ada pembicaraan dengan Menteri Keuangan, termasuk dengan DPR,” kata Mu’ti setelah menghadiri peringatan Hari Lahir Pancasila di Gedung Pancasila, Jakarta Pusat, Senin, 2 Juni 2025.
Mu’ti mengatakan kementeriannya berkoordinasi terlebih dulu dengan Kemenkeu dan menunggu arahan dari Presiden sebelum menindaklanjuti putusan MK. “Yang kami pahami sebenarnya itu kan tidak menggratiskan semua pendidikan negeri dan swasta. Artinya, swasta itu masih boleh memungut dengan syarat ketentuan tertentu,” kata dia.
Dia menuturkan putusan MK bersifat final dan mengikat. Namun pemerintah harus berkoordinasi lintas kementerian untuk memastikan anggaran cukup. “Baru nanti kita menyusun skema kira-kira apa yang bisa kita lakukan untuk melaksanakan putusan MK ini,” ujarnya.
Kemendikdasmen Kelola Hanya Sekitar 4,6 Persen Anggaran Pendidikan
Adapun Wakil Mendikdasmen Atip Latipulhayat menilai putusan MK soal sekolah swasta gratis sejalan dengan amanat konstitusi. Namun dia menyebutkan tantangan utama dalam pelaksanaan kebijakan ini terletak pada pengalokasian anggaran yang belum fokus.
“Putusan MK itu bukan sesuatu yang baru. Wajib belajar memang semestinya gratis. Tapi yang jadi masalah adalah bagaimana penganggarannya,” kata Atip saat dihubungi
Tempo
pada Sabtu, 31 Mei 2025.
Menurut Atip, persoalan utama bukan pada besar kecilnya anggaran pendidikan, melainkan pada distribusinya yang tersebar di banyak kementerian dan lembaga. “Anggaran pendidikan 20 persen dari APBN, kalau dialokasikan dengan tepat, bisa memenuhi amanat undang-undang. Tapi sekarang hanya sekitar 4,6 persen yang dikelola Kemendikdasmen,” ujarnya.
Atip mencontohkan banyak kementerian mengklaim memiliki fungsi pendidikan dan menggunakan alokasi anggaran untuk pelatihan atau sekolah kedinasan. “Kita perlu
refocusing
. Perlu penataan ulang agar 20 persen anggaran itu betul-betul dipakai untuk penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah,” kata dia.
Dia mengatakan pihaknya belum membahas tindak lanjut putusan MK bersama presiden, dan baru akan memulai kajian internal. “Kami akan membahas ini lebih lanjut secara internal. Karena putusan MK telah menyatakan Pasal 34 ayat 2 inkonstitusional, perlu penyesuaian dalam pengaturan teknis dan detail pelaksanaannya,” tuturnya.
DPR Usul Realokasi Anggaran Tindaklanjuti Putusan MK
Sementara itu, Anggota Komisi X DPR—komisi bidang pendidikan—Adde Rosi mengusulkan realokasi anggaran pendidikan guna menindaklanjuti putusan MK tentang sekolah gratis.
Adde menilai putusan MK menjadi langkah progresif untuk mewujudkan keadilan pendidikan. Namun, untuk mewujudkan itu, terdapat suatu hambatan, yaitu kemampuan fiskal negara.
“Karena itu, pemerintah bersama DPR perlu segera merumuskan payung hukum, skema pendanaan operasional yang berkelanjutan, dan adil untuk implementasinya,” kata Adde dalam keterangan tertulis yang diperoleh
Tempo
pada Senin, 2 Juni 2025.
Dia menuturkan realokasi anggaran dapat dilakukan dengan pelbagai cara. Misalnya, memperketat kriteria sekolah penerima bantuan dari pemerintah berdasarkan akreditasi, hingga mereformulasi kategori siswa yang dianggap tidak mampu.
Selain itu, kata Adde, pemerintah juga dapat memperluas dan meningkatkan nilai bantuan operasional sekolah (BOS) afirmatif untuk sekolah-sekolah swasta, atau membangun kemitraan strategis dengan organisasi masyarakat penyelenggara pendidikan guna merancang skema subsidi yang lebih efektif.
“Pada prinsipnya, Komisi X DPR amat mendukung putusan ini dan berkenan untuk berdialog konstruktif guna membahas hal-hal teknisnya,” ujar politikus Partai Golkar itu.
Mengenai realokasi anggaran dari kementerian atau lembaga lain yang memiliki kaitan dengan pendidikan, Adde mengatakan usulan itu akan ditampung. “Yang terpenting, dialog dulu dengan pemerintah,” ucapnya.
Eka Yudha Saputra
,
Dinda Shabrina
,
Andi Adam Faturahman
, dan
Antara
berkontribusi dalam penulisan artikel ini.