JAKARTA,
Ahli Hukum Pidana dari Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, mengatakan bahwa tindakan empat hakim dalam vonis kasus suap eksportir kelapa sawit mentah merupakan sebuah pelanggaran istimewa.
Hal itu diungkapkan oleh Hibnu Nugroho saat berdialog
Selamat pagi di saluran Kompas TV Indonesia
, Selasa (15/4/2025).
“Kecurangan yang terjadi ini merupakan suatu kesalahan besar sehingga mengganggu profesionalisme,” kata Hibnu.
Maka dari itu, Hibnu mengharapkan agar Mahkamah Agung mengevaluasi secara menyeluruh seluruh pejabat penegak hukum. Ia pun mendorong komisi yudisial berperan lebih aktif dalam proses pengawasan, apalagi baru-baru ini telah dua kali gagal.
“Sudah dua kali, yang pertama di Surabaya, dengan metode serupa,” kata Hibnu.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menangkap dan menghentikan keempat hakim tersebut atas dugaan penerimaan suap terkait dengan vonis dalam kasus eksportasi minyak mentah. Empat orang yang ditangani adalah Ketua Pengadilan di Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, Hakim Djumyanto atau DJU, Hakim Agam Syarif Baharuddin alias ASB, serta Hakim Ali Muhtarom atau AM.
Menurut pernyataan dari Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kejaksaan Agung Harli Siregar, Hakim Muhammad Arif Nuryanta menetapkan biaya sebesar 60 miliar rupiah sebagai bayaran atas keputusannya dalam kasus onslag sesuai permohonan pihak terlibat. Selanjutnya, dari jumlah itu, Hakim Arif mengalihkan sekitar 22,5 miliar rupiah kepada tiga hakim lain yaitu Hakim Djumyanto, Hakim Agam Syarif Baharuddin (ASB), serta Hakim Ali Muhtarom (AM).
“ASB mendapatkan jumlah senilai $312.978 untuk konversi ke rupiah sebanyak 4,5 miliar Rupiah. Untuk DJU, mereka memperoleh $417.299 dalam bentuk dolar yang kemudian dikonversi menjadi 6 miliar Rupiah; di antara jumlah itu, sekitar 300 juta Rupiah diserahkan kepada Panitera. Sementara itu, AL mengumpulkan total nilai dana mencapai $347.750 yang jika dirupiahkan bernilai 5 miliar Rupiah,” terangkan Harli.
“Ketiganya memahami bahwa dana yang diterima bertujuan supaya kasus itu dihentikan dengan putusan onslag dan kemudian pada tanggal 19 Maret 2025, hal itu pun terwujud,” jelasnya.
Putusan onslag atau pembebasan dari semua tuduhan hukuman adalah suatu keputusan yang menginformasikan bahwa perilaku yang dituduhkan pada terdakwa telah dibuktikan, namun tidak bisa dihukum sebab tindakan itu bukan termasuk sebagai pelanggaran hukum.