Ini Gejala Puber Kedua pada Wanita dan Laki-laki, Ada Hubungan Pada Banyaknya Kasus Perselingkuhan?

Ini Gejala Puber Kedua pada Wanita dan Laki-laki, Ada Hubungan Pada Banyaknya Kasus Perselingkuhan?

Puber kedua merupakan fase yang kerap dilabelkan pada pria dan wanita yang menginjak usia 40 tahun.

Fenomena puber kedua kerap dikaitkan dengan perubahan perilaku yang merasa kembali “muda”.

Di media sosial, unggahan tentang puber kedua dikaitkan dengan perilaku ketertarikan dengan lawan jenis di usia 50 tahun.

“Puber kedua semengerikan itu ya. Minta doanya ya temen-temen semoga ibu sender diberikan kesadaran. Btw sender sekarang 21 tahun,” tulis unggahan @cno*f.

Lantas, benarkah puber kedua berkaitan dengan ketertarikan kepada lawan jenis? Bagaimana gejalanya?

Puber kedua dalam dunia medis

Spesialis obstetri dan ginekologi sekaligus Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Unika Soegijapranata Semarang Indra Adi Susianto mengatakan, puber kedua atau pubertas kedua bukan istilah medis.

“Tidak ada definisi resmi yang menjelaskan kapan dan mengapa hal itu terjadi,” kata Indra saat dihubungi, Selasa (2/1/2024).

Menurutnya, istilah puber kedua digunakan masyarakat untuk merujuk periode waktu yang berbeda, seperti adanya perubahan (transisi) dari usia 20-an ke 30-an dan seterusnya.

“Perubahan tersebut tidak hanya terjadi pada usia 20-an. Orang-orang mungkin akan terus mengalaminya hingga nanti dalam kehidupan, seperti selama transisi menuju menopause,” jelas dia.

Dengan begitu, puber kedua adalah istilah yang mengacu pada perubahan yang terjadi pasca-remaja. Perubahan itu bisa berupa perubahan fisik dan psikologis.

“Satu hal tentang konsep pubertas kedua yang benar adanya, yaitu kita ingin tubuh kita tetap dan tidak berubah selama bertahun-tahun secara permanen,” jelas dia.

“Namun sayangnya, kita selalu mengalami perubahan hormonal selama berbagai perubahan hidup, seperti selama masa pubertas, kehamilan, menopause, dan karena sejumlah alasan lainnya,” imbuh Indra.

Usia berapa terjadi puber kedua?

Karena rentang usia tidak menentukan kapan perubahan hormon terjadi, secara teoritis tidak mungkin untuk mengetahui kapan terjadinya puber kedua.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, puber kedua terjadi setelah remaja, yang berarti perubahan fisik dan psikologis.

Tidak ada bukti ilmiah yang mendukung konsep pubertas kedua, tetapi bagi orang yang sedang dalam masa transisi, pubertas kedua bisa merujuk pada perubahan yang mereka alami selama proses penegasan gender. Ini dapat terjadi karena terapi hormonal, pembedahan, atau kombinasi keduanya.

Gejala kedua masa puber pada wanita

Itu terjadi pada wanita setelah pubertas pertama dan sebelum menopause.

Indra mengatakan, “Dapat dikatakan bahwa pubertas kedua menggambarkan perubahan hormonal besar yang dialami wanita antara masa pubertas dan menopause.”

Indra menyatakan bahwa pada sebagian besar wanita, puber kedua dapat terjadi kapan saja di usia dua puluh, tiga puluh, atau empat puluh tahun.

Dalam periode ini, pubertas kedua pada wanita ditandai dengan:

1. Penuaan (penuaan):

2. Tubuh terus berubah di usia dua puluh tahun dan memasuki usia tiga puluh tahun,

3. Bentuk tubuh berubah di usia empat puluh tahun.

Gejala pubertas kedua pada pria

Namun, perubahan fisik yang terjadi pada laki-laki di usia 30 tahun adalah tanda gejala puber kedua.

Indra menjelaskan, “Ketika pria mencapai usia pertengahan 30-an, kadar testosteron secara bertahap menurun. Hal ini tidak akan menimbulkan tanda yang nyata.”

Di antara gejala perubahan fisik yang ditunjukkan oleh laki-laki yang mengalami puber kedua adalah sebagai berikut:

1. Massa tulang dan otot yang mulai menurun
2. Perubahan pada kulit yang ditandai dengan kemunculan bintik-bintik
3. Perubahan warna pada rambut, seperti munculnya uban
4. Tinggi badan menyusut
5. Alat kelamin dan sistem reproduksi mengalami perubahan lebih lanjut
6. Prostat mengalami lonjakan pertumbuhan lagi yang pada gilirannya dapat menyebabkan lebih banyak kesulitan buang air kecil
7. Kesulitan mempertahankan ereksi akibat penurunan testosteron.

Perubahan ini akan berlanjut hingga usia 40 tahun, atau “menopause pria”.

Perubahan fisik, emosional, dan kognitif dapat disebabkan oleh “menopause pria”.

Indra menyatakan bahwa meskipun perubahan fisik mungkin lebih terlihat karena penurunan testosteron, kita mungkin menemukan perubahan pada penampilan fisik karena perubahan redistribusi lemak, di mana lemak biasanya menumpuk di perut atau dada.

Gejala emosional puber kedua

Selain perubahan fisik, puber kedua dapat berdampak pada emosi.

Indra mengatakan, “Melihat perubahan tubuh bisa membuat stres, dan itu tentu tidak membuat prosesnya lebih mudah.”

Dia juga menambahkan, “Karena penuaan baik pada pria maupun wanita adalah bagian penting dari tubuh, proses perubahan dalam kehidupan,” katanya.

Sementara itu, Ratna Yunita Setiyani Subardjo, seorang psikolog di Fakultas Psikologi Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, mengungkapkan beberapa gejala yang ditunjukkan oleh pria dan wanita pada usia 40 tahun, yang dikenal sebagai “puber kedua”, di antaranya:

1. Gejala puber kedua pada wanita secara psikologis

  • Menstruasi terganggu atau berhenti (menopause)
  • Kestabilan emosi sering terganggu
  • Mengalami pusing, lesu, dan kurang bergairah
  • Timbunan lemak menyusut sehingga kulit mulai keriput
  • Buah dada mulai berubah bentuk
  • Rambut mulai memutih.

2. Gejala puber kedua pada laki-laki secara psikologis

  • Enggan tampil tua
  • Mulai memperhatikan penampilan dan keindahan tubuh
  • Bergaya seperti anak muda dengan rambut disemir atau bergaya gaul
  • Memodifikasi mobilnya dengan gaya kekinian
  • Suka berpetualang, seperti naik motor jarak jauh dan rajin beraktivitas
  • Semakin mahir bernegosiasi, serta maju bisnis maupun karirnya.

“Puber kedua itu lebih ke masalah psikologi, di mana di sekitar usia 40-an, penuaan tubuh, penurunan performa, dan krisis tujuan hidup pada beberapa orang,” katanya, Selasa (2/1/2024).

Hal itu akan berdampak pada kepercayaan diri seseorang.

Irwin mengatakan bahwa kita harus memiliki prinsip hidup, gaya hidup yang sehat, dan menghindari pertemanan yang tidak bermanfaat.

Dia menambahkan, “Bila ada masalah kepercayaan diri, boleh dikonsultasikan ke keluarga atau profesional seperti psikolog atau psikiater untuk mencegah perlakuan di luar kebiasaan yang buruk.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *