Nabi Muhammad SAW adalah ayah dan kakek yang sangat baik. Beliau tidak segan-segan membuat anak-anak di masyarakat merasa spesial dan dicintai karena dia menunjukkan kasih sayang kepada mereka.
Menurut About Islam, berikut nasihat dari baginda Rasul ketika kita menghadapi anak:
1. Berbuat baik kepada keluarga adalah iman yang sempurna. Nabi Muhammad SAW mengatakan,
عن أبي هريرة رضي الله عنه مرفوعاً: أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا، وخياركم خياركم لنسائهم
Abu Hurairah –raḍiyallāhu ‘anhu- meriwayatkan secara marfū’, “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.”
Keluarga dan iman dalam Islam adalah beriringan satu sama lain. Baik orang tua kita maupun anak-anak kita memiliki hak atas kita.
Tidak ada jalan pintas untuk memusatkan perhatian dan membesarkan keluarga yang saleh. Namun, Sosok Nabi Muhammad (saw) adalah panutan yang sangat penting, seperti semua aspek kehidupan Muslim lainnya.
2. Ajak anak bermain
Dalam sebuah riwayat dijelaskan sebagai berikut:
Mereka pergi bersama Nabi SAW…dan Husain sedang bermain di jalan. Nabi SAW datang ke hadapan orang-orang dan mengulurkan tangannya, dan anak itu mulai berlari kesana kemari. Nabi SAW membuatnya tertawa sampai beliau menangkapnya, lalu beliau meletakkan satu tangan di bawah dagunya dan tangan lainnya di kepalanya dan menciumnya, dan berkata, “Husain adalah bagian dari diriku dan aku adalah bagian dari dia. Semoga Allah mencintai orang-orang yang mencintai Husain. Husain adalah suku di antara suku-suku.” (HR Ibnu Majah).
Ini adalah kisah indah tentang bagaimana Nabi (saw) berhubungan dengan Husain, cucunya. Saat membaca cerita ini, beberapa kata yang terlintas di benak adalah ceria, asyik, dan penuh kasih sayang.
Orang tua Muslim melihat contoh Nabi SAW dan berusaha untuk memperlakukan anak-anak mereka dengan cara yang sama. Sulit untuk memikirkan bahwa ada orang yang tidak menginginkan jenis hubungan seperti ini.
3. Jangan cepat memarahi
Anas bin Malik, seorang pelayan muda yang tinggal di rumah Nabi Muhammad (SAW), meriwayatkan:
“Aku belum pernah melihat orang yang lebih baik terhadap keluarga selain Rasulullah SAW.” (HR Muslim)
Meskipun Anas bin Malik kadang-kadang tergelincir dalam tugasnya karena usianya yang masih muda, Nabi SAW tidak cepat memarahinya. Bahkan Anas bin Malik berkata, “Saya melayani Nabi SAW di Madinah selama sepuluh tahun. Saya masih kecil. Setiap pekerjaan yang aku lakukan tidak sesuai dengan keinginan tuanku, tetapi dia tidak pernah berkata kepadaku: Uff, dan dia juga tidak berkata kepadaku: Mengapa kamu melakukan ini? atau Mengapa kamu tidak melakukan ini?” (HR Dawud)
4. Tunjukkan cintamu
“Beberapa orang Badui mendatangi Nabi SAW dan berkata, ‘Apakah kamu mencium anak-anakmu?’ Rasulullah SAW menjawab, ”Ya.” [Orang Badui] berkata, ‘Tetapi kami, demi Allah, tidak pernah mencium (anak-anak kami).’ Nabi SAW berkata, “Apa yang bisa aku lakukan jika Allah telah menghilangkan rahmat darimu?” (HR Ibnu Majah).
Nabi Muhammad SAW adalah ayah dan kakek yang penyayang. Ia membuat anak-anak merasa spesial dan dicintai karena ia menunjukkan kasih sayang kepada mereka di depan publik.
Hal ini sangat berbeda dengan apa yang dipikirkan laki-laki pada masanya, yang menganggap menunjukkan kelembutan terhadap keluarga dan anak bukanlah suatu sifat yang sesuai dengan sifat maskulin.
Karena anak-anak sering dianggap sebagai komoditas belaka dan orang badui bertindak kasar terhadap mereka lebih sesuai dengan menjadi laki-laki, mereka sebenarnya sesumbar karena tidak mencium anak-anak.
Nabi SAW malah menekankan bahwa yang terbaik adalah menunjukkan kasih sayang dan belas kasihan kepada anak-anak.
5. Dengarkan anak, dan jangan abaikan perasaannya
Pada suatu kesempatan, adik Anas bin Malik, Abu Umayr, kehilangan burung peliharaannya yang bernama Nughayr. Melihat kesusahan anak tersebut, Nabi SAW menghibur anak kecil tersebut dan bertanya tentang hewan peliharaannya. (HR Bukhari).
Di sini kita melihat contoh Nabi SAW membantu seorang anak kecil dengan sangat hati-hati, sementara banyak orang dewasa mengabaikan hal-hal yang tampaknya “sepele”.
Pada anak, hubungan seperti ini dapat membangun kepercayaan, komunikasi terbuka, dan validasi.