Sudah sejak zaman dahulu, manusia berhasil merancang gedung-gedungan yang bukan saja mempesona dari segi estetika, tapi juga mendorong batas pemahaman kita tentang ketahanan dan keakuratan konstruksinya. Walaupun teknologi maju belum tersedia pada masa tersebut, banyak bangunan purba malah terbentuk menggunakan metode pembangunan yang amatlah canggih.
Menariknya, metode-metode ini menggabungkan konsep-konsep fundamental fisika seperti kekuatan, gesekan, penyebaran massa, tekanan, serta kesetimbangan. Di dalam tinjauan kali ini, ada lima struktur purba ternama yang mencerminkan aplikasi aspek-aspek fisika secara amat spektakuler. Mulai dari Mesir sampai Yunani, kemudian Italia hingga Spanyol, berikut adalah urutan kelima situs tersebut.
1. Piramida Giza
Piramida Giza merupakan salah satu teladan populer dari bangunan purba yang dikonstruksi dengan menerapkan ilmu fisika. Menurut para ahli, penduduk Mesir Purba menyiasati gesekan agar bisa mentransportasikan blok batu besar mencapai bobot sampai 15 ton. Mereka merancang jalan lereng dengan sudut tertentu guna mengecilkan kekuatan yang harus digunakan.
Metode pengereman juga dipakai untuk meletakkan blok-blok tersebut dengan akurat. Di samping itu, pemecahan tugas berdasarkan modul menandakan manajemen bahan baku yang amat teratur. Riset kontemporer justru mendapati bahwa menggunakan alat lunsur pada sepeda salju (sled) diterapkan guna mereduce gesekan.
2. Pantheon
Pantheon di Roma merupakan bukti keahlian orang-orang Romawi Kuno dalam menggabungkan pengetahuan fisika dengan arsitektur. Atap berbentuk kubah dari beton tanpa rangka baja ini tetap memegang gelar sebagai atap kubah terbesar di planet ini sampai sekarang. Agar konstruksinya stabil, para ahli teknik merancang bahannya agar lebih ringan pada sisi atas kubah dan menyusunnya dengan kedalaman yang tidak sama.
Lubang Oculus di bagian atas kubah menyediakan penerangan alami sambil mengefisiensikan bobot struktur. Konstruksi dinding pendukung yang kokoh dikombinasikan dengan gelendong lingkar berkala bertujuan membagi tekanan secara seragam sepanjang gedung. Metode melengkungi ini dimaksimalkan untuk mentransfer gaya tekan ke arah dasar, mencegah kemungkinan robohnya bangunan.
3. Colosseum Roma
Koloseum di Roma adalah contoh hebat tentang bagaimana prinsip fisika diterapkan pada struktur umum. Bangunan ini menggunakan sistem arkade dan kubah yang membolehkan muatan berat tersebar dengan baik, meredam gaya vertikal ke arah tekanan sepanjang lengkungan tersebut. Hal itu membuat gedung dapat mencakup area luas tanpa perlu kolom dukung.
Material seperti travertine, tufa, marmer, serta beton Romawi dipilih secara cermat untuk mengoptimalkan daya tahannya dan kelenturannya. Dasar gedung dirancang dengan hati-hati lewat pengeboran tanah lumpur yang kokoh dan diperkuat menggunakan campuran beton tebal. Struktur tembok berbentuk radial bersama atap setengah bola ini saling menopang satu sama lain guna mempertahankan stabilitasnya.
4. Dolmen Menga
Dolmen Menga merupakan sebuah monumen megalitik yang memperlihatkan kehebatan masyarakat pra-sejarah. Monumen ini dibuat kurang lebih 6.000 tahun silam dan tersusun dari beberapa bebatuan dengan bobot hingga 150 ton. Mungkin para konstruktor telah merancang trotoar spesifik serta gerobak peluncuran untuk membantu dalam pengurangan gesekan selama proses transportasi batu dari tempat penambangan tersebut menuju lokasi Dolmen.
Batunya dibentuk sedemikian rupa sehingga berdiri miring ke arah dalam, menciptakan pola trapezoid yang memperkecil titik tengah massa dan meningkatkan ketahanannya. Tiap blok tersebut ditempatkan di cekungan fondasi batu dan dipotong dengan akurat untuk bisa menyatu satu sama lain. Konsep seperti itu membuat bangunan menjadi lebih kuat melawan beban serta guncangan bumi.
5. Parthenon
Parthenon merupakan karya arsitektur klasik dari zaman Yunani Kuno yang dirancang berdasarkan pengetahuan tentang ilmu fisika. Tanpa bantuan penghubung semacam plester, potongan-potongan batu marmer dipasangkan secara sangat akurat sehingga saling menahan satu sama lain. Penggunaan teknik perbaikan visual seperti membuat tiangnya sedikit membujur dan mengerucut, bersama dengan platform alas yang agak cembung, diimplementasikan untuk memperbaiki efek distorsi pandangan.
Meskipun memiliki tampilan luar biasa, tersedia juga sistem konstruksi khusus yang mampu menghadapi guncangan gempa bumi. Konsep dasar struktur ini berlandaskan pada batu marmer yang licin sehingga dapat Bergerak secuil saja, pegadaian besi penuh dengan timbal guna meredam goncangan, serta tiang-tiang yang dibuat dari tabungan pipih silinder demi kelenturan.
Gedung-gedungan tua ini tidak sekadar peninggalan sejarah, melainkan pula bukti kemahiran dalam bidang teknik yang memakai konsep-konsep ilmu fizik. Menggunakan sumber energi yang terpatok batasnya serta tiada dukungan dari alat-alat canggih masa kini, juruteknik dan perancang bangunan pada jaman dulu dapat mendirikan bentuk-bentuk bangunan yang sanggup bertahan selama berabad-abad.