Jakarta – Berdasarkan laporan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), terdapat beberapa daerah laut di Indonesia yang tercatat memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM). Fenomena ini telah menjadi sorotan publik, terutama setelah polemik pagar laut di Kabupaten Tangerang mengemuka.
Laut Tangerang adalah salah satu daerah yang terkena dampak fenomena ini. Kementerian ATR/BPN mencatat sebanyak 263 bidang di laut Tangerang yang dibangun pagar laut memiliki surat HGB, sementara 17 bidang lainnya memiliki SHM. Mayoritas pemilik sertifikat ini adalah korporasi, dengan PT Intan Agung Makmur menjadi pemilik terbesar dengan 234 bidang HGB.
Laut Sumenep juga tercatat memiliki sertifikat SHM seluas 20 hektar di Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura. Kepala Dinas Perikanan Sumenep, Agustiono Sulasno, mengklaim bahwa sertifikat ini direncanakan untuk bangun tambak garam. Namun, alasan penerbitan SHM ini masih belum jelas dan memerlukan penjelasan lebih lanjut.
Di Laut Sidoarjo, wilayah seluas 656 hektar telah diberikan sertifikat HGB pada tahun 1996. Kepala Kanwil Kementerian ATR/BPN Jawa Timur, Lampri, mengungkapkan bahwa HGB ini dimiliki oleh dua perusahaan, yaitu PT Surya Inti Permata dan PT Semeru Cemerlang, dan berakhir pada tahun 2026.
Laut Makassar juga tercatat memiliki sertifikat HGB dan SHM sejak tahun 2015. Meskipun demikian, BPN enggan mengungkapkan informasi lebih lanjut tentang pemilik sertifikat tersebut.
Kementerian ATR/BPN telah menyatakan bahwa penerbitan sertifikat HGB dan SHM di wilayah laut adalah cacat prosedur dan material. Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, menegaskan bahwa laut merupakan milik umum dan tidak boleh disertifikatkan. Meskipun demikian, beberapa kasus terjadi karena perubahan geografis yang mengubah daratan menjadi laut.
