news  

Wanita Muslim di Instagram: Perang Antara Kesalehan dan Kecantikan

Wanita Muslim di Instagram: Perang Antara Kesalehan dan Kecantikan

Perempuan Muslim di Media Sosial: Menyeimbangkan Kesalehan dan Estetika

Di era digital, media sosial seperti Instagram telah menjadi ruang penting bagi perempuan Muslim untuk mengekspresikan identitas mereka. Tidak hanya sebagai tempat berbagi foto, platform ini juga menjadi panggung untuk menampilkan dan menegosiasikan siapa mereka, baik sebagai individu religius maupun bagian dari budaya visual global yang mendewakan estetika dan kecantikan.

Membangun Citra Diri yang Memadukan Kesalehan dan Kecantikan

Banyak Muslimah membangun citra diri yang menggabungkan kesalehan dan kecantikan. Melalui unggahan foto, filter, dan caption religius, mereka menciptakan representasi yang memadukan dua aspek yang sering dianggap bertentangan. Di satu sisi, foto-foto tersebut menampilkan mereka dengan hijab yang anggun, sedangkan di sisi lain, pose modis, pencahayaan estetik, dan make up lembut tidak luput dari perhatian.

Ini bukan sekadar upaya “terlihat cantik”, tetapi juga praktik visual piety, yaitu kesalehan yang divisualkan. Tujuannya adalah menunjukkan bahwa menjadi taat dan trendi bukanlah hal yang saling bertentangan.

Tubuh sebagai Ruang Negosiasi

Tubuh perempuan Muslim di media sosial telah menjadi arena pembentukan ulang citra tubuh sekaligus negosiasi yang rumit antara norma agama, tekanan kecantikan modern, dan hasrat akan eksistensi. Instagram mendorong perempuan Muslim berhijab untuk tampil estetik demi atensi. Platform ini menjadikan mereka tak sekadar pengguna, tetapi juga kurator identitas.

Mereka memadukan estetika digital dengan standar kecantikan global lewat filter, pose modis, dan pencahayaan lembut. Namun, estetika ini tidak mengaburkan nilai-nilai religius. Justru sebaliknya, mereka memvisualkan simbol-simbol kesalehan melalui hijab, gestur yang sopan, busana tertutup, caption religius, dan latar foto berlatar masjid atau elemen spiritual lainnya.

Representasi sebagai Strategi Visual

Representasi ini bukan sekadar pencitraan, tetapi bentuk strategi visual yang menyatukan nilai kesalehan dan estetika digital. Dalam konteks ini, kesalehan atau keimanan tidak hanya diwujudkan dalam laku ibadah, tetapi juga bagian dari gaya visual yang bisa dikurasi agar sejalan dengan tren.

Proses ini mencerminkan apa yang disebut sebagai aesthetic labor, yakni kerja estetik yang menuntut perempuan terus menyesuaikan diri secara visual dan moral. Tubuh mereka tidak lagi pasif, melainkan menjadi alat ekspresi identitas religius yang kontemporer.

Fenomena ‘Jilboob’ dan Tuntutan Kesalehan

Fenomena ‘jilboob’ sering kali menuai kecaman sebagai pelanggaran norma kesopanan Islam. Alih-alih sekadar menudingnya sebagai bentuk kemerosotan moral, fenomena ini juga bisa dibaca sebagai ekspresi kompleks identitas perempuan Muslim urban yang bergulat dengan tuntutan agama, tekanan sosial, dan hasrat mengeksplorasi bentuk tubuh dalam ruang publik yang serba normatif.

Dalam konteks ini, tubuh perempuan Muslim menjadi ruang negosiasi yang rumit. Di satu sisi, mereka berusaha menampilkan diri secara visual agar bisa eksis dan diakui. Di sisi lain, mereka juga harus mempertimbangkan batas-batas aurat, kesopanan, dan kehormatan yang ditentukan secara sosial dan religius.

Kesalehan yang Tak Lagi Sekadar Ibadah

Instagram telah menunjukkan fenomena menarik, bahwa kesalehan hari ini tidak hanya dimaknai lewat ibadah atau pakaian tertutup, melainkan juga lewat cara tubuh dikurasi secara visual. Iman menjadi bagian dari gaya hidup—bukan dalam arti superfisial, melainkan sebagai bentuk subjektivitas religius yang diwujudkan secara aktif.

Dalam lanskap Instagram, tubuh perempuan Muslimah bukan entitas tetap. Ia terus “menjadi”, berubah, beradaptasi, dan ditafsirkan ulang. Hijab tak lagi hanya pelindung aurat, tetapi juga aksesori mode. Caption bukan cuma nasihat agama, tetapi juga alat membangun personal branding. Semuanya berjalan dalam logika visual yang kompleks.

Iman yang Estetik

Ekspresi perempuan Muslim di Instagram tidak serta-merta menghapus makna kesalehan. Mereka justru mereformulasinya dalam bahasa visual yang lebih kontekstual dan performatif. Di media sosial, tubuh perempuan Muslim bukan hanya objek yang ditampilkan, tetapi medium representasi diri yang kompleks untuk dapat menampilkan iman sesuai dengan algoritme dan audiens.

Kesalehan tak lagi dinilai hanya dari seberapa tertutup tubuh, tapi dari cara mengomunikasikan nilai religius lewat gaya dan kurasi visual. Dalam dunia digital, cantik dan salehah bisa berjalan beriringan—menjelma bentuk iman yang estetis, tanpa meninggalkan nilai religiusitas, tapi justru menafsirkannya kembali secara kreatif. Tubuh pun menjadi ruang ekspresi dan refleksi di tengah tekanan budaya visual global.