Wall Street Menguat di Akhir Pekan, Didorong oleh Kinerja Saham Nvidia dan Harapan Penurunan Suku Bunga
Indeks utama pasar saham Wall Street mengakhiri perdagangan pada hari Rabu (9/7) dengan kenaikan yang signifikan. Kenaikan ini dipimpin oleh Nasdaq yang mencatat rekor tertinggi sepanjang sejarah. Pergerakan positif ini didorong oleh kinerja saham perusahaan teknologi besar seperti Nvidia dan harapan terhadap kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh The Fed.
Nvidia menjadi salah satu pendorong utama kebangkitan Nasdaq. Saham perusahaan ini sempat mencapai valuasi pasar sebesar USD 4 triliun, menjadikannya sebagai perusahaan pertama di dunia yang mencapai capaian tersebut. Harga saham Nvidia (NVDA.O) ditutup naik sebesar 1,8 persen, dengan kapitalisasi pasar mencapai sekitar USD 3,97 triliun.
Kenaikan indeks juga didukung oleh risalah rapat The Fed bulan Juni yang memberi sinyal bahwa penurunan suku bunga kemungkinan akan terjadi akhir tahun ini. Meski inflasi diperkirakan tetap tinggi, bank sentral menilai dampak dari tarif impor yang diterapkan Presiden Donald Trump hanya bersifat sementara atau moderat.
Dow Jones Industrial Average menguat sebesar 217,54 poin atau 0,49 persen, mencapai level 44.458,30. Sementara itu, S&P 500 bertambah 37,74 poin atau 0,61 persen, berada di posisi 6.263,26. Indeks Nasdaq Composite juga melonjak 192,87 poin atau 0,95 persen, dengan nilai akhir sebesar 20.611,34.
Selain itu, saham-saham megacap seperti Microsoft (MSFT.O) dan Amazon.com (AMZN.O) turut berkontribusi pada kenaikan indeks. Saham Microsoft naik sebesar 1,4 persen, sedangkan Amazon menguat 1,5 persen.
Kevin Gordon, ahli strategi investasi senior di Charles Schwab, menyatakan bahwa ada bias terhadap saham-saham megacap. Ia menjelaskan bahwa hal ini bisa dianggap sebagai pelarian ke aset aman, meskipun dalam arti yang tidak biasa.
Risalah rapat The Fed menunjukkan bahwa sebagian besar pejabat bank sentral memperkirakan bahwa pemangkasan suku bunga masih akan dilakukan pada akhir 2025. Namun, mereka belum melihat alasan cukup untuk menurunkan suku bunga pada pertemuan akhir Juli.
Chris Brigati, Kepala Investasi di SWBC, menyoroti bahwa para pejabat The Fed yakin inflasi akan lebih tinggi di masa mendatang. Di sisi lain, banyak pejabat juga memprediksi adanya penurunan suku bunga di tahun ini. Kedua pernyataan ini terkesan tidak sejalan.
Ia menambahkan bahwa The Fed mungkin mulai lebih memperhatikan kondisi pasar tenaga kerja sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Meskipun awal pekan sempat melemah karena kekhawatiran atas ketegangan dagang, indeks Wall Street berhasil pulih. Analis menilai pasar kini semakin terbiasa dengan gaya negosiasi Trump yang sering kali mengancam tarif.
Trump diketahui mengirim surat kepada tujuh negara pada hari Rabu, yang berisi ancaman tarif. Negara-negara tersebut termasuk Aljazair, Irak, Libya, dan Sri Lanka dengan tarif 30 persen. Brunei dan Moldova diancam dengan tarif 25 persen, sedangkan Filipina dikenai tarif 20 persen.
Di sisi lain, Uni Eropa menyatakan siap mencapai kesepakatan dagang awal dengan AS dalam beberapa hari ke depan. Sebelumnya, Trump juga mengumumkan tarif 50 persen untuk tembaga, serta rencana untuk mengenakan bea impor baru terhadap semikonduktor dan farmasi.
Pada Senin, Trump sempat mengguncang pasar dengan mengancam tarif ke 14 mitra dagang, termasuk Jepang dan Korea Selatan. Namun, reaksi pasar cenderung tenang. Brigati menyatakan bahwa pasar kini agak tidak peka terhadap berita buruk tentang tarif. Selama pertumbuhan ekonomi masih stabil dan situasi tidak terlalu parah, pasar merasa mampu melewati tantangan ini.