news  

Tugu Langga Gorontalo, Ikon Seni Bela Diri Bumi Serambi Madinah

Tugu Langga Gorontalo, Ikon Seni Bela Diri Bumi Serambi Madinah

Tugu Langga, Simbol Budaya dan Identitas Gorontalo

Tugu Langga terletak di Jalan Sultan Botutihe, yang berada di perbatasan antara Kota Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Monumen ini menjadi salah satu ikon budaya yang sangat penting bagi masyarakat setempat. Tugu ini tidak hanya sekadar patung, tetapi juga menyimpan kisah panjang warisan leluhur yang kaya akan makna.

Patung ini menggambarkan dua pendekar sedang melakukan adu teknik bela diri. Nama “Langga” berasal dari bahasa Gorontalo yang berarti “gerak-gerik”. Seni bela diri ini sudah ada sejak abad ke-16, seiring dengan masuknya agama Islam ke kawasan ini. Dibangun pada tahun 2015, Tugu Langga bukan hanya sebagai monumen, tetapi juga simbol perlawanan, perlindungan diri, serta nilai-nilai spiritual dalam tradisi Gorontalo.

Berbeda dengan seni bela diri lain seperti silat, karate, atau taekwondo, Langga tidak bertujuan untuk menjatuhkan lawan, melainkan melumpuhkan dan mempertahankan diri. Gerakan-gerakannya terstruktur, tetapi tidak memiliki teknik yang tertulis secara formal. Sebaliknya, Langga hidup sebagai tradisi lisan yang diwariskan turun-temurun sejak masa Ju Panggola, sebuah periode penting dalam sejarah Gorontalo.

Dalam praktiknya, Langga memiliki unsur spiritual yang kuat. Para pemain sering melakukan ritual pemanggilan ‘lati’, yaitu makhluk tak kasat mata yang dianggap bisa memberikan kekuatan tambahan. Ritual ini menjadi bagian penting dalam latihan maupun pertunjukan. Perlengkapan yang digunakan pun khas, seperti polutube, kemenyan, pisau bergagang kain merah, ayam, uang koin, serta kain berwarna hitam, putih, dan merah.

Keunikan Langga membuatnya tidak hanya dianggap sebagai seni bela diri, tetapi juga sebagai cerminan identitas dan nilai-nilai budaya masyarakat Gorontalo. Banyak warga yang merasa bangga ketika melewati Tugu Langga. Salah satunya adalah Syamsudin, warga Kota Timur, yang sering membawa anak-anaknya ke taman kecil di sekitar tugu untuk mengenalkan mereka pada budaya Gorontalo sejak dini.

Menurut Syamsudin, anak-anak saat ini lebih mengenal bela diri dari luar negeri, padahal Gorontalo memiliki Langga yang luar biasa. Ia berharap seni ini terus diperkenalkan di sekolah-sekolah agar generasi muda lebih memahami dan menghargai warisan budaya sendiri.

Nur Lailah Monoarfa, pedagang es kelapa muda di dekat lokasi tugu, juga menyampaikan bahwa banyak orang yang lewat dan bertanya tentang Langga. Meskipun jawabannya sederhana, ia berharap informasi tentang seni bela diri ini bisa lebih dikenal dan dipelajari oleh masyarakat luas.

Lokasi Tugu Langga sangat strategis, hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit dari pusat Kota Gorontalo. Taman kecil di sekitarnya dihiasi bunga warna-warni dan semak hias yang dirawat dengan baik. Di sisi kanan dan kiri tangga menuju tugu, terdapat pagar melingkar yang memperkuat kesan kemegahan patung dua pendekar Langga tersebut.

Lebih dari sekadar destinasi swafoto, Tugu Langga adalah monumen yang hidup dan bernapas bersama masyarakat. Ia menjadi pengingat bahwa melestarikan budaya adalah bentuk bela diri terbaik dalam menghadapi arus globalisasi. Sebagai warisan budaya yang kaya akan nilai spiritual dan estetika, Langga layak dikenang, diajarkan, dan diwariskan kepada generasi mendatang.

Tugu Langga adalah simbol semangat yang tegak berdiri sebagai penjaga budaya Bumi Serambi Madinah.