PR GARUT
– Kota Semarang menorehkan sejarah baru dalam dunia infrastruktur Indonesia. Jalan Tol Semarang–Demak bukan sekadar proyek jalan bebas hambatan, tetapi menjadi proyek revolusioner yang menyatukan fungsi transportasi dan pertahanan iklim dalam satu jalur.
Proyek seksi 1 Kaligawe–Sayung sepanjang 10,64 km kini mendekati penyelesaian dengan progres mencapai 85 persen. Namun, daya tarik utamanya bukan hanya pada progres pembangunan yang cepat, melainkan teknologi unik yang digunakan di atas tanah lunak dan wilayah pesisir yang rentan rob.
Yang mengejutkan, salah satu bahan utama penopangnya adalah bambu—ya, batang bambu yang selama ini identik dengan bahan tradisional, kini menjadi pilar penting dalam proyek infrastruktur mutakhir.
“Kami menggunakan jutaan batang bambu sebagai solusi soil improvement. Ini efisien dan ramah lingkungan,” ujar Ardita Elias Manurung dari PUPR.
Tanah lunak ekstrem yang mendominasi kawasan ini ditangani melalui metode prapembebanan, drainase vertikal dan horizontal, serta teknologi biosintetis seperti PVD dan PHD. Bambu dipadukan dengan matras bambu untuk memperkuat struktur bawah tanah, setelah lolos uji laboratorium mengenai daya tekan dan lentur.
Tak berhenti di situ, di titik padat lalu lintas Kaligawe, teknologi Sosrobahu digunakan. Teknologi ini memungkinkan kepala tiang jembatan (pier head) diputar tanpa mengganggu arus kendaraan, biasanya hanya digunakan di kota megapolitan seperti Jakarta. Penerapan pertama di Semarang ini menandai kemajuan luar biasa dalam adaptasi teknologi perkotaan di kawasan pesisir.
Tol ini bukan hanya jalur transportasi. Seksi 1 juga difungsikan sebagai tanggul laut raksasa (giant sea wall) untuk menahan banjir rob, dilengkapi rumah pompa dan sistem drainase cerdas. Lebih dari 254 ribu warga di tiga kecamatan diperkirakan akan terlindungi dari bencana tahunan yang selama ini menjadi momok warga pesisir.
Sementara itu, seksi 2 dari Sayung ke Demak sepanjang 16,31 km telah beroperasi sejak Februari 2023, memperkuat konektivitas wilayah dan ekonomi lokal.
Tol Semarang–Demak menjadi simbol era baru pembangunan: infrastruktur yang adaptif, berkelanjutan, dan berbasis kearifan lokal. Dari bambu hingga Sosrobahu, proyek ini membuktikan bahwa teknologi dan tradisi bisa bersinergi untuk masa depan.***