Lapangan Blang Padang di Banda Aceh menjadi pusat perhatian setelah Pemerintah Provinsi Aceh menyatakan bahwa lahan tersebut merupakan tanah wakaf yang seharusnya dikelola untuk kepentingan Masjid Raya Baiturrahman. Namun, TNI Angkatan Darat memberikan penjelasan lengkap mengenai riwayat kepemilikan dan pengelolaannya sebagai aset negara.
Menurut Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad), Brigadir Jenderal Wahyu Yudhayana, penguasaan tanah Blang Padang oleh institusi militer sudah berlangsung sejak masa perjuangan kemerdekaan. Tepatnya pada tahun 1945, Badan Keamanan Rakyat (BKR) menggunakan lapangan ini sebagai tempat pemusatan pasukan. Penggunaan tersebut terus berlanjut hingga tahun 1950, ketika pemerintah Belanda melalui Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger (KNIL) menyerahkan seluruh sarana dan prasarana militer di lokasi tersebut kepada militer Indonesia. Dokumen penting terkait penyerahan ini disimpan secara resmi oleh TNI AD.
Selain itu, status hukum tanah Blang Padang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan melalui Surat Keputusan Nomor KMK-193/KM.6/WKN.1/KNL.01/2021 tanggal 24 Agustus 2021. Berdasarkan SK tersebut, Kementerian Pertahanan ditunjuk sebagai Pengguna Barang (PB), sementara TNI AD bertindak sebagai Kuasa Pengguna Barang (KPB). Dengan demikian, pengelolaan lapangan sepenuhnya dilakukan oleh TNI AD sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam menjaga pertahanan negara.
Wahyu juga menekankan bahwa penggunaan Lapangan Blang Padang tidak hanya terbatas pada kegiatan militer semata. Selama ini, lapangan digunakan untuk berbagai kegiatan yang bersifat umum, termasuk upacara kenegaraan, sarana olahraga bagi prajurit maupun masyarakat lokal, serta kolaborasi dengan pemerintah daerah. “Kami juga memfasilitasi berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh berbagai pihak, termasuk Pemerintah Daerah dan Pemerintah Provinsi,” ujar Wahyu.
Terlepas dari klaim Pemerintah Provinsi Aceh yang menyebut tanah tersebut sebagai tanah wakaf Sultan Iskandar Muda, TNI AD menyatakan tidak mempersoalkan rencana alih kelola aset tersebut, asalkan prosesnya dilakukan sesuai dengan mekanisme hukum dan administrasi yang berlaku. Menurut Wahyu, jika Pemprov Aceh ingin mengambil alih pengelolaan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengajukan permohonan perubahan status penggunaan (PSP) kepada Menteri Keuangan selaku pengelola barang negara. Jika permohonan tersebut disetujui dan PSP dialihkan dari Kementerian Pertahanan ke Pemprov Aceh, maka TNI AD siap menyerahkan pengelolaan lapangan sesuai arahan Kemhan.
Namun, TNI AD menegaskan bahwa saat ini status tanah Blang Padang tetap sah sebagai aset negara. Setiap upaya perubahan status harus melalui prosedur formal yang diatur dalam perundang-undangan. “TNI AD tidak mempermasalahkan jika tanah itu akan dialihkan, selama prosesnya sesuai aturan yang berlaku,” tegas Wahyu.
Sebelumnya, Gubernur Aceh telah mengirimkan surat kepada Presiden Prabowo Subianto pada 17 Juni 2025. Dalam surat bernomor 400.8/7180, gubernur menyampaikan bahwa tanah Blang Padang merupakan tanah wakaf berdasarkan dokumen sejarah Kesultanan Aceh dan Belanda. Menurut klaim tersebut, Sultan Iskandar Muda mewakafkan tanah tersebut untuk kepentingan Masjid Raya Baiturrahman. Gubernur juga menyebut bahwa dalam dua dekade terakhir, TNI AD, melalui Kodam Iskandar Muda, diklaim telah menguasai tanah tersebut secara sepihak.
Meski begitu, TNI AD tetap membuka ruang dialog dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, termasuk Pemerintah Provinsi Aceh, demi menciptakan solusi yang konstruktif dan sesuai koridor hukum. Hal ini mencerminkan komitmen TNI AD dalam menjaga stabilitas nasional sekaligus mendukung harmonisasi hubungan dengan pemerintah daerah dan masyarakat.