PIKIRAN RAKYAT – Pada Tahun 2024 KPAI mencatat 1.253 laporan kasus kekerasan terhadap anak, ini membuat kita cemas dan khawatir akan keselamatan anak kecil. Oleh karena itu,edukasi mengenai “bahaya orang asing” atau “stranger danger” menjadihal yang sangat penting.
Namun, tantangannyaakan semakin jelas, ketika kita harus mengajarkan kewaspadaan, di benak anak kecil pasti akan muncul rasa takut yang berlebihan, lalu bagaimana cara membuat anak tetap waspada tanpa menyebabkan rasa takut yang berlebihan?
Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Menurut Akademi Kedokteran Anak Amerika (AAP), pendidikan keselamatan anak sebaiknya dimulai dari usia dini menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan contoh yang sesuai. Anak perlu mengenali perbedaan antara orang asing yang dapat dipercaya (seperti polisi, guru, atau petugas keamanan) dan orang asing yang mungkin berbahaya.
Sementara itu, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyarankan pengajaran dimulai pada usia 3–4 tahun, ketika anak mulai memahami konsep “teman” dan “orang yang tidak dikenal”.
Artikel ini membahas metode mengajarkan anak untuk mengenali orang asing, melatih kewaspadaan tanpa menimbulkan rasa takut yang berlebihan, serta meningkatkan rasa percaya diri.
Mengapa Pendidikan Mengenai Orang Asing Penting?
WHO menyatakan bahwa anak-anak yang diberikan keterampilan sosial dan perlindungan diri sejak kecil memiliki tingkat risiko lebih rendah untuk menjadi korban kekerasan atau eksploitasi.
Pendidikan ini tidak bertujuan untuk menumbuhkan rasa takut, tetapi untuk memberikan anak keterampilan dalam mengidentifikasi situasi yang aman dan yang berisiko.
Selain itu, anak yang telah dilatih untuk mengenali tanda bahaya cenderung lebih percaya diri dalam menyampaikan ketidaknyamanan mereka, baik kepada orang asing maupun kepada seseorang yang dikenal namun bersikap mencurigakan.
1. Bedakan “Orang Asing” yang Aman dan Berbahaya
- Orang tua sering hanya mengatakan “Jangan berbicara dengan orang asing” tanpa memberikan penjelasan, padahal anak membutuhkan contoh nyata.
- Orang asing dalam keadaan aman: petugas kepolisian, guru di sekolah, dan satpam di pusat perbelanjaan.
- Orang asing berpotensi membahayakan: individu yang mencoba mengajak anak pergi, memberikan hadiah, atau memaksa anak melakukan sesuatu tanpa persetujuan orang tua.
- Ajarkan anak melalui aktivitas bermain peran (role play) Bimbing anak dengan cara bermain peran (role play) Latih kemampuan anak melalui permainan peran (role play) Kembangkan keterampilan anak dengan menggunakan permainan peran (role play) Ajak anak berpartisipasi dalam permainan peran (role play) Gunakan permainan peran (role play) sebagai metode pembelajaran untuk anak Fasilitasi proses belajar anak melalui permainan peran (role play) Bantu anak mengasah kemampuan sosial dengan permainan peran (role play) Ketahui cara mengajarkan anak melalui permainan peran (role play) Terapkan permainan peran (role play) dalam kegiatan pengasuhan anak— misalnya, minta anak menebak siapa orang asing yang dapat dipercaya dan yang tidak.
2. Ajarkan prinsip “3 Tidak”
Merujuk pada panduan yang dikeluarkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan National Center for Missing & Exploited Children (NCMEC) di Amerika:
- Tidak mengatakan apa pun atau merespons pertanyaan pribadi dari seseorang yang tidak dikenal.
- Tidak menerima makanan, hadiah, atau uang dari seseorang yang tidak dikenal.
- Jangan pergi bersama seseorang yang tidak dikenal, meskipun orang tersebut mengklaim mengenal orang tua.
- Lakukan aturan ini secara teratur agar melekat di benak anak.
3. Gunakan “Password Keluarga”
Buat kode rahasia keluarga yang hanya diketahui oleh orang tua dan anak. Jika seseorang mengaku ditugaskan untuk menjemput anak, mereka harus mampu menyebutkan kode tersebut. Jika tidak, anak harus menolak dan mencari bantuan.
4. Ajarkan Anak untuk Mengucapkan “Tidak” Secara Tegas
Banyak anak merasa malu atau takut untuk menolak permintaan orang dewasa. Ajarkan bahwa keselamatan lebih utama daripada kebiasaan sopan jika berada dalam situasi yang berbahaya. Gunakan kalimat pendek seperti:
“Tidak, saya tidak mau!”
Saya ingin kembali ke orang tua!
“Jangan tinggalkan saya!” sambil berteriak dan mencari orang tua yang dapat dipercaya.
5. Teruslah Mendorong Anak untuk Berinteraksi Secara Aman
Penting untuk diingat bahwa mengajarkan kewaspadaan tidak berarti menumbuhkan rasa takut yang berlebihan. Dorong anak-anak untuk berkenalan, berinteraksi di sekolah, mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, serta belajar mempercayai orang yang tepat.
Pengawasan yang sesuai dengan usia diperlukan, anak di bawah 7 tahun sebaiknya selalu diawasi secara langsung, sedangkan anak usia sekolah dasar dapat mulai diajarkan untuk belajar mandiri dengan aturan yang jelas.
Mengajarkan anak tentang bahaya orang asing tidak berarti membuat mereka takut terhadap semua orang, tetapi memberikan mereka kemampuan untuk mengidentifikasi situasi yang aman dan yang berisiko.
Dengan komunikasi yang terbuka, latihan yang rutin, serta pengawasan yang tepat, anak dapat berkembang menjadi seseorang yang ramah, percaya diri, tetapi tetap waspada.
Seperti yang diungkapkan Dr. Laura Jana, dokter anak dan ahli parenting, “Anak yang diberikan pengetahuan tentang keamanan sejak kecil akan lebih siap membuat keputusan yang menjaganya, tanpa kehilangan rasa percaya terhadap dunia.”,” ujarnya.***