news  

Tentu! Berikut adalah rephrasing dari judul tersebut dalam Bahasa Indonesia yang lebih menarik dan tetap menjaga maknanya: **”Eks Sekretaris MA Nurhadi Kembali Diciduk KPK: Ini Profilnya”** Jika ingin nuansa yang lebih serius atau jurnalistik, bisa juga: **”KPK Kembali Tangkap Nurhadi, Eks Sekretaris MA — Simak Profil Lengkapnya”** Berikan tahu jika kamu ingin versi yang lebih santai, formal, atau sesuai gaya media tertentu.

Tentu! Berikut adalah rephrasing dari judul tersebut dalam Bahasa Indonesia yang lebih menarik dan tetap menjaga maknanya:

**”Eks Sekretaris MA Nurhadi Kembali Diciduk KPK: Ini Profilnya”**

Jika ingin nuansa yang lebih serius atau jurnalistik, bisa juga:

**”KPK Kembali Tangkap Nurhadi, Eks Sekretaris MA — Simak Profil Lengkapnya”**

Berikan tahu jika kamu ingin versi yang lebih santai, formal, atau sesuai gaya media tertentu.





,


Jakarta


– Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA),
Nurhadi
, kembali ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
). Penangkapan dan penahanan ini dilakukan begitu Nurhadi bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, tempatnya menjalani hukuman atas kasus korupsi.

“Benar, KPK melakukan penangkapan dan kemudian dilakukan penahanan kepada saudara NHD (Nurhadi) di Lapas Sukamiskin,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin, 30 Juni 2025.

Menurut Budi, penangkapan Nurhadi dilakukan pada Minggu dini hari atas dugaan tindak pidana
pencucian uang
(TPPU). “Penangkapan dan penahanan tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang di lingkungan MA,” katanya seperti dikutip

Antara

.

Sebelumnya, pada 10 Maret 2021, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kepada Nurhadi. Ia dinyatakan terbukti menerima suap sebesar Rp 35,726 miliar serta gratifikasi senilai Rp 13,787 miliar dari sejumlah pihak.

KPK kemudian mengeksekusi vonis tersebut dengan memindahkan Nurhadi ke Lapas Sukamiskin pada 7 Januari 2022. Namun kini, ketika Nurhadi baru saja menghirup udara bebas secara bersyarat, ia kembali harus berurusan dengan hukum atas dugaan tindak pidana lain. Lantas, siapa sebenarnya Nurhadi? Simak informasinya berikut ini.

Profil Nurhadi

Nurhadi Abdurrachman merupakan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) yang menjabat dari tahun 2011 hingga 2016. Ia lahir di Kudus, Jawa Tengah, pada 19 Juni 1957.

Nama Nurhadi mulai menjadi sorotan publik setelah KPK menetapkannya sebagai tersangka pada Desember 2019. Ia bersama menantunya, Rezky Herbiyono, diduga menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46 miliar dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto.

Kasus ini merupakan hasil pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 20 April 2016. Saat itu, pengusaha Doddy Ariyanto Supeno memberikan uang sebesar Rp 50 juta kepada mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.

Pada 13 Februari 2020, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri, mengumumkan bahwa Nurhadi, Rezky, dan Hiendra telah dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) atau buron, setelah Nurhadi dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan KPK.

KPK menangkap Nurhadi pada 1 Juni 2020 melalui operasi yang dipimpin penyidik senior Novel Baswedan. Nurhadi ditangkap di kediamannya di kawasan Simprug, Jakarta Selatan. Keberadaan Nurhadi terdeteksi dari kebiasaan istrinya, Tin Zuraida, yang suka bertemu dengan pegawai Mahkamah Agung.

KPK mendakwa Nurhadi menerima suap dan gratifikasi pengurusan perkara dengan total Rp 83.013.955.000 atau Rp 83 miliar lebih. Jumlah itu membengkak dari dugaan awal lembaga antirasuah mengenai jumlah uang yang diterima Nurhadi, yaitu Rp 46 miliar.

Nurhadi dan Rezky Herbiyono kemudian divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 3 bulan dalam sidang putusan vonis pada Rabu malam, 10 Maret 2021. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menilai keduanya terbukti menerima suap sejumlah Rp 35,726 miliar serta gratifikasi dari sejumlah pihak sebesar Rp 13,787 miliar.

Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta agar Nurhadi divonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Sedangkan menantunya, Rezky Herbiyono, dituntut 11 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Nurhadi dan Rezky juga tidak diwajibkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 83,013 miliar subsider 2 tahun penjara sebagaimana tuntutan JPU.

Terlibat dalam Pengurusan Perkara

Nurhadi diduga bermain dalam sejumlah kasus. Pada 2010, Nurhadi diduga menerima hadiah pengurusan perkara perdata antara PT Multicon Indrajaya Terminal yang menggugat PT Kawasan Berikat Nusantara pada 2010. Menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono, diduga menerima sembilan cek dan dijanjikan Rp 14 miliar. Selanjutnya, pada Juli 2015 hingga Januari 2016, Nurhadi diduga menerima uang senilai Rp 33,1 miliar dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto.

Kemudian, pada Oktober 2014-Agustus 2016, Nurhadi ditengarai menerima uang melalui menantunya, Rezky, senilai Rp 12,9 miliar dalam penangan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung.

Seorang mantan hakim agung mengatakan Nurhadi memiliki “kuasa” untuk mengintervensi pejabat di pengadilan sampai hakim agung di Mahkamah Agung. Melalui kaki tangannya di pengadilan, Nurhadi bisa meloloskan permohonan kasasi atau peninjauan kembali yang sebenarnya tidak memenuhi syarat formal.

Di tingkat Mahkamah Agung, selain bisa mengatur perkara di tingkat administrasi, Nurhadi diduga bisa mempengaruhi hakim sampai mengintervensi pejabat Mahkamah yang berwenang menentukan komposisi majelis. Hakim “favorit” yang ditentukan itu nantinya yang akan mengeksekusi pesanan Nurhadi.


Bagus Pribadi, Friski Riana,

dan

Hendrik Khoirul Muhid

berkontribusi dalam penulisan artikel ini



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com