TAUD Minta SP3 bagi 13 Terduga Pelaku Aksi Hari Buruh

TAUD Minta SP3 bagi 13 Terduga Pelaku Aksi Hari Buruh





,


Jakarta


– Grup Hukum untuk Mendukung Demokrasi (GHMD) telah menyerahkan permintaan kepada Kepolisia Daerah Metropolitan Jakarta agar menyampaikan Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau SP3 bagi 13 orang yang terlibat dalam demonstrasi tersebut.
Hari Buruh Internasional
yang sekarang memiliki status sebagai tersangka.

Surat itu diantar secara langsung kepada Ditreskrimum.
Polda Metro Jaya
Pada hari Jumat, tanggal 23 Mei 2025. “Surat tersebut diambil secara langsung oleh Staf dari Bidang Reserse Kriminal Polda Metro Jaya dan sudah ada bukti penerimaan dokumen yang disampaikan ke tim TAUD,” demikian tertulis pada pernyataan resmi TAUD.

Muhammad Yahya dari perwakilan TAUD menyebut bahwa mereka mendapat surat penunjukan sebagai tersangka untuk 13 demonstran pada tanggal 8 Mei 2025. Informasi tersebut dikemukakan saat konferensi pers di hari berikutnya.

Alif Nurwidiastomo, pengacara dari LBH Jakarta, menyatakan bahwa penyebutan sebagai tersangka berdasarkan tuduhan yang dialamatkan kepada peserta protes karena mereka melakukan tindakan kontra dan gagal mematuhi instruksi petugas. Kepolisian mengungkapkan bahwa para peserta demonstrasi itu tidak langsung meninggalkan tempat unjuk rasa meskipun sudah diberi peringatan oleh pihak kepolisian.

“Tiga individu terkena dakwaan Pasal 216 serta atau 218 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sedangkan 10 orang lainnya dijerat dengan Pasal 212 bersama-sama atau 216 beserta atau 218 dari KUHP,” jelas Alif.

Berdasarkan TAUD, tidak ditemukan elemen kejahatan hukum dalam perbuatan yang dilakukan oleh para terduga. Mereka mengklaim bahwa penyebaran pandangan di hadapan publik dengan cara yang tenang dan tertib dilindungi oleh Undang-undang No. 9 tahun 1998. Bab 16 dari undang-undang itu menegaskan bahwa hukuman pidana hanya dapat dipaksakan apabila tindakan tersebut disertai kerusakan atau melanggar norma kesopanan.

“Faktanya, para penyampai pidato selama aksi tersebut bertingkah laku dengan tertiban, apalagi sebagian dari klien kita adalah relawan medis yang berfungsi sebagai barisan depan dalam memelihara keselamatan peserta aksi yang seharusnya mendapatkan perlindungan,” ungkap mereka.

TAUD juga mengkritisi cara menetapkan tersangka yang dianggap bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum AcaraPidana (KUHAP) serta melanggar keputusanMahkamahKonstitusi.

Mereka menyatakan bahwa penentuan status tersangka hanya didasarkan pada Berita Acara Interogasi dan Klarifikasi. Namun, menurut KUHAP, dokumen semacam itu bukanlah landasan yang sah untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka.

Mereka menunjukkan keputusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 yang mengatakan bahwa penentuan seseorang sebagai tersangka harus didasarkan pada setidaknya dua bukti seperti dijelaskan dalam Pasal 184 KUHAP, serta melibatkan pemeriksaan terhadap orang tersebut sebelum dinyatakan sebagai tersangka.

Penegak lawan tidak mengikuti aturan hukum tersebut sehingga menyalahi prinsip ketentuan dan prinsip kejelasan dalam hukum.

lex specialis menggantikan lex generalis

seperti yang ditetapkan dalam pasal 63 ayat 2 KUHP,” ujarnya.

M. Rizki Yusrial telah menyumbangkan pemikirannya pada tulisan artikel ini.