Tantangan yang Mengancam Laba Industri Fintech Lending

Tantangan yang Mengancam Laba Industri Fintech Lending

Tantangan yang Menghadang Industri Fintech P2P Lending di Indonesia

Industri fintech peer to peer (P2P) lending di Indonesia terus menghadapi sejumlah tantangan yang memengaruhi kinerja dan laba perusahaan. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyampaikan bahwa beberapa isu seperti meningkatnya jumlah gagal bayar serta dugaan kesepakatan bunga oleh lembaga pengawas, berdampak signifikan terhadap investor dan pemberi pinjaman.

Ketua Umum AFPI, Entjik Djafar, menjelaskan bahwa fenomena gagal bayar semakin marak dalam beberapa bulan terakhir. Selain itu, adanya tuduhan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengenai kesepakatan bunga juga menjadi perhatian serius bagi industri ini. Menurutnya, hal tersebut sangat memengaruhi kepercayaan dan kestabilan pasar.

“Masalah ini sangat memengaruhi para investor dan lender,” ujar Entjik kepada media pada Kamis (25/9/2025). Dengan menurunnya tingkat pendanaan yang disalurkan melalui fintech lending, maka penyaluran dana kepada penerima pinjaman (borrower) juga akan terganggu. Akibatnya, keuntungan yang diperoleh industri bisa terkikis.

Meskipun ada potensi pertumbuhan laba pada tahun ini, Entjik memprediksi kenaikannya tidak akan begitu besar. “Walaupun dapat di atas 2024, kami prediksi kenaikannya tidak terlalu besar,” tambahnya.

Sebagai informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa laba industri fintech lending atau pinjaman daring (pindar) terus mengalami peningkatan sejak awal tahun hingga Juli 2025. Laba yang dicatat hingga saat ini mencapai Rp 1,34 triliun. Angka ini mendekati pencapaian seluruh tahun 2024 yang tercatat sebesar Rp 1,65 triliun.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, menyatakan bahwa peningkatan kinerja laba fintech lending menunjukkan masih tingginya permintaan masyarakat terhadap layanan finansial digital. Hal ini didorong oleh meningkatnya transaksi digital di berbagai sektor ekonomi.

Namun, di tengah ketidakpastian ekonomi global, OJK tetap waspada terhadap potensi risiko yang muncul, terutama terkait kualitas kredit dan tingkat gagal bayar. Kondisi ini bisa berdampak langsung pada laba industri fintech lending.

Tantangan Utama yang Dihadapi

Beberapa tantangan utama yang dihadapi industri fintech lending antara lain:

  • Meningkatnya jumlah gagal bayar – Fenomena ini mengurangi kepercayaan investor dan membuat proses pendanaan menjadi lebih sulit.
  • Tuduhan kesepakatan bunga – Isu ini memicu kekhawatiran terhadap persaingan sehat di pasar.
  • Perubahan regulasi – Regulasi yang berkembang dinilai perlu disesuaikan dengan dinamika pasar.
  • Risiko kualitas kredit – Tingkat gagal bayar yang tinggi berpotensi mengurangi laba industri secara keseluruhan.

Prospek dan Harapan Masa Depan

Meski menghadapi tantangan, industri fintech lending tetap memiliki potensi pertumbuhan. Adanya permintaan masyarakat yang tinggi terhadap layanan digital dan penggunaan teknologi untuk mempercepat proses pembiayaan menjadi faktor pendukung utama.

Selain itu, OJK terus melakukan pengawasan dan penguatan sistem agar industri ini tetap stabil dan berkelanjutan. Dengan kerja sama antara pemerintah, lembaga pengawas, dan pelaku usaha, diharapkan industri fintech lending dapat terus berkembang tanpa mengorbankan stabilitas ekonomi.