Warta Bulukumba
– Fajar belum sepenuhnya merekah saat deru gergaji mesin mulai merobek udara lembap Sungai Manggis. Pohon-pohon tumbang satu per satu, tidak dengan gelegar api, tapi dengan pelan—seperti helaan napas terakhir yang tak ada yang sudi mendengarkan.
Di kawasan Hutan Lindung Sungai Manggis, Kubu Raya, rimba tropis Kalimantan, operasi pembalakan liar kini tak dilakukan diam-diam. Kayu gelondongan tertata rapi di jalur pengangkutan. Truk keluar masuk tanpa cegatan.
Ramsah alias Putu, nama yang disebut-sebut warga sebagai dalang pembalakan, telah menjadi legenda kelam di Desa Permata. Ia dikenal tak punya jabatan resmi. Namun kuasanya disebut-sebut mengalahkan camat, polisi, bahkan aparat kehutanan.
“Kami menemukan tumpukan kayu dalam jumlah besar, rapi, siap kirim. Ini bukan hasil semalam. Ini jaringan. Ini sistem,” tegas Tim Investigasi Kujang dalam laporannya, dikutip pada Kamis, 3 Juli 2025.
Kayu ilegal itu kemudian didistribusikan ke desa-desa pengolahan seperti Mekar Sari dan Sungai Asam. Uang miliaran rupiah berputar. Namun tak sepeser pun kembali pada warga yang tanahnya dirampas diam-diam.
Hukum memilih diam?
Yang paling mencengangkan, menurut keterangan Tim Investigasi Kujang, bukan hanya skala kerusakan, tetapi diamnya hukum.
Mereka juga mengungkapkan, polisi hutan tidak bergerak. Penegak hukum bungkam. Kepala desa justru mengancam media yang memberitakan.
“Pelaku ada. Lokasi jelas. Barang bukti utuh. Tapi tak ada tindakan. Lalu, apa gunanya hukum?” ujar seorang warga yang tak mau disebut namanya karena takut intimidasi.
Warga menduga kuat ada beking aparat berseragam yang membuat jaringan pembalakan tak tersentuh.
“Mafia ini tak akan berani kalau tak ada yang lindungi. Semua sudah tahu, tapi tidak ada yang mau bergerak,” lanjut warga.
Ironis, ketika investigasi media menampilkan foto-foto kayu gelondongan berserakan di zona larangan, media pembela justru merilis gambar kayu olahan yang tampak legal.
“Apakah ini pembingkaian ulang realitas? Upaya membenturkan kebenaran agar suara rakyat terpecah?” kata perwakilan Tim Investigasi Kujang.
Publik bertanya: Jika kayu itu legal, mengapa ditebang sembunyi-sembunyi? Mengapa kepala desa lebih sibuk menggertak media daripada menjelaskan legalitas kayu?
Genosida alam
Tim Investigasi Kujang menegaskan, apa yang terjadi di Sungai Manggis bukan hanya pelanggaran administrasi kehutanan. Ini genosida terhadap ekosistem yang menopang kehidupan Kalimantan.
Saat hukum tak berdaya menindak pelaku yang nyata di depan mata, yang mati bukan cuma pohon, tapi juga harapan rakyat.
“Jika negara tak hadir hari ini, maka anak cucu kita hanya akan tahu hutan Kalimantan dari buku pelajaran,” ujar seorang aktivis lingkungan setempat.
“Pilih diam, maka kau ikut menebang. Pilih melawan, maka kau ikut menyelamatkan,” tegas Tim Investigasi Kujang.***