.CO.ID – SURAKARTA.Sistem Koordinasi Manfaat (CoB) atau Koordinasi Antar Penyelenggara Jaminan (KAPJ) dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah mulai diberlakukan sejak bulan Juli.
Meski tidak merinci perkembangan jumlah peserta berdasarkan skema CoB ini, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti mengungkapkan bahwa pelaksanaan CoB telah diterapkan di beberapa fasilitas layanan kesehatan bahkan sebelum aturan resmi dikeluarkan.
“Sudah berjalan, bahkan sebelum Juli lalu sudah berjalan,” kata Ghufron kepada para jurnalis di RSJD Arief Zainudin Surakarta, Selasa (16/9/2025).
Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Ia mengatakan, skema ini memberikan kesempatan bagi peserta JKN-KIS kelas 1 dan kelas 2 untuk meningkatkan layanan kesehatan mereka dengan menambah biaya sendiri melalui perusahaan tempat bekerja atau dari asuransi tambahan.
Berdasarkan pendapat Ghufron, peserta bisa memanfaatkan skema ini untuk meningkatkan kelas perawatan, termasuk mengakses layanan eksekutif atau ruang VIP.
“Anggota BPJS memberikan kesempatan kepada orang yang memiliki kelas 2 dan kelas 1, itu diperbolehkan. Mereka bisa memperoleh layanan eksekutif, seperti perawatan jalan. Jika dia termasuk kelas 1, boleh juga mengunjungi ruang VIP. Dan hal tersebut sudah berlaku,” katanya.
Biaya tambahan yang dikenakan tidak melebihi Rp 400.000. Ghufron menekankan perlunya kerja sama yang saling menguntungkan antara BPJS, peserta, perusahaan, serta pihak asuransi tambahan.
“Harus ada kerja sama yang menghasilkan solusi saling menguntungkan. Jadi tidak boleh terjadi kemenangan-kalah atau kalah-kalah, apalagi. Harus saling menguntungkan, rakyat kita diuntungkan, BPJS juga untung, serta perusahaan asuransi komersial atau tambahan juga mendapat manfaat,” katanya.
Selanjutnya, Ghufron menjelaskan konsep pembagian biaya yang menjadi dasar dari skema CoB ini. “Namanya, ketika seseorang membutuhkan layanan, maka dia harus mengeluarkan uang dari dana pribadinya, itulah yang disebut cost sharing,” jelasnya.
Menurutnya, bentuk pembagian biaya bervariasi. Terdapat co-insurance yang umum seperti yang digunakan di Australia dan Inggris. Ada pula co-payment, yaitu peserta membayar jumlah tertentu setiap kali menerima layanan.
Selain itu, ada pula deductible, yaitu peserta wajib membayar biaya hingga batas tertentu sebelum asuransi mulai menanggung sisa pengeluaran.
“Indonesia belum secara umum ya, secara resmi, karena masyarakat belum siap,” ujar Ghufron, menyatakan bahwa penerapan co-insurance di Indonesia perlu dilakukan secara bertahap agar dapat diterima oleh masyarakat.