,
Jakarta
– Awal bulan Mei kemarin, Tentara Nasional Indonesia atau TNI sekali lagi menjadi perhatian karena melaksanakan tugas yang sebagian orang menilai berada di luar tanggung jawabnya. Anggota dari lembaga pengayom keselamatan dan kedaulatan negeri ini dipergunakan untuk tujuan pemeliharaan keamanan.
kejaksaan
Setelah mendapatkan berbagai kritikan, Presiden Prabowo Subianto kemudian merilis peraturan untuk menopang tugas baru TNI yang telah ditentukan.
Peraturan tersebut dijabarkan dalam Peraturan Presiden atau Perpres No. 66 Tahun 2025 mengenai Penyelenggaraan Proteksi Negara bagi Jaksa saat Menjalankan Tanggung Jawab dan Kewajiban Kejaksaan Republik Indonesia. Sesuai dengan ketentuan baru ini, sekarang proteksi untuk para jaksa disediakan oleh Polri serta TNI. Bentuk perlindungan meliputi keamanan jasmani, rohani dan/atau properti mereka.
Pengamanan
TNI
Terkait dengan lembaga kejaksaan pertama kali menjadi bagian dari perintah telegram yang dikeluarkan oleh Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Agus Subiyanto tanggal 5 Mei 2025. Perintah tersebut menekankan dukungan TNI terhadap proses lancar dan amannya tugas penegak hukum, entah itu di tingkat Kejaksaan Tinggi (Kejati) ataupun di tingkat Kejaksaan Negeri (Kejari).
Telegram dari Panglima TNI tersebut kemudian diikuti oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Marili Simanjuntak dengan mengirimkan surat ke Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam). Untuk Kejaksaan Tinggi, direncakan akan dikirim 1 SST (Satuan Setingkat Peloton), yang berarti kira-kira 30 personel. Sementara itu, bagi Kejaksaan Negeri, dibutuhkan 1 regu atau kurang lebih 10 personel.
KSAD menginstruksikan Satuan Tempur (Satpur) serta Satuan Bantuan Tempur (Satbanpur) TNI AD dalam setiap daerah untuk menyediakan pasukan penjagaan bagi kejaksaan. Jika tidak bisa mencukupi permintaan tersebut, Panglima Kodam wajib melakukan koordinasi dengan unit-unit Angkatan Laut ataupun Angkatan Udara yang ada di wilayah mereka masing-masing.
Materi pengerahan tentara dalam pengamanan di wilayah kejaksaan itu sudah dibahas dalam Rapat Koordinasi secara virtual yang diselenggarakan oleh Markas Besar atau Mabes TNI bersama Jaksa Agung Muda Pidana Militer Kejaksaan Agung (JAM Pidmil Kejagung) Ali Ridho pada Senin, 5 Mei 2025. Pertemuan itu dihadiri oleh perwakilan kepala kejaksaan tinggi.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengonfirmasi pengerahan personel TNI untuk pengamanan ini termasuk bagi Kejati dan Kejari di seluruh Indonesia tersebut. Dia menuturkan pengamanan itu bentuk kerja sama sekaligus sebagai dukungan TNI kepada kejaksaan untuk menjalankan tugas-tugasnya.
“Memang telah ada tindakan pengawalan dari TNI yang mencakup area sekitar kejaksaan hingga wilayah pedesaan. Proses saat ini tengah berlangsung di daerah tersebut,” ujar Harli lewat pesan singkat kepada Tempo pada hari Minggu, 11 Mei 2025.
Sebaliknya, tanggung jawab baru TNI tersebut menghadapi kritikan, termasuk dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan. Menurut koalisi ini, pengiriman pasukan TNI ke area kejaksaan bertentangan dengan peraturan yang ada. Mereka merekomendasikan agar fokus TNI tetap terletak pada bidang pertahanan dan tidak mencampuri urusan penegakan hukum di lingkungan kejaksaan, yang merupakan lembaga sipil.
“Konsentrasi serupa ini makin memperkuat dugaan campurtangan militer dalam urusan sipil, terutama bidang penegakan hukuman,” ujar Koalisi yang melibatkankan YLBH dan Kontras itu, sebagaimana diringkas dari pernyataan Direktur Pelaksana Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, Minggu, 11 Mei 2025.
Koalisi menyatakan bahwa penempatan pasukan ke kejaksaan melanggar sejumlah undang-undang, khususnya Undang-Undang Dasar, UU Tentang Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Nasional, serta UU TNI yang menjabarkan tanggung jawab dan fungsinya secara spesifik. Selanjutnya, tidak ada aturan yang menjelaskan cara pelaksanaan bantuan TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP).
Bahkan demikian, koalisi mengatakan bahwa pengamanan kejaksaan tak perlu di-support dengan penugasan pasukan dari TNI karena tidak terdapat ancaman yang cukup untuk mendukung pemakaian unit militer tersebut. Selain itu, mereka merasakan bahwa pelibatan TNI dalam hal ini semakin meyakinkan publik tentang kemungkinan adanya kembalinya fungsi ganda TNI usai revisi Undang-Undang Tentang TNI.
Saat ini, sejak tanggal 21 Mei 2025, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2025 yang telah ditandatangani oleh Presiden
Prabowo
Tugas TNI untuk menjaga keamanan kejaksaan telah memiliki landasan hukum. Menurut Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, partisipasi TNI dalam melindungi jaksa adalah sesuatu yang biasa terjadi. Proteksi tersebut menjadi sebagian dari kolaborasi antara instansi kejaksaan dan TNI.
Beginilah kira-kira, hal tersebut merupakan suatu kondisi biasa dan wajar,” ujar Prasetyo saat berada di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, pada hari Jumat, 23 Mei 2025. “Bukan cuma TNI, tetapi kejaksaan pun bekerjasama dengan Polri.
Perlindungan yang diberikan oleh Polri dan TNI dijelaskan dengan jelas dalam Pasal 4 dari Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2025:
Perlindungan negara seperti yang disebutkan pada Pasal 2 dijalankan oleh:
a. Kepolisian Negara Republik Indonesia
b. Tentara Nasional Indonesia
Pasal 2 menjelaskan mengenai lingkup proteksi yang dialami oleh jaksa:
Ketika melaksanakan kewajiban dan perannya, jaksa memiliki hak untuk memperoleh jaminan proteksi pemerintah terhadapancaman yang dapat mengganggu keselamatan, nyawa, atau properti mereka.
Dalam peraturan presiden tersebut, kebijakan tentang perlindungan oleh Polri dan TNI ditempatkan pada pasal-pasal yang berbeda. Pasal 5, 6, serta 7 mengurus masalah perlindungan yang disediakan oleh Polri.
Pasal 5:
Penjagaan Negara yang diselenggarakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia diberikan kepada jaksa serta/atau anggota keluarganya.
Anggota keluarga yang dmaksud:
Anggota keluarga yang dimaksud adalah mereka yang terkait oleh hubungan darah sejauh tiga tingkat naik atau turun serta dua tingkat secara horizontal, termasuk juga pasangan menikah maupun individu yang ditangani oleh jaksa sebagai tanggung jawabnya.
Pasal 6 kemudian menetapkan jenis-jenis proteksi yang berlaku:
1. Perlindungan terhadap keselamatan diri;
2. Perlindungan tempat tinggal;
3. Perlindungan di tempat tinggal baru atau rumah yang aman;
4. Perlindungan atas aset keuangan;
5. Perlindungan atas rahasia pribadi; atau
6. Bentuk perlindungan tambahan disesuaikan dengan situasi dan keperluan.
Pasal 8 serta Pasal 9 membahas soal perlindungan yang disediakan oleh TNI.
Pasal 8:
Pelindungan negara yang disediakan oleh Tentara Nasional Indonesia diberikan kepada jaksa.
Pasal 9 menetapkan proteksi yang disediakan oleh TNI:
1. Perlindungan bagi lembaga Kepanjangan Jaksa;
2. Bantuan dan dukungan dari pihak Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk mengamankan jaksa ketika sedang melaksanakan kewajiban atau perannya; serta
3. Bentuk perlindungan tambahan disesuaikan dengan situasi dan keperluan krusial.
Jihan Ristiyanti, Hendrik Yaputra, Daniel Ahmad Fajri,
dan
Amelia Rahima Sari
ikut berpartisipasi dalam penyusunan artikel ini.