news  

Sekolah Kosong di Seluruh Indonesia

Sekolah Kosong di Seluruh Indonesia

Sekolah di Berbagai Daerah Indonesia Menghadapi Krisis Murid Baru

Tahun ajaran baru 2025-2026 menunjukkan fenomena yang memprihatinkan: sejumlah sekolah di berbagai wilayah Indonesia tidak memiliki murid baru. Fenomena ini terjadi di beberapa daerah seperti Aceh, Blora, Ciamis, Probolinggo, dan Wonogiri. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) kini sedang mengumpulkan data penerimaan murid baru melalui Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025. Langkah ini dilakukan setelah ditemukan jumlah siswa baru yang sangat minim di berbagai sekolah.

Daftar Sekolah yang Sepi Pendaftar

Aceh: Guru Mundur, Puluhan Siswa Terlantar

Di Kampung Simpur, Kecamatan Mesidah Bener Meriah, Aceh, Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Simpur menghadapi krisis serius. Delapan guru honorer di sekolah ini mengundurkan diri setelah gagal dalam tes PPPK dan merasa tidak memiliki jaminan untuk menjadi ASN. Akibatnya, aktivitas belajar mengajar terhenti total, dan puluhan siswa MIS tersebut terancam putus sekolah. Ketua Komite MIS Simpur, Fauzi Muhda, menjelaskan bahwa MIS ini didirikan pada tahun 2017 sebagai inisiatif masyarakat karena lokasi SD Negeri terdekat berjarak sekitar 8 kilometer. Saat ini, tidak ada lagi guru yang mengajar, dan anak-anak tidak lagi sekolah. Untuk sementara, seorang lulusan sarjana pertanian bernama Tajuk Tangkenate menampung anak-anak tersebut agar tetap bisa belajar.

Blora: Seragam dan Antar Jemput Gratis Tak Mampu Tarik Minat

Nasib SDN 1 Patalan di Desa Patalan, Kecamatan Blora, Jawa Tengah, begitu memilukan. Sekolah ini tidak mendapatkan satu pun murid baru di tahun ajaran ini, meskipun telah menawarkan fasilitas menarik seperti seragam gratis dan antar jemput gratis. Kepala Sekolah SDN 1 Patalan, Dhian Mayasari, mengungkapkan kesedihannya. Biasanya, di hari pertama MPLS, ruang kelas 1 digunakan untuk perkenalan antara murid dan guru-guru. Namun, karena tidak ada murid baru, ruang kelas 1 jadi sepi. Dhian menduga penyebab penurunan ini adalah lokasi geografis sekolah yang kurang strategis atau keberhasilan program KB. Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Blora, Sunaryo, menyebut SDN 1 Patalan berpotensi di-regroup dengan SDN 2 Patalan yang berlokasi berdekatan.

Ciamis: Kebijakan Rombongan Belajar Cekik Sekolah Swasta

Di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, tiga Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) swasta—SMK Yashira, SMK Darul Falah, dan SMK Kesehatan—tidak menerima siswa baru sama sekali. Sekretaris Jenderal Forum Kepala SMK Swasta (FKSS) Kabupaten Ciamis, Paryono, menuding kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang menaikkan kuota siswa di SMA dan SMK negeri menjadi 50 orang per rombongan belajar (rombel) sebagai penyebab utama. Hampir keseluruhan SMK swasta mengalami penurunan siswa. Dari 42 SMK swasta yang mendata ke FKSS, hanya 2.158 siswa baru yang mendaftar dari 12.168 lulusan SMP. Kondisi ini mengkhawatirkan nasib 1.067 guru dan 229 tenaga nonkependidikan di SMK swasta, yang terancam tidak memenuhi jam mengajar untuk tunjangan sertifikasi. Paryono berharap pemerintah berlaku adil dan tidak hanya berfokus pada sekolah negeri.

Probolinggo: SDN Warujinggo 2 Kosong Murid Selama Dua Tahun

Kabar sekolah tanpa murid juga datang dari Kabupaten Probolinggo, tepatnya SDN Warujinggo 2 di Kecamatan Leces. Sekolah ini sudah dua tahun terakhir tidak mendapatkan murid baru. Bahkan, kelas 1, 2, dan 5 saat ini tidak memiliki siswa. Total hanya 15 siswa yang masih bertahan, tersebar di kelas 3, 4, dan 6. Kepala Sekolah SDN Warujinggo 2, Indrati Susilo, menyatakan berbagai upaya telah dilakukan, namun letak geografis sekolah yang dekat dengan Kota Probolinggo serta banyaknya sekolah swasta di sekitar menjadi tantangan berat. Mulai 2 tahun kemarin, sekolah ini tidak punya murid, dan sosialisasi ke masyarakat sudah dilakukan.

Wonogiri: Minimnya Populasi Anak dan Sebaran Sekolah Tak Seimbang

Sebanyak sembilan Sekolah Dasar (SD) negeri di Wonogiri juga tidak memiliki murid baru. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Wonogiri, Sriyanto, menjelaskan bahwa penyebabnya bukan pada mutu sekolah, melainkan minimnya jumlah anak usia SD di wilayah tersebut dan sebaran sekolah yang tidak seimbang dengan populasi. Apalagi sistem penerimaan murid baru (SPMB) SDN menggunakan skema domisili sekitar sekolah. Ia mencontohkan Desa Bero yang memiliki tujuh SD, kemungkinan untuk mendekatkan akses pendidikan di wilayah bergunung. Ketua Komisi IV DPRD Wonogiri, Titik Sugiyarti, mendukung rencana regrouping sekolah sebagai solusi untuk efisiensi dan peningkatan mutu pendidikan.

Langkah Kemendikdasmen Menanggulangi Krisis

Mendikdasmen Abdul Mu’ti memastikan Kemendikdasmen akan melakukan pendataan siswa secara menyeluruh melalui sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik) setelah SPMB selesai. Dari data Dapodik, diharapkan dapat teridentifikasi lokasi sekolah dengan jumlah siswa minim secara nasional. Mu’ti juga akan berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan kepala daerah setempat untuk membahas dan menemukan langkah konkret mengatasi permasalahan ini, termasuk terkait pemerataan persebaran murid. Ia menekankan bahwa penyebab kondisi ini bervariasi dan perlu penanganan “case by case”, tidak bisa digeneralisasi secara nasional.

Fenomena sekolah tanpa murid baru ini menjadi alarm bagi sektor pendidikan di Indonesia, menyoroti tantangan demografi, pemerataan akses, hingga kebijakan penerimaan siswa yang perlu dievaluasi lebih lanjut.