, BANDUNG – Sekretaris Daerah Jawa Barat Herman Suryatman mengkritik Kepala UPTD Pusat Layanan Sosial Griya Harapan Difabel (PPSGHD) dari Dinas Sosial Jabar sebagai akibat dari pengusiran siswi disabilitas dari asrama.
Herman juga telah melakukan inspeksi langsung ke lokasi asrama serta siswi SLBN A Pajajaran yang terkena dampak tersebut.
Selanjutnya, asrama tersebut dihuni oleh dua siswi beserta satu pengurus, yang berada di Asrama Caruban.
“Wisma memiliki kapasitas untuk sembilan orang, UPTD setempat berkeinginan memaksimalkan penggunaannya agar wisma dapat berfungsi secara optimal sehingga lebih efisien dan efektif, karena di sana banyak saudara kita yang difabel, sehingga perlu mendapatkan pelayanan terbaik,” ujar Herman di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (24/7).
“Maka pengelola berencana untuk menggabungkan kedua putri ini dengan anak disabilitas lainnya di rumah singgah di seberang. Itu rencana yang baik, hanya saja teknis pelaksanaannya yang menjadi kendala. Kami sudah memberikan peringatan tegas,” tambahnya.
Herman mengungkapkan bahwa masalah dari kejadian ini terdiri dari dua hal, yang pertama adalah saat perpindahan dari asrama, di mana barang milik peserta didik maupun pendampingnya seharusnya diketahui secara langsung. Menurutnya, hal ini merupakan etika yang semestinya diterapkan.
“Maka saya memberi peringatan kepada kepala UPTD itu Andina, ini dia sudah memberi pemberitahuan kepada Anggita (pengasuh), persiapan untuk pindah. Mungkin karena responsnya tidak cepat, Andina mengambil inisiatif untuk memindahkan barang-barang tersebut ke wisma sebelah,” katanya.
Maka tidak dihadiri langsung oleh pihak yang bersangkutan, yang pertama, sehingga terkesan seperti diusir, padahal sebenarnya ada proses sebelumnya.
Saat melakukan inspeksi langsung ke lokasi asrama, Herman menyampaikan bahwa kondisinya memang sudah dihuni oleh sembilan orang penyandang disabilitas yang juga berusia di atas batas usia sekolah.
Hanya saja dua siswi ini membutuhkan pengawasan orang tua, dan mereka tidak setuju untuk dipindahkan bersama yang lain di Wisma Kembang Jenar.
“Maka dua hal tersebut, pertama pengalihan barang tidak dilakukan secara langsung, tidak ada izin yang diberikan secara langsung, kedua pembimbing tidak diberi ruangan tersendiri di asrama baru, yang menyebabkan orang tua keberatan dan membawa keduanya pulang,” jelasnya.
Selanjutnya, Herman telah membahas situasi ini dengan kedua belah pihak dan sudah disiapkan tempat, baik di wisma maupun tempat lain, yang jelas kedua siswi tersebut harus berada bersama pengasuhnya saat ini.
Saya sendiri sudah berjumpa dengan anaknya, memang perlu diberikan bimbingan, serta telah bertemu dengan Anggita, nanti kita siapkan tempatnya. Kepala UPTD saya meminta menyampaikan permintaan maaf atas kejadian ini dan mengenai hal-hal lain seperti makanan dan sebagainya, kami sepakat untuk menanggung jawabnya,” ujarnya.
Sebelumnya, Pembimbing Asrama Putri SLBN A Pajajaran Anggita Pratiwi menyampaikan bahwa pemindahan barang tersebut dilakukan ketika dirinya sedang berada di sekolah.
Tiba-tiba muncul panggilan masuk dari Pusat Layanan Sosial Griya Harapan Difabel (PPSGHD) Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat.
“Karena memang kami tinggal di sana. Mereka menyampaikan bahwa asrama tersebut harus dikosongkan dan terakhirnya besok, yaitu hari ini. Tapi setelah saya konfirmasi kembali, ternyata asrama itu sudah dikosongkan,” kata Anggita, Rabu (23/7/2025).
Petugas Dinsos telah lebih dulu mengangkut barang-barang dari asrama putri tersebut, segera setelah itu mereka memberi tahu bahwa ruangan tersebut akan digunakan, dengan kunci kamar pembimbing telah dibuka paksa.
Barang-barang anak-anak telah dikeluarkan dan gembok yang ada di kamar pembimbing itu dibuka dengan paksa. Mereka juga langsung memasukkan barang-barang milik klien atau alumni PPSGHD tersebut.
Di sisi lain, Kepala UPTD PPSGHD, Andina Rahayu menyatakan bahwa berita yang beredar di media sosial mengenai para siswi di SLBN A Pajajaran yang merasa dikeluarkan atau terancam putus sekolah dari tempat belajar tersebut tidak benar.
“Kami memastikan tidak ada pengusiran. Siswi-siswi tetap akan bersekolah dan menjalani kegiatan mereka, hanya lokasinya yang akan dipindahkan,” kata Andina melalui pernyataan resminya.
Andina menegaskan bahwa kesepakatan antara UPTD PPSGHD dan SLBN A Pajajaran telah dijalin pada 15 Juli 2025 terkait pemindahan para siswi yang akan bergabung dengan peserta didik disabilitas lainnya.
Di mana para siswi SLB A Pajajaran akan bergabung untuk berinteraksi dengan klien disabilitas lainnya, dan penempatan akan diatur oleh Griya Harapan Difabel.
“Perjanjian antara kedua belah pihak bahwa tidak ada kebijakan terkait pengusiran dan aktivitas belajar dua siswi akan tetap berjalan,” katanya.(mcr27/jpnn)