Berita  

Sejarah Kiai Deram, Pemimpin Muslim Berkharisma Asal Sajira

Sejarah Kiai Deram, Pemimpin Muslim Berkharisma Asal Sajira

KABAR BANTEN– Kiai Deram lahir di sebuah desa yang dikenal pernah menjadi tempat singgah utusan Sultan Maulana Hasanuddin, yang pernah melewati Sungai Ciberang.

Desa yang dikenal dengan nama Susukan kini berada di DAS Ciberang, Sajira, Lebak.

Seperti dilaporkan Kabar Banten melalui saluran YouTube Mang Dhepi Channel, berikut kisah hidup Kiai Deram, tokoh ulama yang berpengaruh dan memiliki pesona luar biasa dari Sajira, Lebak.

Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/

Kiai Deram merupakan tokoh ulama yang terkenal di Kabupaten Lebak, yang hidup pada abad ke-19, sejaman dengan Syekh Nawawi al-Bantani.

Satu-satunya sumber data mengenai Kiai ini adalah catatan Bupati Lebak tentang pondok pesantren di Lebak, yang diberikan kepada C. Snouck Hurgronje, yang sedang melakukan “Studi Pesantren di Jawa” setelah Pemberontakan Cilegon pada tahun 1888.

Sejak era Kesultanan Banten pada abad ke-16, posisi ulama sangat menonjol tidak hanya di bidang agama, tetapi juga dalam pendidikan, masyarakat, budaya hingga perjuangan melawan penjajahan.

Tokoh-tokoh agama Banten dianggap sebagai lambang kekuatan moral dan intelektual yang mampu membentuk identitas keislaman masyarakat secara menyeluruh.

Di tengah arus perkembangan dan keterbukaan global saat ini, mengenali kembali tokoh dan perjuangan ulama Banten menjadi penting agar nilai-nilai mulia yang mereka tinggalkan tetap hidup dan sesuai dengan kebutuhan generasi sekarang.

Para ulama tidak hanya bertugas sebagai dai dan pengajar ilmu agama, tetapi juga berperan sebagai pemimpin rohani dan pejuang kemerdekaan yang kukuh menjunjung prinsip-prinsip keadilan serta kebenaran.

Kiai Deram lahir di sebuah desa yang dikenal sebagai tempat singgah para utusan Sultan Maulana Hasanuddin saat melewati Sungai Ciberang.

Desa tersebut dikenal sebagai Kampung Susukan yang saat ini berada di wilayah aliran sungai.

Disebutkan dalam cerita bahwa penyebaran agama Islam di Banten Selatan dilakukan oleh orang-orang yang disebut susukan. Ketekunan dan keberanian para ulama dari daerah ini konon akhirnya berhasil mengislamkan seluruh penduduk di wilayah Lebak, termasuk Suku Baduy.

Berbeda dengan santri lainnya pada masa itu yang memilih belajar kepada kiai-kiai di Banten seperti Kiai Sahal Lopang Serang dan KH Raden Yusuf, ia memutuskan untuk menuntut ilmu di sebuah pesantren Tegalsari Ponorogo yang dinilai oleh Martin Van Brown sebagai menyediakan pengajaran Islam terbaik di Pulau Jawa.

Pesantren ini menjadi tempat pendidikan bagi anak-anak dari pesisir utara Jawa, untuk melanjutkan studi agama mereka dan bahkan dianggap sebagai pusat pembelajaran yang menjadi rujukan bagi keturunan bangsawan Jawa yang ingin mempelajari dasar-dasar ilmu keislaman tradisional di bawah bimbingan seorang ulama yang memiliki pengaruh besar serta masih memiliki hubungan keturunan dengan Raja Mataram.

Seorang tokoh kyai yang memiliki pesona luar biasa dalam mendidik santri di pesantren tertua di Pulau Jawa adalah Kiai Hasan Besari.

Raden Ronggoarsito, seorang keturunan bangsawan Jawa yang terkenal sebagai penyair dan juga peramal terkenal, adalah lulusan dari pesantren ini.

Pesantren Tegalsari dikenal sebagai pesantren paling tua di Pulau Jawa karena diduga berdiri pada tahun 1742. Kiai Deram kemungkinan pernah menimba ilmu di sana pada abad ke-19.

Di sana ia belajar dasar-dasar tata bahasa Arab menggunakan buku Awamil dan buku Jurumiah. Dasar-dasar ilmu tajwid, fasahah, dan qiraat.

Setelah kembali dari Tegalsari, ia mendirikan pesantren untuk mewujudkan apa yang dipelajari dan dilihatnya di Jawa Timur. Upayanya dikabarkan menggunakan bahasa pengantar bahasa Jawa Timur.

Materi yang diajarkannya hampir sama dengan kurikulum pesantren pada umumnya di Banten, dengan cara penyampaian yang biasa digunakan seperti bandongan, sorogan, dan wetonan.

Kiai Deram meninggal di Rabegh, yaitu tempat persinggahan kafilah haji yang terletak di jalur perjalanan antara Makkah dan Madinah. Sayangnya, belum diketahui secara pasti tahun kapan ulama asal Sajira ini wafat.

Salah satu warisan dari Kiai Deram adalah pesantren dan masjid. Kedua bangunan tersebut kemudian dikembangkan oleh menantunya yang juga merupakan santri terbaiknya, yaitu Kiai Haji Idris.

Seperti yang diketahui, Kiai Deram tidak memiliki putra. Satu-satunya anaknya adalah Saidah yang kemudian dinikahkan dengan KH Idris bin Saidin bin Tb Pongo bin Sayid Mubarok bin TB Urip bin TB Agus Banten.

Kiai Haji Idris disebut sebagai orang asli Cisemet. Berdasarkan informasi dari KH Idris, ia yang pertama kali mendirikan pesantren di Desa Babakan Masjid.

Kiai Haji Idris adalah orang yang membangun masjid tersebut. Dikabarkan bahwa proses pengurusan izin untuk mendirikan masjid ini sangat rumit dan memakan waktu.

Untuk memperoleh izin peran masjid ini, Kiai Haji Idris harus sering kali berkunjung tujuh kali ke kecamatan. Keturunan dari Kiai Deram menyebar. Beberapa di antaranya tinggal di Cipanas, Leuwih Damar, dan Rangkas Bitung.

Kini pesantren ini hanya tinggal kenangan. Namun, jejaknya masih bisa dilihat dengan melihat keberadaan masjid tua di Kampung Babakan Masjid.

Berikut adalah beberapa variasi parafraze dari teks tersebut: 1. Inilah kisah hidup Kiai Deram, tokoh yang berpengaruh dalam sejarah penyebaran agama Islam di wilayah Banten. 2. Berikut ini adalah riwayat perjalanan Kiai Deram, seorang tokoh yang memainkan peran penting dalam proses penyebaran Islam di tanah Banten. 3. Kiai Deram adalah tokoh yang memiliki kontribusi besar dalam sejarah penyebaran agama Islam di Banten. 4. Ini adalah kisah hidup Kiai Deram, sosok yang berpengaruh dalam proses penyebaran Islam di daerah Banten. 5. Kiai Deram merupakan tokoh penting dalam sejarah penyebaran agama Islam di tanah Banten.