Pendekatan Holistik untuk Menangani ODOL
Masalah Over Dimension Over Loading (ODOL) telah menjadi isu yang serius bagi sektor logistik dan infrastruktur di Indonesia. Pemerintah, pelaku industri, serta kalangan akademisi sepakat bahwa penanganan masalah ini tidak dapat dilakukan secara parsial. Diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif, mencakup aspek keselamatan, efisiensi ekonomi, sosial, dan kesiapan infrastruktur pendukung.
Edi Susilo, Analis Kebijakan Ahli Madya dari Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, menyampaikan bahwa pemerintah sedang menyiapkan sembilan rencana aksi strategis untuk menyelesaikan persoalan ODOL secara sistemik. Ia menegaskan bahwa penerapan kebijakan zero ODOL akan berdampak pada biaya distribusi dan harga barang. Oleh karena itu, diperlukan roadmap komprehensif agar transisi berjalan mulus dan tidak mengganggu rantai pasok nasional.
Dukungan dari Pelaku Industri
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) juga mendukung penerapan kebijakan zero ODOL. Namun, mereka menilai perlu adanya revisi aturan terkait Muatan Sumbu Terberat (MST) dalam Peraturan Pemerintah No. 30/2021 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ). Ketua Bidang Perdagangan & Promosi GAPKI, Manumpak Manurung, menjelaskan bahwa tanpa perubahan peraturan tersebut, implementasi kebijakan zero ODOL akan menyebabkan kenaikan harga barang yang sangat tinggi.
Menurutnya, diperlukan jumlah truk logistik yang lebih dari dua kali lipat, yang akan berdampak pada inflasi yang tinggi di daerah maupun secara nasional. Ia meminta pemerintah melakukan evaluasi terlebih dahulu apakah infrastruktur jalan saat ini sudah memadai atau belum. Kondisi jalan di sentra-sentra sawit saat ini dinilai masih jauh dari harapan, terutama karena lokasinya berada di area yang relatif jauh dari pusat perkotaan.
Dampak Zero ODOL pada Logistik
Tanpa merevisi aturan kelas jalan, akan terjadi penambahan jumlah truk yang membawa sawit dari tempat pengumpulan TBS (Tandan Buah Segar). Sebelumnya, satu truk bisa memuat 8 ton sawit, tetapi dengan kebijakan zero ODOL, truk hanya bisa mengangkut 3 ton sesuai dengan kelas jalan. Akibatnya, truk yang tadinya bermuatan 8 ton harus dibagi ke truk-truk lainnya, sehingga jumlah truk meningkat dan ongkos logistik menjadi dua hingga tiga kali lipat.
Jalan yang digunakan untuk menuju sentra-sentra pengumpulan kelapa sawit umumnya berada di bawah kelas 3C atau jalan kecamatan. Hal ini membuat kondisi jalan tidak cukup kuat untuk menangani beban angkut yang lebih besar. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi terhadap kesiapan infrastruktur jalan sebelum menerapkan kebijakan zero ODOL.
Komitmen untuk Solusi Bersama
GAPKI siap berdiskusi lebih lanjut untuk memberikan solusi agar implementasi peraturan zero ODOL bisa berjalan dengan baik. Mereka berharap kebijakan ini dapat tetap mendukung iklim usaha yang baik dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% di Indonesia. Dengan kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat, diharapkan ODOL dapat ditangani secara efektif dan berkelanjutan.