, JAKARTA — Seorang model komersial, Sarah Murray, mengungkapkan kekhawatirannya melihat merek-merek mode yang semakin intensif dalam menggunakan model yang dibuat dengan kecerdasan buatan (AI)artificial intelligence/AI).
Ia menyampaikannya sejak 2023, ketika pertama kali melihat model yang dibuat oleh AI berupa seorang perempuan muda mengenakan gaun denim Levi’s.
“Profesi dunia model sudah cukup menantang tanpa harus bersaing dengan standar kesempurnaan digital baru yang bisa dicapai melalui AI,” ujar Murray, dilansirTechCrunch (04/8/25).
Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Ia menyebutkan 2 tahun setelah peristiwa tersebut, kekhawatiran semakin memuncak. Berbagai merek terus mencoba model yang dihasilkan oleh AI, salah satunya adalah edisi cetak Vogue Juli yang menampilkan iklan Guess dengan model AI.
Hal ini memicu perdebatan di kalangan masyarakat, mengingat Vogue merupakan majalah yang menjadi panutan bagi para profesional mode dalam menentukan apa yang bisa dan tidak bisa diterima dalam industri tersebut.
Model AI dianggap lebih sesuai ditampilkan dalam artikel, bukan dalam iklan, tetapi Vogue menyatakan bahwa hal tersebut memenuhi standar iklannya.
Model E-Commerce Terancam
Pendiri dan model organisasi WAYE yang menulis mengenai model CGI untuk Vogue, Sinead Bovell menyatakan, model e-commerce adalah pihak yang paling rentan terhadap otomatisasi.
Support us — there's a special gift for you.
Click here: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Model e-commerce adalah individu yang berperan dalam iklan atau menampilkan pakaian dan aksesori untuk konsumen online. Penampilan mereka terlihat lebih “nyata dan mudah dipahami” dibandingkan model kelas atas yang penampilannya lebih mencolok.
“Perdagangan elektronik menjadi sumber penghasilan utama bagi sebagian besar model, yang meskipun belum tentu memberikan ketenaran atau kejayaan, tetapi tetap bisa menjamin stabilitas keuangan,” ujar Bovell.
Di sisi lain, teknisi seni yang pernah bekerja dengan merek-merek mode terkenal, Paul Mouginot menyatakan bahwa bekerja dengan model manusia memerlukan biaya tinggi, khususnya ketika harus mengambil foto mereka dengan berbagai pakaian, sepatu, dan aksesori.
“AI kini memungkinkan kita memberikan produk kepada model virtual, bahkan juga bisa menempatkan model tersebut dalam lingkungan yang konsisten dan menghasilkan gambar yang mirip dengan model asli,” kata Mouginot, dilaporkan TechCrunch (04/08/25).
Lebih Sederhana dan Hemat dengan Menggunakan Model AI
Penulis yang juga mengarang biografi Gwyneth Paltrow, Amy Odell menyatakan bahwa saat ini lebih murah bagi merek fashion untuk memakai model AI.
Hal ini disebabkan oleh kebutuhan konten yang terus meningkat, sehingga dengan model AI, mereka mampu mengurangi biaya iklan cetak atau bahkan alur konten TikTok mereka. Pendiri perusahaan iklan Silverside AI, PJ Pereira juga menjelaskan, penggunaan model AI bergantung pada ukuran operasional.
Setiap dialog yang dilakukan Silverside AI dengan merek-merek mode selalu berfokus pada fakta, keseluruhan sistem pemasaran di mana setiap merek hanya menghasilkan empat konten utama setiap tahun.
Media sosial dan e-commerce menjadi penyebab perubahan di era saat ini, yang menyebabkan merek memerlukan sekitar 400 hingga 400.000 konten, yang juga membutuhkan biaya yang besar. Menurut Pereira, peningkatan skala ini tidak akan cukup ditangani hanya dengan perubahan proses.
“Anda membutuhkan sistem yang baru, sayangnya orang-orang marah dan mengira ini hanya tentang mencari keuntungan dari para artis dan model, padahal bukan itu yang saya lihat,” jelas pendiri Silverside AI tersebut.(Muhamad Rafi Firmansyah Harun)