news  

Sakit Hati Keluarga Pemulung Bandung Makan Bangkai Ayam dari Tumpukan Sampah

Sakit Hati Keluarga Pemulung Bandung Makan Bangkai Ayam dari Tumpukan Sampah

Keluarga Pemulung di Bandung Harus Makan Bangkai Ayam yang Ditemukan di TPA

Kondisi keluarga pemulung di Bandung Barat, Jawa Barat, memicu rasa prihatin setelah ditemukan sedang memasak bangkai ayam yang didapat dari tempat pembuangan sampah. Kejadian ini terjadi saat Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, melakukan kunjungan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti, Senin (14/7/2025). Ia tidak menyangka bahwa salah satu keluarga pemulung harus mengonsumsi makanan yang justru berbahaya bagi kesehatan.

Saat itu, Dedi melihat langsung bagaimana keluarga tersebut tinggal di gubuk sederhana yang tidak layak huni. Rumah mereka terletak dekat TPA dan tidak memiliki fasilitas sanitasi yang memadai. Suami dari keluarga tersebut bekerja sebagai pengais rongsokan, sementara istri mengurus tiga anak di dalam rumah yang penuh lalat dan tidak memiliki dapur atau kamar mandi.

Dedi Mulyadi merasa syok ketika melihat ayam yang telah menjadi bangkai dimasukkan ke dalam panci. “Ya Allah ya Rabbi,” ucapnya dengan suara parau. Ia kemudian bertanya kepada sang ibu, “Berarti ini sudah bercampur dengan sampah bu?” Sang ibu menjawab dengan nada rendah, “Iya, anak juga gak mau makan.”

Ia menanyakan apakah ayam tersebut pernah dicuci dan dimasak ulang. Meskipun demikian, Dedi tetap menegaskan bahwa hal tersebut sangat berisiko bagi kesehatan. Ia bahkan marah dan bertanya keras, “Masak ibu ngasih makan bangkai!?”

Penghasilan harian sang ibu ternyata sangat kecil. Ia hanya mendapatkan antara Rp20 ribu hingga Rp30 ribu sehari. Sementara suaminya, yang bekerja mengais rongsokan, bisa menghasilkan sekitar Rp50 ribu per hari. Kondisi ekonomi keluarga ini membuat mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti beras dan air bersih.

Dedi Mulyadi kemudian meminta KTP keluarga tersebut untuk memastikan apakah mereka mendapatkan bantuan sosial yang layak. Saat ditanya mengapa tidak pulang ke kampung, sang ibu menjawab bahwa mencari pekerjaan di kampung lebih sulit dibandingkan di Bandung. “Cari nafkah di sini, Pak. Di kampung susah pekerjaan,” katanya.

Selain itu, sang ibu mengaku belum memiliki beras karena belum mendapatkan uang. Anak-anaknya pun terlihat lapar. Anak pertama bekerja sebagai kuli di Jakarta, anak kedua masih bersekolah SD dan diasuh oleh ibunya, sementara anak ketiganya tinggal bersama orang tua di gubuk reyot tersebut.

Melihat kondisi ini, Dedi Mulyadi menyatakan bahwa pemerintah provinsi akan segera melakukan penataan terhadap pemukiman kumuh di sekitar TPA. Ia menyampaikan keprihatinan atas fakta bahwa banyak rumah di area tersebut tidak memiliki akses air bersih, sanitasi yang tidak memadai, dan bahkan beberapa tidak teraliri listrik.

“Rumah-rumah di sini kumuh. Nanti dalam waktu tidak terlalu lama semuanya akan saya rapikan, bereskan, dan nanti rumah-rumah kumuhnya akan ditata,” ujar Dedi. Ia juga berjanji untuk memperbaiki drainase dan merelokasi warga yang tinggal di lingkungan tidak layak huni.

Di akhir kunjungan, Dedi memberikan sejumlah uang kepada keluarga tersebut. Sang ibu tak kuasa menahan air mata dan mengucapkan terima kasih. “Nuhun (terima kasih), Pak,” ujarnya lirih. Dedi menambahkan bahwa keluarga ini akan diberi bantuan agar bisa mencari kontrakan di sekitar daerah tersebut.

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com