Uap putih melayang-layangi asap kapal St. Peter di Vatican, pada hari Kamis tanggal 8 Mei sekitar pukul 18:09 waktu lokal, menjadi pertanda bahwa umat Katolik secara global kini telah mendapatkan pimpinan baru. Ia merupakan Robert Prevost (berusia 69 tahun), yang saat ini berperan sebagai Kardinal dari Amerika Serikat.
Pemilihan Paus adalah suatu peristiwa geopolitik penting. Dalam hal ini, seorang tokoh agama akan dipilih sebagai pemimpin bagi Gereja Katolik dengan pengaruh atas lebih dari 1,4 miliar jemaah Kristen Romawi di seluruh dunia. Proses penunjukan tersebut dilakukan melalui konklaf dimana hanya kardinal-kardinal pilihan saja yang boleh masuk ke Kapel Sistina guna menentukan calon Paus baru mereka.
Sejak abad ke-19, sinyal asap telah dipergunakan untuk mengkomunikasikan hasil voting. Asap ini diciptakan melalui pembakaran surat suara dan pada mulanya hanya dimaksudkan sebagai tanda bahwa tak ada Paus yang berhasil terpilih.
Pada konklaf tahun 1914 yang menunjuk Benediktus XV, penggunaan asap dengan warna berbeda baru diterapkan. Sebelumnya, terdapat tiga jenis warna asap, namun kemudian jumlah tersebut dikurangi menjadi dua.
Asap putih
(fumata bianca)
Adalah indikator terpentingnya. Surat suara tersebut di bakar menggunakan tiga bahan untuk menciptakan asap berwarna putih. Satu dari komponennya ialah kalium klorat yang umum ditemukan pada cairan bilas mulut serta petasan.
Selanjutnya terdapat loktasa, yaitu bentuk glukosa yang biasa hadir dalam susu. Kemudian ada juga rosin (yang kadang disebut dengan nama lain yakni kolofoni), merupakan getah yang didapatkan dari pohon cemara dan konifer. Ketika asap putih mulai keluar, bel akan berdering di semua gereja Katolik Kristiani di penjuru dunia. Lantas seorang protodeacon dari Dewan Kardinal akan menghadiri acara tersebut dan menyampaikan pidato kepada publik.
“
Saya beritahu kalian kabar bahagia yang besar; kita memiliki seorang Paus.
!”, yang berarti “Saya sampaikan kegembiraan yang luar biasa kepada kalian, kami telah memilih seorang Paus!”.
Sebelum euforia tersebut terjadi, asap gelap mulai timbul.
(fumata nera)
Muncul sebelumnya. Tiap kali voting dilakukan dan tak ada calon yang mendapatkan lebih dari dua pertiga dukungan, maka tidak akan ada Paus yang dipilih. Jika hal itu terjadi, dokumen-dokumen tersebut dibakar menggunakan tiga jenis bahan kimia berbeda; salah satunya adalah kalium perchlorate, lalu adanya acetone, serta belerang.
Pernah ada pula asap kuning.
(fumata gialla)
Asap ini dipergunakan untuk mengecek tungku serta cerobong yang difungsikan dalam pembakaran surat suara. Akan tetapi, mulai tahun 2005, tungku konvensional yang telah lama aktif sejak tahun 1939 sudah dikaitkan dengan tungku moderen yang membara asap bervariasi warnanya. Sehingga tak terdapat pertentangan tentang corak asap yang keluar dari cerobong tersebut.