Kondisi Pasar Saham dan Strategi Investasi yang Layak Dipertimbangkan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang signifikan. Pada Senin (7/7), indeks hanya mampu menguat sebesar 0,52% atau bertambah 35,74 poin ke level 6.900. Meskipun demikian, dalam empat hari perdagangan berturut-turut sebelumnya, indeks terus bergerak di zona merah. Investor asing juga tercatat melakukan aksi net sell hingga Rp 56,01 triliun secara year to date.
Di tengah situasi pasar yang sedang tidak stabil, investor umumnya cenderung beralih ke saham-saham defensif. Namun, menurut Head of Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia Suryanata, strategi ini kini tidak lagi efektif. Saham-saham defensif klasik dinilai sudah kehilangan peran sebagai ‘safe haven’ yang ampuh dalam menghadapi kondisi pasar saat ini.
“Di tengah tekanan makroekonomi global, arus keluar dana asing dalam jumlah besar, dan lemahnya daya beli domestik, sektor konsumsi dan perbankan besar mulai kehilangan daya lindungnya,” ujar Liza.
Berdasarkan analisisnya, Liza memberikan beberapa solusi alternatif investasi yang layak dipertimbangkan oleh para investor:
1. High Dividen Play di Sektor Energi dan Tambang
Saham dengan dividen tinggi dapat menjadi sumber imbal hasil nyata meski harga sahamnya stagnan. Oleh karena itu, Liza menyarankan pelaku pasar fokus pada emiten tambang yang masih mencetak laba besar dan rajin membagikan dividen. Contohnya adalah ADRO, PTBA, HRUM, dan ITMG. Selain dividen tinggi, mereka juga diuntungkan dengan aktivitas ekspornya. “Harga batubara mulai picking up dan sepertinya tengah membentuk tren naik dalam jangka pendek,” kata Liza.
2. Melirik Sektor Logistik dan Pelabuhan
Di tengah tekanan fiskal dan konsumsi, sektor yang masih didorong oleh aktivitas ekspor-impor tetap berpeluang tumbuh. Contoh dari sektor ini adalah IPCC yang bergerak di bidang terminal kendaraan ekspor serta SMDR dan TSPC yang memiliki bisnis logistik laut dan pelayaran. Permintaan logistik tetap kuat seiring kebutuhan rantai pasok dan industrialisasi di luar Pulau Jawa.
3. Mengikuti Tren Struktural dan Sektor Baru
Investor perlu menyesuaikan strategi dengan arah perkembangan jangka panjang, khususnya dalam sektor teknologi dan energi. Contohnya, dari sektor data center & infrastruktur digital ada emiten seperti DCII, MTEL, EDGE, dan WIFI. Transisi energi dan hilirisasi tambang seperti yang dilakukan MBMA, ADMR, NCKL, TPIA, ANTM, serta sektor kawasan industri dan proyek smelter seperti SSIA dan PPRE, bahkan GOTO jika mulai masuk ke sektor kendaraan listrik atau logistik digital.
4. Saham Berbasis Dolar AS dan Natural Hedge
Investor perlu mencari saham yang memiliki eksposure dolar AS atau klien luar negeri agar tidak terpukul pelemahan rupiah. Contohnya adalah AADI atau PTBA yang memiliki pendapatan dolar AS atau aktivitas ekspor. Dari grup Barito ada CUAN, PTRO, dan BREN, yang tetap menarik untuk peluang trading meskipun saham-saham tersebut memiliki valuasi tinggi.
5. Manfaatkan Momentum Rotasi Sektor
Dengan melemahnya performa sektor defensif, rotasi ke sektor lain menjadi kunci untuk menangkap peluang. Sektor basic material, energi, dan transportasi masih memiliki katalis pertumbuhan. Emiten seperti RAJA dan RATU dinilai masih aktif berekspansi. Selain itu, kenaikan harga komoditas akibat konflik geopolitik di Timur Tengah atau Eropa juga bisa membawa sentimen positif bagi emiten terkait seperti MEDC, BUMI, BRMS, MDKA, ANTM, HRTA, dan ENRG.
“IHSG sedang berada di era saham aman tak lagi aman. Investor perlu adaptif, jangan hanya bertahan di blue chips saja, tapi bergerak ke sektor yang punya story struktural atau didukung cashflow dolar AS, atau yang menjadi sasaran investasi dari Danantara. Intinya sentimen drive,” tutup Liza.