, BACAN
Polres Halmahera Selatan, Maluku Utara mengonfirmasi akan melanjutkan tindakan terkait dengan pelaporan tentang dugaan perampasan keperawanan yang dialami oleh seorang siswi SMP berumur 15 tahun di Kecamatan Bacan Timur Tengah sehingga menyebabkan dirinya hamil.
Laporan kasus ini diserahkan pada tanggal 2 April 2025 dengan menggunakan nomor pendaftaran surat bernomor: STPL/197/IV/2025/SPKT.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) Polres Halmahera Selatan AKP Sunadi Sugiono menyebut bahwa pihak penyelidik sudah mengecek korban serta seorang saksi.
Berikutnya, penyidik akan mengatur jadwal panggilan bagi sejumlah saksi setelah laporan visum dari korban di rumah sakit umum daerah Labuha keluar.
“Penyelidikan kasus ini sedang berlangsung dan korban telah menjalani proses divum. Tim penyidik menanti laporan visum sebelum melanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi lainnya,” jelas Sunadi pada hari Senin (7/4/2025).
Sundai menyatakan bahwa penyidik memerlukan analisis yang lebih mendalam untuk menyelesaikan kasus tersebut. Terdapat kira-kira 16 orang pria dewasa yang dicurigai berperan sebagai tersangka.
Di samping itu, ancaman kekerasan yang dialami oleh para korban telah berlangsung cukup lama, yaitu mulai saat mereka menempati kelas 1 SD sampai dengan kelas 3 SMP.
“Penyelidikan terus diperdalam, sebab menurut pengakuannya sebagai korban, ia telah mengalami pemerkosaan sejak usia Sekolah Dasar hingga ke jenjang Sekolah Menengah Pertama. Lagipula, tersangkanya diyakini mencapai 16 individu,” paparnya.
Sunadi menyatakan bahwa para penyidik sudah memiliki daftar berisi nama-nama dari 16 tersangka lainnya. Nama-nama tersebut akan dievaluasi lebih lanjut usai laporan forensik dirilis.
“Sekaligatidak diragukan lagi proses perkara ini sedang berjalan, sehingga siapa pun yang harus dihadirkan untuk pemeriksaan tentu akan dilakukan. Laporan forensik juga akan ditinjau kembali dan jika telah memadai buktinya, persidangan baru akan diselenggarakan,” tegasnya.
Kisah korban rudapaksa
Seorang korban sebelumnya menyatakan bahwa dia dipaksa secara paksa oleh 16 orang laki-laki dewasa. Di antara para pelaku terdapat seseorang yang bernama Hamza Ali (50), juga dikenal sebagai Ojek.
Tindakan tercela yang dilakukan oleh Hamza Ali di dalam rumah saat korban baru berada di tingkat 1 Sekolah Dasar.
Korbannya mencoba mempertahankan diri tetapi tidak berhasil. Setelah melakukan tindakannya, Hamza Ali mengejar korban dan menyuruhnya untuk diam sambil memberikan sejumlah uang Rp 50 ribu.
Sejak dipaksa, sang korban menyatakan bahwa Hamza Ali memintanya untuk menjadi pelayannya sampai dia duduk di kelas tiga sekolah menengah pertama.
“Jika dulu Om Ojek terjadi berulangkali, saat itu usia saya masih Sekolah Dasar. Selanjutnya bisa diselenggarakan di dalam rumah dan di kebun. Namun sebagian besar acara tersebut dilaksanakan di kebun,” ujar korban sambil mengucurkan air mata, Sabtu (5/4/2025).
Selain Hamza Ali, korban menyebut bahwa dia juga diancam dan dipaksa oleh Yeni Arif alias Noris (62). Motifnya serupa dengan kasus Hamza Ali; Noris melakukan ancaman dan menawarkan uang sebagai cara untuk meredakan masalah.
Sungguh memilukan, dua pegawai guru diduga turut serta dalam insiden ini. Menurut korban, kedua orang tersebut adalah Fardi, seorang guru di SDN, serta RK atau yang dikenal dengan nama Rifai, kepala sekolah dari MIS.
“Mereka dalam kondisi mabuk. Kejadian itu terjadi pada tahun 2024, saya memberikan uang sebesar Rp100ribu kepada mereka,” jelasnya.
Korban menyebut bahwa dia telah lupa tentang kapan dan di mana insiden itu terjadi. Akan tetapi, dia mencantumkan 16 nama dari para lelaki dewasa yang dimaksud.
Berikut ini adalah nama-nama mereka: Hamza Ali (50 tahun), Yeni Arif yang juga dikenal sebagai Noris (62 tahun), Rizal, Ai, Alwi (62 tahun), Rahman Zen atau biasa disebut Cemen, Fardi, dan Rifai.
Berikutnya ada Fahmi, Mustafa yang dikenal sebagai Tafa, Iksan, Muhammad Dong, Rusli Sangaji yang biasa dipanggil Loka, Cecen, Said Usman yang populer dengan sebutan Sahbandar, serta Jakmal Bilatu yang lebih dikenali sebagai Ade.
Terakhir kali adalah pada tanggal 18 Februari 2025 (saya dipaksa untuknya), begitu kata Om Yeni. Namun, orang-orang yang saya sebutkan tersebut juga demikian.
“Saya bisa memberikan uang padanya tetapi juga diancam. Jika saya mencoba bersuara, mereka akan melaporkan dan mempermalukanku,” jelas korban. (*)