SEPUTAR CIBUBUR
-Mantan Menpora Roy Suryo menanggapi tajam pernyataan Irjen (Purn) Aryanto Sutadi, Penasihat Ahli Kapolri, terkait polemik dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo.
Roy menilai komentar Aryanto sebagai bentuk provokasi dan upaya memecah belah pihak-pihak yang bersuara kritis.
Dalam pernyataannya, Aryanto menyebut jumlah tersangka dalam kasus ini bisa bertambah banyak, bahkan menyebut aktivitas Roy Suryo dan rekan-rekannya di media sosial maupun berbagai podcast bisa menjadi alat bukti oleh penyidik.
Aryanto juga menuding bahwa pembelaan Roy Cs justru seperti “menggali kubur” mereka sendiri.
Menanggapi hal itu, Roy menolak mentah-mentah anggapan tersebut. Ia menyayangkan gaya komunikasi Aryanto yang dinilainya tidak pantas, mengingat yang bersangkutan adalah purnawirawan jenderal polisi bintang dua.
“Kalau mau mengadu domba, ya silakan, tapi saya tegaskan kami tidak akan termakan provokasi seperti itu. Terutama dari Pak Aryanto,” ujar Roy seperti dikutip dari Kompas TV, Sabtu (7/6/2025).
Roy juga menyoroti sikap pihak lain yang dianggap ikut menekan pihak yang mempertanyakan keaslian ijazah Jokowi, termasuk Ali Mochtar Ngabalin.
“Ngabalin itu kan gayanya selalu keras, belakangan malah seperti merasa jadi aparat. Tapi saya tidak mau membesarkan kepala orang-orang seperti itu,” sindir Roy.
Roy bahkan menyebut akan tampil dalam satu forum debat dengan Ngabalin di salah satu program televisi. “Kebetulan nanti sore saya dijadwalkan bertemu Ngabalin di Kompas. Jadi saya akan langsung sampaikan ke dia, supaya tahu siapa sebenarnya yang justru membuat gaduh,” tambahnya.
Jejak Digital dan Potensi Tersangka
Sementara itu, Irjen (Purn) Aryanto Sutadi menegaskan bahwa proses penyelidikan terhadap kasus tudingan ijazah palsu Jokowi masih terus berlangsung. Ia menyebut bahwa penyidik belum menetapkan tersangka karena masih mengumpulkan data dan bukti.
“Ini belum waktunya buru-buru tetapkan tersangka. Tapi saya yakin, jumlahnya nanti tidak sedikit,” kata Aryanto.
Menurutnya, banyak pernyataan dan konten yang tersebar di berbagai media, terutama podcast dan talkshow, berpotensi mengandung unsur pidana seperti ujaran kebencian, fitnah, atau provokasi.
“Semua itu terekam jejak digitalnya. Polisi bisa menambah unsur pidana baru dari setiap temuan di lapangan. Kalau dalam penyelidikan muncul pelanggaran baru, maka bisa dibuka laporan tambahan,” jelasnya.
Aryanto kembali menekankan bahwa yang dilaporkan ke polisi sejauh ini baru sebagian kecil. “Saya percaya, lima orang yang sudah dilaporkan itu baru permulaan. Bisa jadi jumlah tersangka akan bertambah,” ujarnya.
Ia menutup dengan peringatan agar siapa pun berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan publik. “Jejak digital tidak bisa dihapus. Kalau sudah menyebar fitnah dan provokasi, itu bisa dipertanggungjawabkan secara hukum,” tegasnya.***