Berita  

Revisi UUPA Bukan Sekadar Politik, Masady: Harus Selesaikan Masalah Rakyat Aceh

Revisi UUPA Bukan Sekadar Politik, Masady: Harus Selesaikan Masalah Rakyat Aceh

– Anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) asal Aceh, Masady Manggeng menuntut perubahan UU Pemerintahan Aceh (UUPA) benar-benar mampu menyelesaikan masalah masyarakat. Ia berharap aturan yang dihasilkan dari MoU Helsinki 2005 tidak hanya menjadi alat politik semata.

“Perubahan UUPA tidak boleh hanya mengakomodasi kepentingan kalangan elit. Ia perlu didukung oleh kajian akademis yang menyeluruh, penelitian empiris, dan analisis perbandingan. Tanpa hal itu, pasal-pasal yang dibuat hanya akan menjadi teks yang tidak berarti,” ujar Masady di Jakarta, Sabtu, 13 September 2025.

Seorang politisi yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan Indonesia (HIMITEKINDO) pada periode 2007-2009 menekankan perlunya partisipasi perguruan tinggi dan masyarakat sipil. Menurutnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI seharusnya berani mengungkapkan draf revisi kepada publik.

Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/

“Jika prosesnya bersifat tertutup, masyarakat Aceh hanya akan menjadi penonton, sementara hasilnya diatur oleh sekelompok elit,” katanya.

Aceh menghadapi tantangan yang sangat serius. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 menunjukkan angka kemiskinan sebesar 14,4 persen, yang merupakan tertinggi di Pulau Sumatra, meskipun provinsi ini kaya akan gas, emas, dan sumber daya laut.

Masady menekankan bahwa otoritas yang besar dari pemerintah daerah perlu memberikan dampak nyata terhadap kesejahteraan masyarakat.

“Papua telah menerima lebih dari Rp 1.000 triliun dana otsus sejak tahun 2002, namun Indeks Pembangunan Manusia mereka masih berada di bawah rata-rata nasional. Aceh perlu belajar dari hal ini, jangan sampai kekhususan hanya menciptakan ketimpangan baru,” ujar Masady.

Isu tentang representasi politik juga perlu mendapat perhatian. Dengan hanya memiliki 13 kursi di DPR RI, suara Aceh seringkali tidak terdengar karena dominasi Jawa.

Masady menganggap penambahan kursi bukan hanya sekadar keistimewaan, melainkan bentuk keadilan dalam perwakilan. Perubahan UUPA juga harus mempertimbangkan pembentukan wilayah otonomi baru guna memperkuat kemampuan pemerintahan daerah.

Selain itu, aspek sosial juga tidak kalah penting. Nasib mantan pejuang, anak-anak syuhada, korban konflik, serta penguatan lembaga adat, menurut Masady, bukan hanya catatan sejarah, tetapi dasar keadilan yang mendukung perdamaian. Selain itu, aspek sosial memiliki peran yang sama pentingnya. Nasib mantan anggota militer, anak-anak syuhada, para korban konflik, dan penguatan institusi adat, menurut Masady, bukan sekadar rekaman sejarah, melainkan fondasi keadilan yang menjadi penopang perdamaian. Selain itu, aspek sosial tidak kalah relevan. Nasib mantan pejuang, anak-anak syuhada, korban konflik, serta penguatan lembaga adat, menurut Masady, bukan hanya bagian dari sejarah, tetapi landasan keadilan yang mendorong tercapainya perdamaian.

Bidang pendidikan dan agama juga merupakan bentuk investasi jangka panjang. Rata-rata lamanya sekolah di Aceh tercatat sebesar 9,2 tahun, yang lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional sebesar 9,6 tahun. “Jika pendidikan tidak diperhatikan, generasi Aceh akan kembali terjebak dalam siklus kemiskinan,” katanya.

Masady menekankan bahwa revisi UUPA bukan hanya soal hukum atau politik. Namun, harus benar-benar bertujuan untuk kepentingan rakyat, bukan kalangan elit. “Jika hanya menjadi alat politik belaka, Aceh akan kehilangan momentum,” tambah Masady. ***