Berita  

Revisi UU Haji dan Umrah Terus Berlangsung, Asosiasi Haji: Jangan Sampai Hancurkan Ekosistem

Revisi UU Haji dan Umrah Terus Berlangsung, Asosiasi Haji: Jangan Sampai Hancurkan Ekosistem

– Perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 mengenai Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah mendapatkan perhatian dari berbagai pihak. Termasuk dari organisasi haji dan umrah. Mereka menegaskan agar perubahan ini tidak sampai mengabaikan ekosistem haji dan umrah yang telah terbentuk di Indonesia.

Ketua Tim 13 Asosiasi Haji dan Umrah M. Firman Taufik menekankan hal tersebut. Dilaporkan dari pernyataan resmi pada Rabu (20/8), Firman menyampaikan bahwa penyelenggaraan ibadah haji dan umrah telah berlangsung sejak lama. Bahkan sebelum Indonesia meraih kemerdekaan. Pada masa itu, organisasi masyarakat (ormas) Islam yang menjadi perantara dalam pelaksanaan ibadah tersebut.

“Sebelum Indonesia merdeka, penyelenggaraan ibadah haji dan umrah telah dilakukan oleh organisasi-organisasi Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis, serta tokoh agama dan pesantren. Hal ini menjadi awal mula terbentuknya ekosistem haji dan umrah yang kini berkembang menjadi sebuah industri,” ujarnya.

Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/

Menurut Firman, sektor haji dan umrah saat ini telah melibatkan berbagai bidang ekonomi. Mulai dari pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), konveksi, katering, transportasi, perhotelan, hingga pemandu ibadah. Semua pihak terlibat secara aktif. Mereka membentuk sistem penyelenggaraan haji dan umrah di tingkat nasional.

“Pada saat wabah Covid-19 terjadi dan ibadah umrah kembali diizinkan, sektor ekonomi yang sebelumnya lesu mulai bangkit kembali. Ini menunjukkan bahwa industri haji dan umrah berdampak langsung terhadap perekonomian masyarakat,” katanya.

Oleh karena itu, Firman menekankan bahwa sangat penting untuk menjaga ekosistem yang telah terbentuk. Karena di dalam ekosistem tersebut juga terdapat regulator, operator, supplier, dan pengguna yang dalam kasus ini adalah para jamaah. Ia berpendapat, ekosistem tersebut perlu tetap bertahan meskipun RUU Haji dan Umrah akan mengubah beberapa aturan.

“Jangan sampai perubahan undang-undang justru merusak sistem ekonomi masyarakat yang sudah berjalan dengan baik,” tegasnya.

Firman menyampaikan bahwa UU yang ideal adalah UU yang mampu memberikan bimbingan, pelayanan, dan perlindungan kepada warga negara. Selain itu, UU tersebut juga perlu bersifat fleksibel terhadap perubahan dan tantangan di masa depan. Oleh karena itu, dia berharap besar kepada anggota DPR yang secara langsung terlibat dalam proses penyusunan RUU Haji dan Umrah.

”Kami berharap para anggota DPR yang terhormat, menyadari bahwa UU Haji dan Umrah sangat penting karena berkaitan dengan kebutuhan umat dan pengaruhnya terhadap perekonomian nasional. Jika umrah mandiri diizinkan melalui UU ini, maka kemungkinan pasar asing akan mendominasi dan merusak ekosistem perekonomian keumatan,” ujarnya.

Selanjutnya, ia membandingkan sistem penyelenggaraan haji biasa dan haji khusus. Menurut Firman, haji biasa hanya memiliki satu penyelenggara, yaitu pemerintah, dengan kuota sebesar 92 persen dan mendapatkan bantuan dana. Sementara haji khusus diatur oleh swasta yang memiliki izin Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK), tidak menerima subsidi, dan kuotanya hanya 8 persen.

Firman mengharapkan adanya transparansi dalam metode penyelenggaraan, pendanaan, serta pelayanan ibadah haji dan umrah di masa depan. Tujuannya adalah untuk menjaga kepercayaan masyarakat. Karena hal tersebut tidak hanya berkaitan dengan penyelenggaraan ibadah, tetapi juga terkait dengan kelangsungan ekosistem ekonomi umat.

“Jangan sampai undang-undang terbaru justru menghancurkan sistem yang telah berkembang lama,” tutupnya.