Resmi Terpisah, separuh warga Kota Tasikmalaya Kini Hidup dalam Rumah Tidak Layak Huni: Penyelarasan Pengelolaan Pemekaran Diuji

Resmi Terpisah, separuh warga Kota Tasikmalaya Kini Hidup dalam Rumah Tidak Layak Huni: Penyelarasan Pengelolaan Pemekaran Diuji


PR GARUT

Kota Tasikmalaya, sebelumnya tergabung dalam wilayah Kabupaten Tasikmalaya, saat ini dihadapkan pada berbagai tantangan signifikan. Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) bukanlah hal yang mudah dilakukan dengan cepat. Untuk mencapai peningkatan tersebut diperlukan strategi melalui implementasi program-program serta mendorong percepatan pertumbuhan ekonominya.

Perluasan daerah bukanlah jaminan bahwa area tersebut akan dapat mengatur pemerintahan dengan efektif. Justru terkadang kualitas pengelolaan bisa merosot drastis ketika berpisah dari entitas utamaanya.

Ini menunjukkan bahwa manajemen pemerintah kurang baik setelah pemekaran formal menjadikan Kota Tasikmalaya sebagai kotamadya sendiri pada tahun 2001. Berdasarkan informasi terkini dari Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan di Kota Tasikmalaya telah meningkat hingga 11,10 persen.

Kota Tasikmalaya, yang mempunyai area seluas kurang lebih 183,14 kilometer persegi, malah tercatat sebagai salah satu kawasan paling miskin di Jawa Barat. Statistik tersebut menjadikan Kota Tasikmalaya berada pada posisi empat untuk tingkat kelaparan tertinggi di Propinsi Jawa Barat dan melebihi beberapa tempat lainnya yang memiliki ukuran geografis lebih besar.


Setengah Penduduk Kota Tasikmalaya Menetap di Perumahan Kurang Layak

Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat melaporkan bahwa nyaris setengah penduduk di Kota Tasikmalaya tinggal dalam rumah yang tidak memenuhi standar hunian layak. Berdasarkan laporan BPS Jawa Barat pada tahun 2024, kira-kira 45,01% dari total perumahan di Kota Tasikmalaya dikategorikan sebagai tempat tinggal yang kurang sesuai untuk ditinggali.

Nyaris setengah penduduk Kota Tasikmalaya tinggal di tempat perumahan yang tak sesuai standar kelayakan. Kota Tasikmalaya sedang berurusan dengan persoalan besar berkaitan jumlah rumah tidak layak huni (RTLH) yang cukup signifikan.

Ini mengindikasikan bahwa nyaris setengah dari seluruh rumah belum memenuhi kriteria kehidupan yang layak. Karena alasan tersebut, Pemkot Tasikmalaya perlu turun tangan serta menyediakan jawaban atas masalah ini.

“Pemda dan Pemprov bertanggung jawab untuk meningkatkan standar tempat tinggal yang tak layak huni lewat skema pembenahan, revitalisasi, atau pembuatan ulang. Seperti diatur dalam Pasal 54 UU No. 1 tahun 2011 mengenai Rumah Susun dan Lingkungan Hunian,” ungkap Bendahara Poros Sahabat Nusantara (POSNU), Asep Kustiana pada hari Sabtu, tanggal 24 Mei 2025.

Menurutnya lagi, Pemerintah Kota Tasikmalaya bisa mengoptimalkan kesehatan dan kemajuan warganya dengan menambah jumlah program untuk rumah tak layak dihuni. Sebab ia percaya bahwa tempat tinggal yang tidak sehat itu bisa jadi sumber dari banyak jenis penyakit.

Dengan peningkatan kondisi hunian, keadaan kesehatan warga pun bakal membaik, yang pada gilirannya bisa mengecilkan tekanan terhadap sistem pelayanan medis umum. Di samping itu, situasi tersebut juga berpotensi mengurangi tingkat kemiskinan serta merangsang pertumbuhan ekonomi.

“Sebuah rumah yang baik untuk ditempati menyediakan perasaan keamanan dan kenyamanan, yang secara berturut-turut dapat menaikkan produktivitas penduduknya. Ini memiliki potensi untuk mengurangi jumlah kemiskinan serta mempercepat perkembangan ekonomi setempat,” katanya.

Menurutnya, metode ini juga bisa membantu dalam mencapai pembangunan yang lestari, mengoptimalkan mutu hunian sejalan dengan konsep pembangunan jangka panjang tersebut, sambil tetap memperhatikan faktor-faktor sosial dan lingkungan.

“Dalam hal ini, menaikan batas atas RTLH menjadi sangat vital. Tidak hanya untuk memperbaiki mutu kehidupan penduduk setempat, tindakan tersebut pun sesuai dengan tujuan Kota Tasikmalaya dalam mengurangi kesenjangan ekonomi serta mencapai kesejahteraan bersama,” ucapnya.

Menurutnya, program Rutilahu tak sekadar menangani pembenahan fisik tempat tinggal saja, namun juga meliputi pengembangan mutu sekitar serta sarana pokok seperti pasokan air minum dan sistem kebersihan.

Dengan peningkatan quota program Rutilahu, diupayakan agar lebih banyak penduduk bisa menempati rumah yang layak huni dengan kondisi yang aman, bersih, dan nyaman. Hal ini pun turut mendorong pengembangan kota Tasikmalaya menjadi satu yang inklusif serta lestari.

“Karenanya sangat penting untuk menjamin bahwa semakin banyak warga mendapatkan akses ke perumahan yang sesuai, sehat, dan aman. Hal ini juga merupakan tindakan nyata dalam meraih visi pembangunan nasional yang bersifat inklusif serta berkesinambungan,” tandasnya.