, JAKARTA – Persidangan Paripurna Kedua Belas
DPD RI
dimulai dengan penyampaian laporan tentang pengambilan aspirasi publik
daerah
.
Laporan itu menggambarkan masalah utama atau penting yang disampaikan oleh wakil dari bagian wilayah.
“Laporan reses dari wakil sub-wilayah menjadi lebih ringkas sehingga badan pengawas bisa lebih spesifik dalam mengikuti aspirasi publik yang bersifat nasional. Sedangkan masukan dari masyarakat yang berkaitan dengan area lokal atau daerah akan diproses oleh sub-wilayah,” jelas Ketua DPD RI Sultan B Najamudin pada pembukaanSidang Paripurna ke-12 di Ruangan Nusantara IV Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (15/4/25).
Rekomendasi yang dikumpulkan dalam laporannya saat reses kali ini diajukan oleh perwakilan dari Sub Wilayah Barat I yaitu Leni Haryati John Latief, Sub Wilayah Barat II Kondang Kusumaning Ayu, Sub Wilayah Timur I Al Hidayat Samsu, serta Sub Wilayah Timur II Sopater Sam kepada DPD RI selama Masa Sidang IV Tahun Sidang 2024-2025 agar mendapat perhatian.
“Berkenaan dengan cakupan Komite I DPD RI, penting untuk meningkatkan pemantauan dalam pelaksanaan Undang-Undang tentang Desa serta Dana Desa. Oleh karena itu, DPD RI harus mendukung reformasi sistem pengawasan yang lebih inklusif dan jujur guna menciptakan manajemen keuangan desa yang baik, melihat banyaknya kasus penyalahgunaan dan kurangnya kemampuan para pengurus Badan Usaha Milik Desa,” ungkap Leni Haryati.
Pada saat bersamaan, di wilayah timur pertama Al Hidayat, Samsu menyarankan pihak berwenang merumuskan kembali peraturan pelaksana yang berasal dari Undang-Undang Desa.
“Pengaturan mengenai perencanaan dan implementasi pembangunan di desa-desa dan area-area yang tertinggal seharusnya disesuaikan dengan cara yang mencerminkan situasi spasial dan kondisi geografi, aspek sosial, budaya, serta ekonomi dari masing-masing desa, memperhatikan juga kebutuhan unik setiap desa beserta bijaknya pengetahuan lokal,” jelasnya.
Saran bagi Komite II dari Kondang Kusumaning Ayu mengenai sektor lingkungan hidup dan energi mencakup pentingnya memberikan prioritas pada pembangunan infrastruktur laut serta menolak agar hal tersebut termasuk dalam kebijakan penghematan anggaran.
“Ini sangat penting karena mempengaruhi banyak orang di kalangan nelayan dan penduduk pantai serta keamanan pangan dari sektor laut,” jelasnya.
Dalam kesempatan serupa, wakil dari Sub Wilayah II Timur Sopater Sam menyampaikan bahwa bahan-bahan yang dihasilkan dari masukan masyarakat setempat untuk Komite II menekankan pada dampak kerusakan lingkaran hidup serta peningkatan perlindungan hukum.
Menurut dia, daerah timur masih mengalami masalah berkaitan dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang diakibatkan oleh ketidakcukupan perlindungan hukum untuk hak kepemilikan lahan penduduk setempat, manajemen limbah yang tidak baik serta kurang memadainya akses ke sumber air bersih.
“Maka dibutuhkan kebijakan yang mencakup pelindungan lingkungan serta menjamin penggunaan sumber daya alam secara bertanggung jawab,” katanya.
Selanjutnya, masalah prioritas Komite III yang dijelaskan oleh wakil Subwilayah Barat I menekankan pentingnya mempercepat reformasi dalam bidang layanan kesehatan serta pendidikan agama. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan peningkatan alokasi anggaran dan kemampuan penyediaan fasilitas kesehatan lokal, terlebih setelah adanya musibah dan untuk masyarakat yang berisiko tinggi.
“DPD mengusulkan adanya kebijakan afirmatif guna memperluas akses terhadap pendidikan agama serta memberikan dukungan kepada institusi sosial berbasis agama,” demikian harapan Leni Haryati, seorang senator yang datang dari Provinsi Bengkulu.
Dalam ranah Komite III, Al Hidayat Samsu mengatakan bahwa DPD RI harus memantau Undang-Undang No. 49 Tahun 2009 tentang Kepemudaan. Salah satu caranya adalah dengan mendorong pemangku kepentingan agar merumuskan dan meningkatkan Rencana Aksi Daerah Kepemudaan (RAD-Pemudi) di tiap wilayah.
“Perlu kita dorong para pemangku kepentingan agar menyusun dan memperkokoh Rencana Aksi Daerah bagi Pemuda sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2022 mengenai Koordinasi Antar Sektoral bidang Kepemudaan,” jelas dia.
Dalam ranah Komite IV DPD RI, Kondang Kusumaning Ayu menyatakan bahwa DPD RI mendukung pemecahan masalah sektor finansial dan perbankan. Antara lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia harus diposisikan sebagai pihak utama yang wajib dihadirkan pada diskusi kebijakan terkini, termasuk soal supervisi pinjol, regulasi tenaga kerja pendukung layanan keuangan, serta menjaga stabilitas sistem transaksi domestik.
“Kementerian Kominfo serta PPATK perlu bekerja sama dengan erat untuk menangani transaksi digital yang mencurigakan, ini meliputi pengawasan aliran uang dari perjudian daring dan platform ilegald,” tambahnya.
Hasil survei wilayah timur kedua menunjukkan bahwa Komisi IV perlu memusatkan perhatiannya pada pelaksanaan pengawasan terhadap kebijakan Bank Indonesia.
Sopater Sam mengkritik kebijakan Bank Indonesia yang dirasanya terlalu rumit dan memiliki dampak signifikan pada situasi finansial warga setempat, sehingga diperlukan pengetahuan yang lebih mendalam oleh masyarakat lokal tentang hal tersebut.
“Oleh karena itu, dibutuhkan sosialiasi, partisipasi, serta pemantauan dari semua pihak dalam masyarakat setempat. Jangkauan informasi berkaitan dengan keputusan perbankan harus diperbesar sehingga warga dapat menggunakan data tersebut untuk menaikkan pengetahuan finansial dan hasil ekonominya,” jelas Sopater.
Selanjutnya, dalam laporannya tentang aspirasi terkait materi BULD, DPD RI menyarankan pentingnya mengoptimalkan pembinaan ruang serta manajemen limbah. Oleh karena itu, diperlukan upaya mendorong penyederhanaan dan digitalisasi dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
“Untuk mengatur limbah, DPD harus mendukung teknologi manajemen moderen serta peraturan yang terintegrasi antar departemen,” jelas Leni Haryati.
(fri/jpnn)