– Salsa Erwina Hutagalung, seorang influencer yang mengajukan tantangan kepada Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni, saat ini menjadi perhatian publik.
Selanjutnya, profil dan wajah Salsa Hutagalung kini menjadi perhatian masyarakat.
Salsa Hutagalung, seorang influencer berani, mengkritik pernyataan Ahmad Sahroni yang menyebut seruan “bubarkan DPR” sebagai upacara orang tolol dunia.
Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Tidak tinggal diam, Salsa mengajak Ahmad Sahroni untuk debat terbuka dihadiri oleh publik dan dinilai oleh juri profesional.
Kini nama Salsa Hutagalung menjadi perhatian.
Lalu, siapa tokoh dan profilnya?
Salsa Erwina Hutagalung terkenal sebagai seorang selebgram. Ia adalah pemilik akun @jadidewasa.
Jadi Dewasa 101 (JDW 101) adalah saluran podcast yang menyajikan panduan dan strategi untuk berkembang menjadi dewasa.
Podcast akan membahas berbagai topik mulai dari memahami identitas diri hingga isu terkait harapan dan keuangan.
Salsa juga menyatakan dirinya sebagai pemenang debat di Nanyang Technology University pada tahun 2014.
Ia juga tercatat sebagai mahasiswa unggulan Universitas Gadjah Mada.
Sekarang Salsa tinggal di Aarhus, kota terbesar kedua di Denmark.
Selanjutnya, nama Salsa Erwina Hutagalung mendapat perhatian setelah mengajukan tantangan debat kepada Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni.
Tantangan debat muncul setelah pernyataan seorang politikus NasDem yang menyebut “orang tolol sedunia” saat merespons wacana pembubaran DPR RI, yang menjadi viral di media sosial.
Salsa mengajak debat Ahmad Sahroni melalui akun Instagramnya @salsaer.
Seseorang yang menganggap rakyat bodoh, ayo aku tantang debat kamu @ahmadsahroni88 dari partai @official_nasdem. Kita tunjukkan siapa yang benar-benar bodoh dan tidak bekerja untuk kepentingan rakyat!
Kita pilih juri debat yang profesional, lebih baik jika bersifat internasional, dan dilihat oleh seluruh rakyat Indonesia. Beranikah kau? Bertanggung jawab atas kata-katamu yang menyebut bos yang memberimu gaji sebagai “tolol”. Nama tidak tahu diri, uangnya diambil, dikatakan, manusia yang serakah dan tidak tahu diri,” katanya.
Sementara itu, Ahmad Sahroni melalui akun Instagramnya @ahmadsahroni88 menyatakan bahwa ia tidak akan merespons orang yang mengajaknya berdebat.
Ia mengakui ingin bermeditasi terlebih dahulu.
“Saya tidak akan merespons orang yang mengajak debat saya, saya ingin berdiam diri dulu agar menjadi lebih pintar karena saya masih bodoh. Saya ini masih bodoh,” tulisnya di unggahan Instagramnya.
Ia juga pernah membagikan gambar Salsa yang sedang berbicara dalam siaran televisi.
“Jauh sekali ya ibu ini … sedang lomba debat di Denmark ya ?? selamat ya bu, semoga debatnya menang dan terus menang… Ibu juara dan juaraa,” tulisnya.
Sebelumnya dilaporkan, Ahmad Sahroni menyatakan bahwa siapa pun berhak mengkritik DPR RI. Namun tidak boleh melakukan penghinaan yang berlebihan, karena dapat merusak mental.
“Mental manusia yang demikian adalah mental manusia paling bodoh di dunia. Catat ini, orang yang hanya berpikir membatalkan DPR, itu adalah orang paling bodoh di dunia,” ujar Ahmad Sahroni saat melakukan kunjungan kerja di Polda Sumut, Jumat (22/8/2025).
Ahmad Sahroni sebelumnya menyatakan bahwa dirinya tidak pernah bermaksud merendahkan masyarakat yang akhir-akhir ini menginginkan pembubaran DPR RI.
Ia menyatakan, pernyataan “orang tolol sedunia” yang mendapat kritik sebenarnya tidak ditujukan kepada masyarakat luas, tetapi kepada cara berpikir pihak yang menganggap DPR bisa dibubarkan begitu saja.
“Tidak, saya tidak menyampaikan bahwa masyarakat yang mengatakan agar DPR dibubarkan itu bodoh, bukan?” kata Sahroni dilansir dari Kompas.com, Selasa (26/8/2025).
“Tapi untuk spesifik yang saya sampaikan bahwa bahasa bodoh itu bukan pada objek, misalnya ‘itu masyarakat yang mengatakan pembubaran DPR adalah bodoh’. Tidak ada bahasa seperti itu dari saya,” tambahnya.
Menurutnya, pernyataannya disalahpahami sehingga kemudian dimanipulasi seolah-olah ditujukan kepada masyarakat.
Sahroni menekankan, yang menjadi fokusnya adalah logika berpikir yang menganggap DPR bisa dibubarkan hanya karena isu gaji dan tunjangan anggota.
“Ya, masalah berbicara mengakhiri pada inti yang memang sebelumnya adalah ada masalah terkait gaji dan tunjangan. Nah, itu perlu dijelaskan bagaimana tunjangan tersebut, bagaimana tunjangan rumah. Perlu penjelasan yang rinci dan teknis,” ujar Sahroni.
“Maka itu tidak masuk akal jika pembubaran DPR hanya karena kurangnya informasi lengkap mengenai tunjangan-tunjangan tersebut,” katanya.
Ia juga menyebutkan sejarah politik Indonesia yang sering dijadikan acuan dalam diskusi tentang pembubaran DPR.
Contohnya, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah berupaya untuk membubarkan DPR namun tidak berhasil, sedangkan Presiden Soekarno berhasil menerbitkan dekrit pembubaran DPR karena terjadi perselisihan dengan parlemen pada masa itu.
“Akhirnya masalah tentang Gus Dur yang ingin membubarkan DPR diangkat. Padahal tidak terjadi, justru almarhum Gus Dur yang turun. Pada masa lalu, Bung Karno pernah mengeluarkan dekrit pembubaran DPR, hal itu terjadi karena presiden dan DPR tidak sejalan. Oleh karena itu, setelah dibubarkan, kemudian dibentuk kembali,” ujar Sahroni.
Sahroni menegaskan, pembubaran DPR justru berisiko mengurangi kekuatan sistem demokrasi.
Menurutnya, DPR tetap diperlukan sebagai lembaga pengawas pemerintah agar kekuasaan presiden tidak berjalan tanpa batas.
“Apakah setelah DPR bubar, siapa yang akan melakukan pengawasan terhadap pemerintahan? Jika pemerintah langsung, misalnya presiden memiliki kekuasaan penuh, hal itu justru tidak bisa diawasi dan berisiko merugikan. Oleh karena itu, DPR dibentuk sebagai keseimbangan, agar negara ini dapat berjalan dengan baik,” kata Sahroni.
Anggota Partai Nasdem percaya bahwa tuntutan pembubaran DPR ini diungkapkan oleh pihak-pihak yang belum memahami secara rinci dinamika kerja lembaga perwakilan rakyat.
Kawan-kawan yang ingin mengatakan bubar itu adalah mereka yang belum mengetahui detail peristiwa, dinamika, apa yang mereka ketahui.
Sayang, seribu sayang, jika akhirnya hanya sebentar mengatakan membubarkan DPR, membubarkan DPR,” tambahnya.
Artikel ini sudah tayang di TribunJakarta
Baca artikel lain dari TRIBUN MEDAN di Google News
Ikuti pula informasi lainnya di Facebook, Instagram, Twitter, dan WA Channel
Berita menarik lainnya di Tribun Medan