news  

Profil Dirut PLN yang Disentil Bahlil karena Beda Data Listrik

Profil Dirut PLN yang Disentil Bahlil karena Beda Data Listrik

Kontroversi Data Listrik Desa: Menteri Bahlil Murka, PLN dan Kementerian ESDM Berselisih

Pada rapat kerja antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan Komisi XII DPR RI yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (2 Juli 2025), terjadi insiden menarik yang mencerminkan adanya ketidakselarasan data antara pihak kementerian dan PT PLN (Persero). Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, secara terbuka mengkritik keras Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jisman Parada Hutajulu dan Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo.

Permasalahan utamanya adalah perbedaan jumlah desa yang belum tersambung listrik. Menurut data Kementerian ESDM, terdapat sekitar 5.600 desa yang masih gelap tanpa aliran listrik. Namun, berdasarkan catatan PLN, angka ini jauh lebih besar, yaitu mencapai 10.000 desa. Selisih dua kali lipat tersebut memicu kemarahan Bahlil yang merasa kedua lembaga tidak memiliki sinkronisasi informasi yang baik.

β€œIni enggak tahu, Dirjen saya enggak benar atau PLN-nya enggak benar. Kalian habis ini ketemu sama saya ya. Kurang ajar kalian ini. Masih mau jadi Dirjen kau?” ucap Bahlil dalam nada kesal saat rapat berlangsung.

Kekesalan Bahlil semakin menjadi-jadi karena meski susunan direksi PLN baru saja mengalami perombakan pada 18 Juni lalu, jabatan Direktur Utama tetap dipegang oleh Darmawan Prasodjo. Ia menilai jika hanya terjadi pergantian di level direksi bawah, data terkini seharusnya tetap bisa disampaikan secara akurat dan terkini.

Profil Singkat Darmawan Prasodjo

Darmawan Prasodjo lahir di Magelang, Jawa Tengah, pada 19 Oktober 1970. Ia kembali menjabat sebagai Direktur Utama PLN setelah melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 18 Juni 2025. Jabatan ini merupakan periode lanjutan dari masa kepemimpinannya yang pertama kali dimulai pada 6 Desember 2021.

Darmawan menempuh pendidikan tinggi di Texas A&M University, Amerika Serikat. Ia meraih gelar Sarjana (S1) Ilmu Komputer pada tahun 1994, kemudian Master (S2) di bidang yang sama pada tahun 2000, serta doktor (S3) dalam bidang Ekonomi Terapan dan Ekonomi Sumber Daya Alam pada 2011 bekerja sama dengan Duke University.

Sebelum menjadi Dirut PLN, ia sempat menjabat sebagai Wakil Direktur Utama PLN sejak 23 Desember 2019. Sebelumnya, ia juga pernah menjadi Komisaris PLN pada 2018 hingga 2019. Pengalamannya di bidang energi dan ekonomi hijau membentuk dirinya sebagai tokoh penting di sektor kelistrikan Indonesia.

Selain itu, Darmawan juga aktif di berbagai organisasi internasional dan nasional. Ia pernah menjadi Co-chair Post 2015 Millennium Development Goals (2013–2014), Presiden Komisaris Amnesti Energi Nusantara (2013–2014), serta Deputi I Bidang Pengendalian, Pembangunan, Monitoring, dan Evaluasi Program Prioritas Kantor Staf Presiden (KSP) dari 2015 hingga 2019.

Harta Kekayaan yang Mengundang Sorotan

Darmawan Prasodjo juga dikenal memiliki kekayaan yang cukup fantastis. Berdasarkan arsip Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara elektronik (e-LHKPN) yang dapat diakses melalui situs Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), total harta miliknya terus meningkat seiring waktu.

Pada 2018, ketika ia menjabat sebagai Deputi I KSP, Darmawan melaporkan kekayaannya senilai Rp 10,18 miliar. Angka ini naik menjadi Rp 10,98 miliar pada 2019 dan Rp 14,17 miliar pada 2020 saat ia menjadi Wakil Direktur Utama PLN.

Setelah menjabat sebagai Direktur Utama PLN, harta Darmawan tercatat terus bertambah. Pada 2021, hartanya mencapai Rp 30,15 miliar, naik menjadi Rp 46,3 miliar pada 2022, dan tembus hingga Rp 70,94 miliar pada 2023.

Laporan terakhirnya pada 12 Februari 2025 mencatatkan total kekayaan mencapai Rp 104,42 miliar. Rinciannya adalah:

  • Tanah dan bangunan: Rp 40,7 miliar
  • Alat transportasi dan mesin: Rp 3,26 miliar
  • Harta bergerak lainnya: Rp 130 juta
  • Surat berharga: Rp 23,58 miliar
  • Kas dan setara kas: Rp 37,95 miliar
  • Harta lainnya: Rp 35 juta
  • Utang: Rp 1,25 miliar

Darmawan diketahui memiliki 10 aset properti yang tersebar di Jakarta Selatan, Tangerang Selatan, Bantul, dan Klaten, dengan luas berkisar antara 74 hingga 2.060 meter persegi. Semua aset tersebut didapatkan melalui hasil sendiri, warisan, dan hibah resmi.

Ia juga memiliki lima unit kendaraan, termasuk mobil Toyota Alphard (2018) senilai Rp 650 juta, Hyundai Ioniq (2021) senilai Rp 350 juta, motor E-Motor United T1800 (2021) seharga Rp 7 juta, motor Smoot Tempur (2023) seharga Rp 5 juta, dan mobil mewah Mercedes Benz 450 GLS (2023) senilai Rp 2,25 miliar.

Tanggung Jawab Besar di Tengah Perbedaan Data

Insiden dalam rapat kerja antara Kementerian ESDM dan PLN ini menunjukkan bahwa koordinasi antarlembaga sangat vital dalam menyukseskan program pembangunan infrastruktur, khususnya penyediaan listrik untuk seluruh wilayah Indonesia. Ketidaksepahaman data bisa berimbas besar pada perencanaan strategis, penyaluran anggaran, hingga realisasi proyek lapangan.

Menteri Bahlil menuntut agar masalah ini segera diselesaikan secara internal. Ia ingin semua pihak, terutama jajaran PLN, dapat memberikan data yang valid dan up to date. Pasalnya, data inilah yang akan menjadi dasar bagi pengambilan kebijakan pemerintah terkait percepatan elektrifikasi di seluruh pelosok negeri.

Tugas PLN, sebagai badan usaha negara yang bertanggung jawab atas penyediaan tenaga listrik, tentu tidak mudah. Di satu sisi, mereka harus menjaga kualitas layanan, sedangkan di sisi lain, mereka juga dituntut untuk transparan dalam menyampaikan data dan perkembangan proyek kepada pemerintah dan publik.

Masalah perbedaan data ini pun menjadi pelajaran penting bagi semua pihak bahwa sinergi antara instansi pemerintah dan BUMN harus diperkuat. Tanpa koordinasi yang baik, visi pemerintah untuk menerangi seluruh desa di Indonesia akan sulit tercapai.