.CO.ID, JAKARTA – Profesor dari California State University, AS, Paul Doung Tran menggarisbawahi kebutuhan kontrol AI melalui etika serta nilai-nilai manusiawi. Pernyataannya tersebut disampaikan saat sesi kedua dalam pertemuan International Conference of Social Work and Social Sciences (ICSWSS) 2025 yang berlangsung di Auditorium K.H Ahmad Azhar Basyir Gedung Cendekia.
Universitas Muhammadiyah Jakarta
(UMJ), Sabtu (17/05/2025).
Paul Doung mengajukan topik dengan judul
Pengetahuan Budaya, Ketidakpastian, dan Area Buta Mata: Bagaimana Dampak AI pada Pelayanan Kebutuhan Manusia?
Dia menekankan tentang cara kemajuan teknologi, terutama artificial intelligence (AI), membawa berbagai tantangan etika dan pengetahuan yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan manusia.
“Contohnya seperti
smartphone
Dan kendaraan otonom, yang mengindikasikan bahwa kecerdasan buatan sangat tergantung pada data,” katanya.
Menurut dia, permasalahan timbul saat data tak ada. Ini jadi batasan bagi kecerdasan buatan untuk mengenali latar belakang budaya, norma-norma setempat, serta situasi-situasi yang belum direkam.
Doung mengajak peserta konferensi untuk merenungkan lebih dalam mengenai hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh AI, terutama dalam menjangkau aspek realitas manusia yang bersifat emosional, spiritual, dan kontekstual. Hal ini tidak dapat direduksi menjadi sekumpulan data.
“Sudah waktunya kita menanyakan: Apakah AI benar-benar memenuhi kebutuhan manusia, atau malah membuat kita semakin terjauh dari nilai-nilai kemanusiaan?” katanya.
Konferensi tersebut diambil alih oleh ahli dari Universitas Padjadjaran bernama Rudi Saparudin Darwis. Beliau menyampaikan materi mengenai pekerjaan sosial dalam menjaga lingkungan secara lestari melalui contoh nyata yaitu manajemen hutan bersama masyarakat. Menurut Rudi, para pekerja sosial sangat krusial bagi kelancaran proyek Kehutanan Sosial.
“Kontribusi mereka dalam membangun kapasitas masyarakat, menyelesaikan perselisihan, mendukung keadilan, serta meningkatkan struktur organisasi membuat mereka menjadi pemain penting dalam pengembangan yang berkelanjutan,” jelas Rudi.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden Informasi Pekerja Sosial Profesional Indonesia (PSPI), Puji Pujiono, juga menggarisbawahi sejumlah tantangan rumit yang dijumpai oleh para pekerja sosial di Indonesia saat menyampaikan makalahnya dengan judul:
Menyelesaikan Teka-Teki Sosial di Indonesia dalam Bidangkerja Bakti
Menurut dia, karir sebagai pekerja sosial terletak dalam posisi yang memusingkan walaupun sudah ada perkembangan di bidang peraturan hukum.
“Sebagaimana halnya dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2019, namun tantangan dalam pelaksanannya tetap berlangsung,” katanya.
Puji mengusulkan agar dilakukan diskusi yang bermanfaat dengan semua pihak berkepentingan seperti lembaga pemerintahan, institut pengajaran, serta pakar-pakar terkait untuk merancang rute bersama mencapai perkembangan profesi.
Acara ini adalah sebagian dari konferensi ICSWSS 2025 yang diadakan oleh UMJ bekerja sama dengan Asian & Pacific Islander Social Work Educators Association (APISWEA). Pertemuan ilmiah ini melibatkan para akademisi dan praktisi dari 14 negara di seluruh dunia.