Pengembangan Model Pemantauan Karhutla Berbasis Teknologi Satelit
Di tengah tantangan yang terus meningkat terhadap kebakaran hutan dan lahan (karhutla), para peneliti di Pusat Riset Geoinformatika, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengambil inisiatif untuk menciptakan solusi berbasis teknologi. Salah satunya adalah model pemantauan karhutla yang dikembangkan oleh Parwati bersama timnya. Model ini dirancang untuk digunakan dalam seluruh tahapan manajemen bencana, mulai dari pencegahan hingga pascabencana.
Tahap Pra-Bencana: Sistem Peringatan Dini
Pada tahap pra-bencana, diperlukan sistem peringatan dini yang dapat memprediksi risiko karhutla. Parwati menjelaskan bahwa hal ini bisa dilakukan dengan mengintegrasikan parameter geobiofisik dan sosial ekonomi. Dengan menggunakan metode machine learning atau kecerdasan buatan (AI), sistem tersebut mampu melakukan pemetaan bahaya karhutla secara akurat. Ini menjadi langkah penting dalam menyiapkan antisipasi terhadap ancaman kebakaran yang bisa mengancam lingkungan dan masyarakat.
Tahap Bencana: Pemantauan Titik Api
Saat kejadian bencana, pemantauan titik api menjadi kunci dalam respons darurat. Parwati menjelaskan bahwa data dari satelit seperti Landsat 8 atau Sentinel-2 dengan resolusi menengah sangat berguna dalam mendeteksi titik api. Ia membandingkan dengan data dari VIIRS atau MODIS yang memiliki resolusi rendah dan hanya mampu memberikan indikasi awal kebakaran. Dengan data resolusi menengah, Parwati dan timnya telah mengembangkan algoritme khusus untuk mendeteksi api di lahan gambut, yang sering kali menjadi area yang rentan terhadap kebakaran.
Tahap Pascabencana: Pemetaan Lahan Bekas Terbakar
Setelah bencana terjadi, pengelolaan lahan bekas terbakar menjadi prioritas. Parwati menyatakan bahwa timnya memanfaatkan data satelit untuk memetakan daerah yang terdampak. Hal ini dilakukan dengan menggunakan indeks lahan terbakar yang dihasilkan dari data satelit. Model ini telah dipatenkan pada tahun 2020 dan menjadi salah satu inovasi penting dalam pengelolaan bencana karhutla.
Integrasi dalam Sistem Geomimo BRIN
Seluruh strategi yang dikembangkan Parwati dan timnya telah diintegrasikan dalam satu sistem berbasis geoinformatika multi-input multi-output (Geomimo BRIN). Sistem ini akan terus dikembangkan untuk menjadi alat bantu pengambil keputusan dalam menurunkan emisi serta menangani bencana secara lebih efektif.
Kepedulian terhadap Lingkungan dan Emisi Gas Rumah Kaca
Parwati menegaskan bahwa riset ini sudah dimulai sejak awal kariernya sebagai pegawai negeri sipil (PNS), atau sekitar 20 tahun lalu. Ia yakin bahwa model berbasis satelit ini dapat menjadi solusi atas keterbatasan pengamatan langsung. Selain itu, model ini juga mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca dan menjadi dasar kebijakan berbasis data dalam mitigasi dan penanggulangan karhutla.
Masa Depan: Integrasi AI dan Sensor Satelit Generasi Baru
Dalam perkembangan selanjutnya, Parwati mengatakan bahwa model ini dapat diperkuat melalui integrasi AI dan sensor satelit generasi terbaru. Tujuannya adalah untuk menciptakan pengelolaan karhutla yang lebih berkelanjutan dan efisien. Dengan pendekatan ini, diharapkan dapat membantu pemerintah dan lembaga terkait dalam menghadapi ancaman kebakaran hutan dan lahan secara lebih proaktif dan efektif.