news  

Polemik Bandung Zoo: Bongkar Dugaan Manipulasi Legalitas

Polemik Bandung Zoo: Bongkar Dugaan Manipulasi Legalitas


Bandung,

— Aroma busuk dari balik kandang satwa ternyata bukan semata kotoran. Bau itu kini bercampur dengan konflik hukum dan dugaan manipulasi dokumen yang melingkupi pengelolaan Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoo). Alih-alih menjadi tempat perlindungan satwa, kebun binatang legendaris ini justru menjadi ajang tarik-ulur kepentingan antara keluarga pendiri dan pihak luar yang mengklaim sah sebagai pengelola baru.

Keluarga Bratakusumah, pendiri Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT), membongkar fakta mengejutkan: akta perdamaian yang menjadi dasar masuknya pihak Taman Safari Indonesia (TSI) ke dalam pengelolaan Bandung Zoo ternyata cacat hukum. Dokumen tersebut tidak ditandatangani oleh seluruh unsur pembina dan pengurus yayasan, dan justru telah dicabut secara resmi oleh mayoritas pengurus melalui notaris.

“Ini bukan soal kepentingan keluarga, ini soal integritas dan hukum. Kami tidak pernah menyetujui kesepakatan damai itu. Bahkan, dokumen itu dibuat tanpa transparansi,” tegas Gantira Bratakusumah, cucu pendiri kebun binatang, kepada media.

Lebih dari delapan tokoh kunci dalam struktur YMT, termasuk Ketua Pengurus Bisma Bratakusumah dan Sekretaris Yayasan Nina Kurnia, telah mencabut dukungan terhadap apa yang mereka sebut sebagai “kesepakatan sepihak”. Bahkan Ketua Pembina YMT, Sri, secara resmi menarik tanda tangannya sejak awal April 2025.

TSI Masuk Tanpa Mandat Sah?

Klaim pengambilalihan pengelolaan Bandung Zoo oleh pihak TSI sejak 20 Maret 2025 mengacu pada akta perdamaian yang kini dipertanyakan legalitasnya. Lebih ironis, oknum dari pihak TSI justru sudah menduduki jabatan manajerial, menyusun ulang staf, dan mengatur sistem keuangan—di tengah kekosongan legitimasi.

Situasi ini menciptakan kekacauan internal yang akut. Dua manajemen berjalan berbarengan, masing-masing merasa paling berhak. Di lapangan, hal ini membuat staf bingung, gaji tertahan, dan paling tragis, sejumlah satwa mati tak terurus.

Satwa Jadi Tumbal Ambisi

Sedikitnya tujuh ekor satwa dilaporkan mati dalam kondisi mengenaskan. Tak ada pasokan pakan yang terkoordinasi, penanganan medis terganggu, dan pengawasan keamanan menjadi tumpang tindih.

“Yang menderita bukan hanya karyawan, tapi hewan-hewan yang tak bisa bicara,” ujar Bisma Bratakusumah, Ketua Pengurus YMT. Ia menegaskan pihaknya memiliki dasar hukum kuat dari Akta Notaris No. 41 Tahun 2024 untuk melanjutkan pengelolaan.

Desakan Transparansi

Polemik ini mengundang pertanyaan publik: siapa yang benar-benar peduli terhadap satwa dan kelestarian Bandung Zoo? Banyak pihak meminta Pemerintah Kota Bandung maupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan segera turun tangan secara adil—berdasarkan hukum, bukan tekanan politik atau kekuatan modal.

“Jika kebun binatang ini direbut dengan dokumen cacat hukum, lalu satwa-satwa dibiarkan jadi korban, ini bukan lagi soal organisasi. Ini soal nurani,” tutup Gantira.***